top of page

Air yang Tetap, Mengalir - bab VIII | Living Dhamma

Updated: Apr 1, 2023


Ceramah diberikan di Wat Tham Saeng Phet, saat masa Vassa, 1981.



Sekarang, mohon berikan perhatikan, jangan biarkan pikiran anda berkeliaran mengejar hal-hal lain. Ciptakan perasaan bahwa saat ini anda sedang duduk di atas gunung atau di dalam hutan di suatu tempat, sendirian. Apa yang anda miliki yang duduk di sini sekarang? Ada tubuh dan pikiran, itu saja, hanya dua hal ini. Semua yang terkandung di dalam rangka yang duduk di sini saat ini disebut “tubuh.” “Pikiran” adalah apa yang sadar dan sedang berpikir pada saat ini. Kedua hal ini juga disebut “nāma dan “rūpa.” “Nāma merujuk pada apa yang tidak memiliki “rūpa,” atau bentuk. Semua pemikiran dan perasaan, atau empat mental khandha yaitu perasaan (vedanā), persepsi (sañña), bentuk-bentuk pikiran (saṅkhāra), dan kesadaran (viññāṇa), adalah nāma, mereka semua tidak berbentuk. Ketika mata melihat bentuk, bentuk itu disebut rūpa, sedangkan kesadaran disebut nāma. Bersama-sama mereka disebut nāma dan rūpa, atau sederhananya pikiran dan tubuh. Pahamilah bahwa hanya tubuh dan pikiran yang duduk di sini pada saat ini. Tetapi kita kebingungan dengan kedua hal ini. Jika anda ingin ketenangan anda harus mengetahui kebenaran tentang kedua hal ini. Pikiran dalam keadaannya saat ini masih belum terlatih; ia kotor, tidak jernih. Ia belum menjadi pikiran yang murni. Kita harus melatih pikiran ini lebih jauh melalui latihan meditasi. Beberapa orang berpikir bahwa meditasi berarti duduk dengan suatu cara khusus, tetapi pada kenyataannya berdiri, duduk, berjalan dan berbaring semuanya adalah sarana untuk latihan meditasi. Anda bisa berlatih setiap saat. Samādhi secara harfiah berarti “pikiran yang berdiri dengan teguh.” Untuk mengembangkan samādhi anda tidak harus mengekang pikiran. Beberapa orang mencoba untuk mendapatkan ketenangan dengan duduk diam dan tidak ada yang mengganggu mereka sama sekali, tapi itu sama saja seperti mati. Latihan samādhi adalah untuk mengembangkan kebijaksanaan dan pemahaman. Samādhi adalah pikiran yang teguh, keterpusatan pikiran. Pada titik manakah pikiran terpusat? Pikiran terpusat pada titik keseimbangan. Itulah titiknya. Tetapi orang-orang berlatih meditasi dengan mencoba membungkam pikiran mereka. Mereka bilang, “Aku mencoba untuk duduk bermeditasi tapi pikiranku tidak mau diam selama semenit. Satu saat ia melayang ke satu tempat, saat berikutnya ia melayang ke tempat lain. Bagaimana aku bisa membuatnya berhenti dan diam?” Anda tidak harus membuatnya berhenti, itu bukanlah intinya. Di mana ada pergerakan di sanalah pemahaman bisa timbul. Orang-orang mengeluh, “Pikiran lari dan aku menariknya kembali; lalu ia pergi lagi dan aku menariknya kembali sekali lagi.” Jadi mereka hanya duduk di sana menariknya bolak-balik seperti ini. Mereka mengira pikiran mereka lari ke mana-mana, tetapi sebenarnya itu hanya terlihat seperti pikiran yang lari ke mana-mana. Sebagai contoh, lihatlah aula ini di sini. “Oh besar sekali!” anda bilang. Sebenarnya aula ini tidak besar sama sekali. Apakah tampak besar atau tidak tergantung pada persepsi anda terhadap hal tersebut. Pada kenyataannya, aula ini hanya sebesar ukurannya, tidak besar ataupun kecil, tetapi orang-orang berlarian mengejar perasaan mereka setiap waktu. Bermeditasi untuk menemukan ketenangan, anda harus memahami apa itu ketenangan. Jika anda tidak memahaminya anda tidak akan bisa menemukannya. Sebagai contoh, misalkan hari ini anda membawa sebuah pena yang sangat mahal bersama anda ke vihāra. Sekarang misalnya, dalam perjalanan anda ke sini, anda memasukkan pena itu di saku depan anda, tetapi kemudian anda mengeluarkannya dan menaruhnya di saku belakang. Sekarang, ketika anda mencarinya di saku depan anda… Tidak ada di sana! Anda ketakutan. Anda ketakutan karena kesalahpahaman anda, anda tidak melihat kebenaran dari masalah ini. Penderitaanlah hasilnya. Apakah berdiri, berjalan, datang dan pergi, anda tidak bisa berhenti mengkhawatirkan pena anda yang hilang. Pemahaman salah anda menyebabkan anda menderita. Memahami dengan salah menyebabkan penderitaan. “Sayang sekali! Aku baru saja membeli pena itu beberapa hari yang lalu dan sekarang sudah hilang.” Tapi kemudian anda ingat, “Oh, tentu saja! Ketika aku pergi mandi aku taruh penanya di saku belakangku.” Begitu anda mengingat ini anda merasa baik lagi, bahkan tanpa melihat pena anda. Anda lihat itu? Anda bahagia lagi, anda bisa berhenti mengkhawatirkan pena anda. Anda yakin tentang itu sekarang. Saat anda berjalan anda memasukkan tangan anda ke belakang saku anda dan itu dia. Pikiran anda menipu anda selama ini. Kekhawatiran berasal dari ketidaktahuan anda. Sekarang, melihat pena itu, anda melampaui keraguan, kekhawatiran anda mereda. Ketenangan semacam ini datang dari melihat penyebab masalah, samudaya, penyebab penderitaan. Begitu anda ingat kalau penanya ada di saku belakang anda, ada nirodha, akhir penderitaan. Oleh karena itu anda harus merenung untuk menemukan ketenangan. Apa yang biasanya orang sebut sebagai ketenangan hanyalah ketenangan pikiran, bukan ketenangan dari kekotoran batin. Kekotoran batin hanya diredam untuk sementara waktu, seperti rumput yang ditutupi oleh batu. Dalam tiga atau empat hari anda menyingkirkan batu dari rumput dan dalam waktu yang tidak lama rumputnya tumbuh lagi. Rumput itu tidak benar-benar mati, ia hanya sedang ditekan saja. Sama halnya saat duduk bermeditasi: Pikiran ditenangkan tetapi kekotoran batin tidak benar-benar ditenangkan. Oleh karena itu, samādhi bukanlah jaminan. Untuk menemukan ketenangan sejati anda harus mengembangkan kebijaksanaan. Samādhi adalah salah satu jenis ketenangan, seperti batu yang menutupi rumput. Dalam beberapa hari anda menyingkirkan batu itu dan rumputnya tumbuh lagi. Ini hanyalah ketenangan sementara. Ketenangan dari kebijaksanaan itu seperti meletakkan batu dan tidak mengangkatnya, meninggalkannya tetap di sana. Rumput tidak mungkin tumbuh lagi. Inilah ketenangan sejati, ketenangan dari kekotoran-kekotoran batin, ketenangan yang pasti yang dihasilkan dari kebijaksanaan. Kita berbicara tentang kebijaksanaan (paññā) dan samādhi sebagai hal yang terpisah, tetapi pada intinya keduanya merupakan satu kesatuan. Kebijaksanaan adalah fungsi aktif dari samādhi; samādhi adalah aspek pasif dari kebijaksanaan. Keduanya timbul dari tempat yang sama tetapi mengambil arah yang berbeda. Mereka miliki fungsi yang berbeda, seperti mangga ini di sini. Sebuah mangga hijau kecil pada akhirnya akan tumbuh semakin besar dan semakin besar sampai matang. Itu adalah mangga yang sama, yang kecil, yang besar dan yang matang adalah mangga yang sama, tetapi kondisinya berubah. Dalam praktik Dhamma, satu kondisi disebut samādhi, kondisi berikutnya disebut paññā, tetapi pada kenyataannya sīla, samādhi, dan paññā semuanya adalah hal yang sama, sama seperti mangga. Bagaimanapun juga, di dalam latihan kita, tidak peduli aspek apa yang anda rujuk, anda harus selalu mulai dari pikiran. Apakah anda tahu apa itu pikiran? Seperti apakah pikiran itu? Apa itu? Di mana ia berada? Tidak ada yang tahu. Yang kita tahu hanyalah kita ingin pergi ke sini atau ke sana, kita ingin ini dan kita ingin itu, kita merasa baik atau kita merasa buruk, tetapi pikiran itu sendiri tampaknya mustahil untuk diketahui. Apakah pikiran itu? Pikiran tidak memiliki bentuk. Yang menerima kesan, baik dan buruk, kita sebut “pikiran.” Seperti pemilik rumah. Pemilik tinggal di rumah sementara tamu datang menemuinya. Dialah yang menerima tamu. Siapakah yang menerima kesan-kesan indra? Siapakah yang menanggapi? Siapakah yang melepaskan kesan-kesan indra? Itulah yang kita sebut “pikiran.” Tetapi orang tidak bisa melihatnya, mereka berpikir berputar-putar. “Apa itu pikiran, apa itu otak?” Jangan membingungkan persoalannya seperti ini. Apa yang menerima kesan? Beberapa kesan disukainya dan beberapa tidak disukainya. Siapa itu? Apakah ada yang suka dan tidak suka? Tentu saja ada, tetapi anda tidak bisa melihatnya. Itulah yang kita sebut “pikiran.” Dalam latihan kita, tidak perlu membicarakan samatha (ketenangan) maupun vipassanā (pandangan terang), sebut saja praktik Dhamma, itu sudah cukup. Dan lakukanlah latihan ini dari pikiran anda sendiri. Apakah pikiran itu? Pikiran adalah apa yang menerima, atau yang menyadari kesan-kesan indra. Dengan beberapa kesan indra ada reaksi suka, dengan yang lain reaksinya adalah tidak suka. Penerima kesan membawa kita ke dalam kebahagiaan dan penderitaan, benar dan salah. Tetapi ia tidak memiliki bentuk. Kita menganggapnya sebagai diri, tetapi ia sebenarnya hanya nāma-dhamma. Apakah “kebaikan” mempunyai bentuk? Apakah jahat? Apakah kebahagiaan dan penderitaan punya bentuk? Anda tidak bisa menemukannya. Apakah mereka bulat ataukah mereka persegi, pendek atau panjang? Bisakah anda melihatnya? Hal-hal ini adalah nāma-dhamma, mereka tidak bisa dibandingkan dengan hal-hal materiel, mereka tidak berbentuk, tetapi kita tahu bahwa mereka ada. Oleh karena itu, dikatakan, untuk memulai latihan dengan menenangkan pikiran. Taruh kesadaran ke dalam pikiran. Jika pikiran sadar, ia akan menjadi tenang. Beberapa orang tidak mencari kesadaran, mereka hanya ingin memiliki ketenangan, semacam kekosongan. Sehingga mereka tidak pernah belajar apa pun. Jika kita tidak memiliki “yang mengetahui” ini, apa yang menjadi dasar latihan kita? Jika tidak ada panjang maka tidak ada pendek, jika tidak ada benar maka tidak mungkin ada salah. Orang-orang zaman sekarang terus mencari pengetahuan, mencari kebaikan dan kejahatan. Tetapi apa yang berada di luar kebaikan dan kejahatan mereka tidak tahu. Yang mereka tahu hanyalah yang benar dan yang salah – “Aku hanya akan mengambil apa yang benar. Aku tidak ingin tahu tentang yang salah. Kenapa aku harus tahu?” Jika anda hanya mencoba untuk mengambil apa yang benar, dalam waktu singkat itu akan menjadi salah lagi. Benar mengarah ke salah. Orang-orang terus mencari di antara benar dan salah, mereka tidak mencoba untuk mencari apa yang bukan benar dan juga bukan salah. Mereka belajar tentang kebaikan dan kejahatan, mereka mencari kebajikan, tetapi mereka tidak tahu apa-apa tentang apa yang berada di luar kebaikan dan kejahatan. Mereka mempelajari yang panjang dan yang pendek, tetapi apa yang bukan panjang dan juga bukan pendek mereka tidak mengetahuinya. Pisau ini mempunyai bilah, mata pisau dan gagang. Bisakah anda mengangkat hanya bilahnya saja? Bisakah anda mengangkat hanya mata pisaunya saja, atau gagangnya? Gagang, mata pisau dan bilah semuanya adalah bagian dari pisau yang sama; ketika anda mengambil pisau, anda mendapatkan ketiga bagian tersebut secara bersamaan. Dengan cara yang sama, jika anda mengambil apa yang baik, yang buruk pasti mengikuti. Orang-orang mencari kebaikan dan berusaha membuang kejahatan, tetapi mereka tidak mempelajari apa yang bukan kebaikan dan bukan kejahatan. Jika anda tidak mempelajari ini, tidak akan ada penyelesaian. Jika anda mengambil kebaikan, maka keburukan akan mengikuti. Jika anda mengambil kebahagiaan, maka penderitaan akan mengikuti. Praktik melekat pada kebaikan dan menolak kejahatan adalah Dhamma anak-anak, itu seperti mainan. Tentu, tidak masalah, anda bisa mengambil hanya sebanyak ini, tetapi jika anda berpegang pada kebaikan, maka kejahatan akan mengikuti. Akhir dari jalan ini adalah kebingungan, itu tidak begitu baik. Ambillah sebuah contoh yang sederhana. Anda punya anak – sekarang misalkan anda hanya ingin mencintai mereka dan tidak pernah mengalami kebencian. Ini adalah pemikiran orang yang tidak mengetahui sifat manusia. Jika anda berpegang pada cinta, maka kebencian akan mengikuti. Dengan cara yang sama, orang-orang memutuskan untuk mempelajari Dhamma untuk mengembangkan kebijaksanaan, mempelajari kebaikan dan kejahatan secermat mungkin. Sekarang, setelah mengetahui kebaikan dan kejahatan, apa yang mereka lakukan? Mereka mencoba melekat pada kebaikan, dan kejahatan mengikuti. Mereka tidak mempelajari apa yang di luar kebaikan dan kejahatan. Inilah yang seharusnya anda pelajari. “Aku akan menjadi seperti ini,” “Aku akan menjadi seperti itu,” tetapi mereka tidak pernah mengatakan, “Aku tidak akan menjadi apa pun karena sesungguhnya tidak ada ‘Aku’.” Ini tidak mereka pelajari. Yang mereka inginkan hanyalah kebaikan. Jika mereka memperoleh kebaikan, mereka akan tersesat di dalamnya. Jika hal-hal menjadi terlalu baik mereka akan mulai menjadi buruk, sehingga orang-orang akhirnya hanya akan terombang-ambing seperti ini. Untuk menenangkan pikiran dan menjadi sadar terhadap yang menanggapi kesan-kesan indra, kita harus mengamatinya. Ikutilah “yang mengetahui.” Latihlah pikiran hingga menjadi murni. Seberapa murni anda harus membuatnya? Jika benar-benar murni, pikiran harus berada di atas kebaikan dan kejahatan, bahkan di atas kemurnian. Ini selesai. Saat itulah latihan selesai. Apa yang orang sebut sebagai meditasi duduk hanyalah jenis ketenangan sementara. Tetapi bahkan dalam ketenangan seperti itu pun terdapat pengalaman-pengalaman. Jika suatu pengalaman timbul, harus ada seseorang yang mengetahuinya, yang menyelidikinya, menanyainya dan memeriksanya. Jika pikiran hanya kosong maka itu tidak begitu berguna. Anda mungkin melihat beberapa orang yang terlihat sangat terkendali dan mengira bahwa mereka tenang, tetapi ketenangan yang sesungguhnya bukan hanya sekadar pikiran yang tenang. Bukan ketenangan yang mengatakan, “Semoga aku bahagia dan tidak pernah mengalami penderitaan apa pun.” Dengan ketenangan semacam ini, pada akhirnya bahkan pencapaian kebahagiaan pun menjadi tidak memuaskan. Penderitaanlah hasilnya. Hanya pada saat anda bisa membuat pikiran anda melampaui kebahagiaan dan penderitaan barulah anda akan menemukan ketenangan yang sesungguhnya. Itulah ketenangan sejati. Inilah topik yang tidak pernah dipelajari oleh kebanyakan orang, mereka tidak pernah benar-benar melihat yang satu ini. Cara yang tepat untuk melatih pikiran adalah dengan membuatnya terang, dengan mengembangkan kebijaksanaan. Jangan berpikir bahwa melatih pikiran adalah hanya dengan sekadar duduk diam. Itu adalah batu yang menutupi rumput. Orang-orang menjadi terlalu terobsesi dengan hal ini. Mereka pikir kalau samādhi adalah duduk. Itu hanyalah salah satu cara samādhi. Tetapi sebenarnya, jika pikiran memiliki samādhi, maka berjalan adalah samādhi, duduk adalah samādhi, ada samādhi dalam postur duduk, dalam postur berjalan, di dalam postur berdiri dan berbaring. Semuanya adalah latihan. Beberapa orang mengeluh, “aku tidak bisa bermeditasi, aku terlalu gelisah. Setiap kali aku duduk, aku memikirkan ini dan itu. Aku tidak bisa melakukannya. Aku punya terlalu banyak kamma buruk, aku harus menghabiskan kamma burukku terlebih dahulu kemudian kembali dan mencoba bermeditasi.” Tentu, cobalah. Coba saja habiskan kamma buruk anda. Beginilah cara orang berpikir. Mengapa mereka berpikiran seperti ini? Yang disebut hambatan-hambatan ini adalah hal-hal yang harus kita pelajari. Setiap kali kita duduk, pikiran langsung melayang. Kita mengikutinya dan mencoba membawanya kembali dan mengamatinya sekali lagi, lalu ia kabur lagi. Inilah yang seharusnya anda pelajari. Kebanyakan orang menolak untuk menerima pelajaran mereka dari alam, seperti seorang anak sekolah yang nakal yang menolak mengerjakan PRnya. Mereka tidak ingin melihat pikiran berubah. Lalu bagaimana anda akan mengembangkan kebijaksanaan? Kita harus hidup dengan perubahan seperti ini. Ketika kita tahu bahwa pikiran memang seperti ini, terus-menerus berubah, ketika kita tahu bahwa ini adalah sifatnya, kita akan memahaminya. Kita harus tahu saat pikiran sedang berpikiran baik dan buruk, berubah-ubah setiap saat, kita harus mengetahui hal-hal ini. Jika kita memahami hal ini, maka bahkan saat kita sedang berpikir kita bisa merasakan ketenangan. Sebagai contoh, misalkan di rumah anda mempunyai seekor monyet peliharaan. Monyet tidak bisa diam terlalu lama, mereka suka melompat-lompat dan memegang sesuatu. Begitulah sifat monyet. Sekarang anda datang ke vihāra dan melihat monyet di sini. Monyet ini juga tidak bisa diam, ia juga sama melompat-lompat. Tetapi ia tidak mengganggu anda, bukan? Kenapa ia tidak mengganggu anda? Karena anda pernah memelihara monyet sebelumnya, anda tahu seperti apa mereka. Jika anda tahu satu monyet saja, tidak peduli berapa banyak provinsi yang anda kunjungi, tidak peduli berapa banyak monyet yang anda lihat, anda tidak akan merasa terganggu oleh mereka, bukan? Inilah orang yang mengerti monyet. Jika kita mengerti monyet maka kita tidak akan menjadi monyet. Jika anda tidak mengerti monyet anda sendiri bisa menjadi monyet! Apakah anda mengerti? Ketika anda melihatnya meraih ini dan itu, anda berteriak, “Hey!” Anda menjadi marah. “Monyet sialan itu!” Ini adalah orang yang tidak mengerti monyet. Orang yang mengerti monyet melihat bahwa monyet di rumah dan monyet di vihāra sama saja. Kenapa anda harus merasa kesal dengan mereka? Ketika anda mengerti seperti apa monyet itu, itu sudah cukup, anda bisa tenang. Tenang itu seperti ini. Kita harus mengetahui sensasi. Beberapa sensasi menyenangkan, beberapa tidak menyenangkan, tapi itu tidak penting. Itu adalah sifatnya. Seperti halnya monyet, semua monyet itu sama. Kita memahami sensasi sebagai sesuatu yang kadang menyenangkan, kadang tidak – begitulah sifatnya. Kita harus memahaminya dan tahu bagaimana melepaskannya. Sensasi itu tidak pasti. Mereka bersifat sementara, tidak sempurna dan tiada pemilik. Segala sesuatu yang kita tanggapi adalah seperti ini. Ketika mata, telinga, hidung, lidang, tubuh dan pikiran menerima sensasi, kita mengetahuinya, sama seperti mengetahui monyet. Maka kita bisa merasa tenang. Ketika sensasi timbul, ketahui mereka. Mengapa anda mengejarnya? Sensasi itu tidak pasti. Satu menit mereka begini, menit berikutnya yang lain. Mereka ada bergantung pada perubahan. Dan kita semua di sini ada bergantung pada perubahan. Napas keluar kemudian ia harus masuk. Napas harus punya perubahan ini. Cobalah hanya menarik napas saja, bisakah anda melakukannya? Atau cobalah hanya menghembuskan napas saja tanpa menarik napas lagi, bisakah anda melakukannya? Jika tidak ada perubahan seperti ini, berapa lama anda bisa hidup? Harus ada napas masuk dan napas keluar. Sensasi juga sama. Harus ada hal-hal ini. Jika tidak ada sensasi, anda tidak bisa mengembangkan kebijaksanaan. Jika tidak ada salah maka tidak akan ada benar. Anda harus benar terlebih dahulu sebelum anda bisa melihat apa yang salah, dan anda harus memahami yang salah terlebih dahulu untuk menjadi benar. Beginilah hal-hal adanya. Bagi murid yang benar-benar tekun, semakin banyak sensasi semakin bagus. Tetapi banyak meditator menciut lari dari sensasi, mereka tidak ingin berurusan dengan mereka. Ini seperti anak sekolah yang nakal yang tidak mau pergi ke sekolah, tidak mau mendengarkan guru. Sensasi-sensasi ini sedang mengajari kita. Ketika kita mengetahui sensasi maka kita sedang mempraktikkan Dhamma. Ketenangan di dalam sensasi sama seperti memahami monyet di sini. Ketika anda memahami seperti apa monyet itu, anda tidak lagi terganggu oleh mereka. Praktik Dhamma itu seperti ini. Bukannya Dhamma sangat jauh sekali, Dhamma ada tepat bersama kita. Dhamma bukan tentang malaikat di atas atau hal-hal semacam itu. Dhamma hanyalah tentang kita, tentang apa yang sedang kita lakukan saat ini. Amati diri anda sendiri. Kadang-kadang ada kebahagiaan, kadang ada penderitaan, kadang rasa nyaman, kadang rasa sakit, kadang cinta, kadang benci. Inilah Dhamma. Apakah anda melihatnya? Anda harus mengetahui Dhamma ini, anda harus membaca pengalaman-pengalaman anda. Anda harus mengetahui sensasi sebelum anda bisa melepaskannya. Ketika anda melihat bahwa sensasi itu tidak kekal, anda tidak akan terganggu olehnya. Segera setelah sensasi timbul, cukup katakan pada diri anda sendiri, “Hmmm, ini bukanlah hal yang pasti.” Ketika suasana hati anda berubah, “Hmmm, tidak pasti.” Anda bisa damai dengan hal-hal ini, sama seperti melihat monyet dan tidak merasa terganggu olehnya. Jika anda mengetahui kebenaran sensasi, itulah mengetahui Dhamma. Anda melepaskan sensasi, melihat bahwa tanpa terkecuali, semuanya tidak pasti. Apa yang kita sebut sebagai ketidakpastian di sini adalah Buddha. Buddha adalah Dhamma. Dhamma adalah karakteristik dari ketidakpastian. Siapa saja yang melihat ketidakpastian dari hal-hal melihat kenyataan yang tidak berubah dari hal-hal. Seperti itulah Dhamma. Dan itulah Buddha. Jika anda melihat Dhamma anda melihat Buddha; melihat Buddha, anda melihat Dhamma. Jika anda mengetahui aniccaṃ, ketidakpastian, anda akan melepaskan hal-hal dan tidak menggenggam mereka. Anda berkata, “Hei, jangan pecahkan gelasku!” Bisakah anda mencegah sesuatu yang bisa pecah dari kepecahan? Jika ia tidak pecah sekarang ia akan pecah nantinya. Jika anda tidak memecahkannya, orang lain yang akan memecahkannya. Jika orang lain tidak memecahkannya, salah satu ayam yang akan memecahkannya! Sang Buddha mengatakan untuk menerima hal ini. Beliau menembus kebenaran hal-hal ini, melihat bahwa gelas ini sudah pecah. Setiap kali anda menggunakan gelas ini anda harus merenungkan bahwa gelas ini sudah pecah. Apakah anda memahami ini? Pemahaman Sang Buddha adalah seperti ini. Beliau melihat gelas yang sudah pecah di dalam gelas yang belum pecah. Kapan pun waktunya tiba, gelas itu akan pecah. Kembangkan pemahaman seperti ini. Gunakanlah gelasnya, jagalah, sampai kapan, suatu hari, gelas itu menyelip dari tangan anda. “prraangg!” tidak masalah. Kenapa tidak ada masalah? Karena anda melihat kepecahannya sebelum ia pecah! Tetapi biasanya orang berkata, “Aku suka sekali gelas ini, semoga gelas ini tidak akan pernah pecah.” Kemudian anjing memecahkannya. “Akan kubunuh anjing sialan itu!” Anda membenci anjing itu karena memecahkan gelas anda. Jika salah satu anak anda memecahkannya, anda akan membencinya juga. Kenapa begini? Karena anda telah membendung diri anda sendiri, air tidak bisa mengalir. Anda telah membuat bendungan tanpa saluran pelimpah. Satu-satunya hal yang bisa dilakukan oleh bendungan itu adalah meledak, bukan? Ketika anda membuat bendungan, anda harus membuat saluran pelimpah juga. Ketika air naik terlalu tinggi, air bisa mengalir dengan aman. Ketika air penuh sampai ke bibir bendungan, anda membuka saluran pelimpah anda. Anda harus mempunyai katup pengaman seperti ini. Ketidakkekalan adalah katup pengaman dari Para Muliawan. Jika anda mempunyai “katup pengaman” ini anda akan merasakan ketenangan. Berlatihlah terus-menerus, berdiri, berjalan, duduk, berbaring, menggunakan sati untuk mengawasi dan melindungi pikiran. Ini adalah samādhi dan kebijaksanaan. Keduanya adalah hal yang sama, tetapi mempunyai aspek yang berbeda. Jika kita benar-benar melihat ketidakpastian dengan jelas, kita akan melihat apa yang pasti. Kepastiannya adalah bahwa hal-hal pasti harus seperti ini, tidak bisa sebaliknya. Apakah anda mengerti? Mengetahui sebanyak ini saja anda bisa mengetahui Sang Buddha, anda bisa dengan pantas melakukan penghormatan kepada Beliau. Selama anda tidak membuang Sang Buddha, anda tidak akan menderita. Begitu anda membuang Sang Buddha, anda akan mengalami penderitaan. Begitu anda membuang perenungan terhadap ketidakkekalan, ketaksempurnaan dan tiada pemilik, anda akan mempunyai penderitaan. Jika anda bisa berlatih sebanyak ini saja, itu sudah cukup; penderitaan tidak akan timbul, atau jika memang timbul anda dapat mengatasinya dengan mudah, dan itu akan menjadi penyebab bagi penderitaan untuk tidak timbul di masa depan. Ini adalah akhir dari latihan kita, pada titik di mana penderitaan tidak timbul. Dan mengapa penderitaan tidak timbul? Karena kita telah menyelesaikan penyebab penderitaan, samudaya. Contohnya, jika gelas ini pecah, anda akan mengalami penderitaan. Kita tahu bahwa gelas ini akan menjadi penyebab penderitaan, maka kita singkirkan penyebabnya. Semua dhamma timbul karena suatu sebab. Mereka juga harus berakhir karena suatu sebab. Jadi, jika ada penderitaan karena gelas ini di sini, kita harus melepaskan penyebab ini. Jika kita merenungkan sebelumnya bahwa gelas ini sudah pecah, meskipun belum, penyebabnya berakhir. Ketika tidak ada lagi penyebab, penderitaan itu tidak lagi bisa ada, penderitaan berakhir. Ini adalah pengakhiran. Anda tidak perlu melampaui titik ini, hanya sebanyak ini saja sudah cukup. Renungkanlah ini di dalam pikiran anda sendiri. Pada dasarnya kalian semua harus memiliki lima sīla1 sebagai fondasi untuk berperilaku. Tidak perlu mempelajari tipiṭaka, cukup fokus pada lima sīla terlebih dahulu. Awalnya anda akan membuat kesalahan. Ketika anda menyadarinya, berhentilah, kembali dan tegakkan sīla anda lagi. Mungkin anda akan tersesat dan membuat kesalahan lagi. Ketika anda menyadarinya, teguhkan kembali diri anda. Berlatih seperti ini, sati anda akan meningkat dan menjadi semakin konsisten, sama seperti tetesan air yang jatuh dari ketel. Jika kita miringkan ketel sedikit saja, tetesan air akan jatuh perlahan-lahan; plop!... plop!... plop!... Jika kita miringkan ketel sedikit lagi, tetesan air akan menjadi semakin cepat... plop, plop, plop!!... Jika kita miringkan ketel lebih jauh lagi “plop” itu akan menghilang dan air akan mengalir menjadi arus yang stabil. Ke mana “plop” itu pergi? Mereka tidak pergi ke mana pun, mereka berubah menjadi arus air yang stabil. Kita harus membicarakan Dhamma seperti ini, menggunakan kiasan, karena Dhamma tidak memiliki bentuk. Apakah Dhamma berbentuk persegi ataukah bulat? Anda tidak bisa mengatakannya. Satu-satunya cara untuk membicarakannya adalah melalui kiasan seperti ini. Jangan berpikir bahwa Dhamma berada jauh dari anda. Dhamma berada bersama anda, di sekeliling anda. Perhatikanlah; satu menit anda bahagia, berikutnya sedih, berikutnya marah. Itu semua adalah Dhamma. Lihatlah hal tersebut dan pahamilah. Apa pun yang menyebabkan penderitaan, anda harus mengatasinya. Jika penderitaan masih ada, lihatlah sekali lagi, anda belum melihat dengan jelas. Jika anda bisa melihat dengan jelas anda tidak akan menderita karena penyebabnya tidak akan ada lagi. Jika penderitaan masih ada, jika anda masih harus menderita, maka anda belum berada di jalur yang benar. Di mana pun anda terjebak, kapan pun anda terlalu menderita, tepat di sana anda salah. Kapan pun anda merasa sangat bahagia hingga anda melayang-layang di atas awan, di sana, salah lagi!


Jika anda berlatih seperti ini, anda akan memiliki sati di setiap saat, di semua postur. Dengan sati, dan sampajañña, anda akan mengetahui benar dan salah, kebahagiaan dan penderitaan. Mengetahui hal-hal ini, anda akan mengetahui bagaimana menghadapi hal-hal tersebut.


Saya mengajarkan meditasi seperti ini. Saat tiba waktunya untuk duduk bermeditasi maka duduklah, itu tidak salah. Anda harus berlatih ini juga. Tetapi meditasi bukan hanya duduk. Anda harus membiarkan pikiran anda untuk sepenuhnya mengalami hal-hal, membiarkan mereka mengalir dan mempertimbangkan sifat mereka. Bagaimana anda harus mempertimbangkan mereka? Lihat mereka sebagai tidak kekal, tidak sempurna, dan tiada pemilik. Semuanya tidak pasti. “Ini sangat indah, aku benar-benar harus memilikinya.” Itu bukanlah hal yang pasti. “Aku tidak suka ini sama sekali.” Katakan pada diri anda sendiri tepat di sana, “Tidak pasti!” Apakah ini benar? Tentu saja, tidak salah. Tapi coba saja menanggapi hal-hal terlalu serius. “Aku pasti akan mendapatkan barang ini”. Anda sudah keluar dari jalur. Jangan lakukan ini. Tidak peduli seberapa besar anda menyukai sesuatu, anda harus merenungkan bahwa hal itu tidak pasti.


Beberapa jenis makanan kelihatan begitu lezat, tetapi anda tetap harus merenungkan bahwa itu bukanlah hal yang pasti. Makanan tersebut mungkin terlihat sangat meyakinkan, bahwa itu sangat lezat, namun anda tetap harus mengatakan pada diri sendiri, “Tidak pasti!” Jika anda ingin menguji apakah itu pasti atau tidak, cobalah makan makanan kesukaan anda setiap hari. Setiap hari, saya ingatkan. Pada akhirnya anda akan mengeluh, “Ini terasa tidak begitu lezat lagi.” Pada akhirnya anda akan berpikir, “Sebenarnya aku lebih suka makanan semacam itu.” Itu juga bukan hal yang pasti! Anda harus membiarkan hal-hal mengalir, sama seperti napas yang masuk dan keluar. Harus ada keduanya, napas yang masuk dan napas yang keluar, pernapasan bergantung pada perubahan. Segala sesuatu bergantung pada perubahan seperti ini.


Hal-hal ini ada pada kita, tidak di tempat lain. Jika kita tidak lagi ragu, apakah kita duduk, berdiri, berjalan, atau berbaring, kita akan merasakan ketenangan. Samādhi bukan hanya sekadar duduk. Beberapa orang duduk sampai mereka hampir tidak sadarkan diri. Mereka mungkin juga sudah mati, mereka tidak bisa membedakan utara dari selatan. Janganlah terlalu ekstrim seperti ini. Jika anda merasa ngantuk maka berjalanlah, ubahlah postur anda. Kembangkan kebijaksanaan. Jika anda benar-benar lelah, beristirahatlah. Segera setelah anda bangun maka lanjutkan latihannya, jangan biarkan diri anda hanyut dalam keadaan hampir tidak sadarkan diri. Anda harus berlatih seperti ini. Miliki akal sehat, kebijaksanaan, kehati-hatian.


Mulailah latihan dengan pikiran dan tubuh anda sendiri, melihat mereka sebagai tidak kekal. Semua hal lainnya juga sama. Ingatlah hal ini saat anda merasa bahwa makanan itu sangat lezat, anda harus katakan pada diri anda, “Bukan hal yang pasti!” Anda harus menghantamnya terlebih dahulu. Tetapi biasanya hal itu yang selalu menghantam anda, bukan? Jika anda tidak menyukai sesuatu, anda menderita karenanya. Beginilah hal-hal menghantam kita. “Jika dia menyukaiku, aku menyukainya.” Mereka menghantam kita lagi. Anda tidak pernah mendaratkan pukulan! Anda harus melihatnya seperti ini. Setiap kali anda menyukai sesuatu, katakan saja pada diri anda, “Ini bukan hal yang pasti!” Anda harus menentang kebiasaan untuk benar-benar melihat Dhamma.


Berlatihlah dalam semua postur, duduk, berdiri, berjalan, berbaring. Anda bisa mengalami kemarahan dalam postur apa saja, bukan? Anda bisa marah saat berjalan, saat duduk, saat berbaring. Anda bisa mengalami nafsu keinginan dalam postur apa saja. Jadi latihan kita harus menjangkau ke semua postur; berdiri, berjalan, duduk dan berbaring. Harus konsisten. Jangan hanya berpura-pura, lakukanlah dengan sungguh-sungguh.


Saat duduk bermeditasi, beberapa kejadian mungkin muncul. Sebelum hal itu terselesaikan, kejadian lain berpacu datang. Setiap kali hal-hal ini muncul, katakan saja pada diri anda, “Tidak pasti, tidak pasti.” Hantam saja hal itu sebelum hal itu mempunyai kesempatan untuk menghantam anda.


Nah, inilah poin pentingnya. Jika anda tahu bahwa semua hal tidak kekal, semua pemikiran anda secara bertahap akan terlepas. Saat anda merenungkan ketidakpastian dari segala sesuatu yang berlalu, anda akan melihat bahwa semua hal berjalan dengan cara yang sama. Setiap kali ada sesuatu yang timbul, yang perlu anda katakan adalah, “Oh, satu lagi!"


Pernahkah anda melihat air yang mengalir? Pernahkah anda melihat air yang diam? Jika pikiran anda tenang, itu akan seperti air yang diam namun mengalir. Pernahkah anda melihat air yang diam namun mengalir? Nah! Anda hanya pernah melihat air yang mengalir dan air yang diam, bukan? Tetapi anda belum pernah melihat air yang diam namun mengalir. Tepat di sana, tepat di mana pikiran anda tidak bisa membawa anda, meskipun pikiran tenang, anda bisa mengembangkan kebijaksanaan. Pikiran anda akan seperti air yang mengalir, namun ia diam. Hampir seperti ia diam, namun ia mengalir. Jadi saya menyebutnya “air yang diam namun mengalir.” Kebijaksanaan bisa timbul di sini.


Diterjemahkan oleh: Jayananda Gotama


1. Aturan moral dasar bagi parapraktisiBuddhis: menahan diri dari pembunuhan, mencuri, perbuatan asusila, ucapan tidak benar, mengkonsumsi zat yang melemahkan kesadaran dan kewaspadaan

bottom of page