top of page

Pelatihan Hati - Bab V | Bodhinyana

Updated: Jan 25, 2022


Ceramah yang diberikan kepada sekelompok Bhikkhu Barat dari Wat Bovornives, Bangkok, Maret, 1977

N.B. Dalam terjemahan ini digunakan kata hati di mana kata pikiran di gunakan di terjemahan lain.




Di masa Ajahn Mun1 dan Ajahn Sao2 kehidupan jauh lebih sederhana, jauh lebih tidak rumit daripada sekarang. Pada masa itu para bhikkhu hanya memiliki sedikit tugas dan upacara untuk dilakukan. Mereka hidup di hutan tanpa tempat peristirahatan yang tetap. Di sana mereka bisa mengabdikan diri mereka sepenuhnya pada latihan meditasi. Pada masa itu seorang bhikkhu jarang menjumpai kemewahan yang begitu lumrah hari ini, sama sekali tidak ada. Seorang bhikkhu harus membuat cangkir minum dan tempolong dari bambu dan orang awam jarang datang berkunjung. Seorang bhikkhu tidak ingin atau berharap banyak dan puas dengan apa yang dimilikinya. Seorang bhikkhu bisa hidup dan bernapas meditasi! Para bhikkhu menderita banyak kekurangan dengan hidup seperti ini. Jika seseorang terkena malaria dan pergi untuk meminta obat, guru akan mengatakan, “Anda tidak perlu obat! Teruslah berlatih.” Lagi pula, tidak semua obat tersedia seperti sekarang ini. Yang bhikkhu punya hanyalah herbal dan akar yang tumbuh di hutan. Lingkungannya sedemikian rupa sehingga para bhikkhu harus memiliki kesabaran dan daya tahan yang besar; mereka tidak menghiraukan penyakit ringan. Di masa sekarang anda merasa sedikit sakit dan anda pergi ke rumah sakit!


Terkadang seorang bhikkhu harus berjalan 10 sampai 12 km untuk ber-pindapata. Anda akan berangkat segera setelah hari terang dan mungkin kembali sekitar pukul 10 atau 11. Bhikkhu juga tidak mendapatkan terlalu banyak, mungkin sedikit beras ketan, garam atau beberapa cabai. Apakah anda mendapatkan sesuatu untuk dimakan dengan nasi atau tidak, tidak masalah. Begitulah keadaannya. Tidak ada yang berani mengeluh lapar atau lelah; mereka hanya tidak cenderung untuk mengeluh tetapi belajar untuk menjaga diri mereka sendiri. Mereka berlatih di dalam hutan dengan kesabaran dan daya tahan bersama dengan banyak bahaya yang mengintai di sekitar. Ada banyak binatang liar dan ganas yang hidup di dalam hutan dan ada banyak kesulitan bagi tubuh dan pikiran dalam pelaksanaan pertapaan dhutaṅga atau bhikkhu yang tinggal di hutan. Memang, kesabaran dan daya tahan para bhikkhu pada masa itu sangat luar biasa karena keadaannya memaksa mereka menjadi seperti itu. Di masa sekarang, keadaan memaksa kita ke arah yang berlawanan. Pada zaman kuno, orang harus melakukan perjalanan dengan berjalan kaki; kemudian ada pedati dan kemudian mobil. Aspirasi dan ambisi meningkat, jadi sekarang, jika mobil tidak ber-AC, orang bahkan tidak akan duduk di dalamnya; mustahil untuk pergi jika tidak ada AC! Nilai-nilai kesabaran dan daya tahan menjadi lemah dan semakin lemah. Standar untuk meditasi dan praktik semakin longgar dan semakin longgar, sampai kita menemukan bahwa para meditator akhir-akhir ini suka mengikuti opini dan keinginan mereka sendiri. Ketika orang tua berbicara tentang masa lalu, itu seperti mendengarkan mitos atau legenda. Anda hanya mendengarkan dengan biasa saja, tetapi anda tidak mengerti. Ceritanya tidak mencapai anda! Sejauh yang harus kita perhatikan tentang tradisi bhikkhu kuno, seorang bhikkhu harus menghabiskan setidaknya lima tahun dengan gurunya. Ada hari di mana anda harus menghindari berbicara dengan siapa pun. Jangan biarkan diri anda berbicara terlalu banyak. Jangan membaca buku! Sebaliknya, bacalah hati anda sendiri. Ambil Wat Pah Pong sebagai contoh. Akhir-akhir ini banyak lulusan universitas yang datang untuk ditahbiskan. Saya mencoba menghentikan mereka dari menghabiskan waktu mereka membaca buku tentang Dhamma, karena orang-orang ini selalu membaca buku. Mereka mempunyai banyak sekali kesempatan untuk membaca buku, tetapi kesempatan untuk membaca hati mereka sendiri sangat langka. Jadi, saat mereka datang untuk ditahbiskan selama tiga bulan mengikuti adat Thai, kami mencoba membuat mereka menutup buku dan manual mereka. Selama mereka ditahbiskan mereka memiliki kesempatan luar biasa ini untuk membaca hati mereka sendiri. Mendengarkan hati anda sendiri sungguh sangat menarik. Hati yang tidak terlatih ini berpacu mengikuti kebiasaannya yang tidak terlatih. Ia melompat-lompat dengan semangat, secara acak, karena ia tidak pernah dilatih. Oleh karena itu, latihlah hatimu! Meditasi Buddhis adalah tentang hati; mengembangkan hati atau pikiran, mengembangkan hati anda sendiri. Ini sangat, sangat penting. Pelatihan hati ini adalah fokus utama. Agama Buddha adalah agama hati. Hanya ini! Seseorang yang berlatih untuk mengembangkan hati adalah orang yang mempraktikkan agama Buddha. Hati kita ini hidup dalam sebuah sangkar, dan terlebih lagi, ada seekor harimau yang mengamuk di dalam sangkar itu. Jika hati kita yang tidak terkendali ini tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, ia membuat masalah. Anda harus mendisiplinkannya dengan meditasi, dengan samādhi. Ini disebut “melatih hati”. Pada awalnya, pondasi latihan adalah pembentukkan disiplin moral (sīla). Sīla adalah pelatihan tubuh dan ucapan. Dari ini timbul konflik dan kebingungan. Ketika anda tidak membiarkan diri anda melakukan apa yang anda ingin lakukan, di situ ada konflik. Makan sedikit! Tidur sedikit! Bicara sedikit! Apa pun kebiasaan duniawi yang mungkin anda miliki; kurangi mereka, lawan kekuatan mereka. Jangan hanya melakukan apa yang anda suka, jangan memanjakan pikiran anda. Berhentilah mengikuti perbudakan ini. Anda harus terus-menerus melawan arus ketaktahuan. Ini disebut “disiplin”. Ketika anda mendisiplinkan hati anda, ia menjadi sangat tidak puas dan mulai bergulat. Ia menjadi terbatasi dan tertekan. Ketika hati dicegah dari melakukan apa yang ia ingin lakukan, ia mulai mengembara dan bergulat. Penderitaan (dukkha)3 menjadi nyata bagi kita.


Dukkha ini, penderitaan ini, adalah yang pertama dari empat kesunyataan mulia. Kebanyakan orang ingin menjauh darinya. Mereka sama sekali tidak ingin memiliki penderitaan apa pun. Sebenarnya, penderitaan inilah yang memberikan kita kebijaksanaan; ia membuat kita merenungkan dukkha. Kebahagiaan (sukha) cenderung membuat kita menutup mata dan telinga kita. Ia tidak pernah membiarkan kita mengembangkan kesabaran. Kenyamanan dan kebahagiaan membuat kita lengah. Dari dua kekotoran batin ini, dukkha adalah yang paling mudah dilihat. Oleh karena itu kita harus memunculkan penderitaan demi mengakhiri penderitaan kita. Pertama-tama kita harus mengetahui apa itu dukkha sebelum kita bisa mengetahui bagaimana cara berlatih meditasi. Pada awalnya anda harus melatih hati anda seperti ini. Anda mungkin tidak mengerti apa yang sedang terjadi atau apa maksudnya, tetapi ketika guru menyuruh anda melakukan sesuatu maka anda harus melakukannya. Anda akan mengembangkan nilai-nilai kesabaran dan daya tahan. Apa pun yang terjadi, anda bertahan, karena begitulah adanya. Sebagai contoh, ketika anda mulai berlatih samādhi anda ingin kedamaian dan ketenangan. Tapi anda tidak mendapatkan apa pun. Anda tidak mendapatkan apa pun karena anda tidak pernah berlatih seperti ini. Hati anda mengatakan, “aku akan duduk sampai aku mencapai ketenangan,” tapi ketika ketenangan tidak timbul, anda menderita. Dan ketika ada penderitaan, anda bangun dan melarikan diri! Berlatih seperti ini tidak bisa disebut “mengembangkan hati”. Ini disebut “pembelotan”. Daripada memanjakan suasana hati anda, latihlah diri anda dengan Dhamma Sang Buddha. Malas atau rajin, terus saja berlatih. Tidakkah menurut anda inilah cara yang lebih baik? Cara yang lain, cara mengikui suasana hati anda, tidak akan pernah mencapai Dhamma. Jika anda mempraktikkan Dhamma, maka apa pun suasana hatinya, anda terus berlatih, berlatih secara konstan. Cara lain yang memanjakan diri bukanlah cara Sang Buddha. Ketika kita mengikuti pandangan kita sendiri tentang latihan, opini kita sendiri tentang Dhamma, kita tidak akan pernah bisa melihat dengan jelas apa yang benar dan apa yang salah. Kita tidak tahu hati kita sendiri. Kita tidak tahu diri kita sendiri. Oleh karena itu, berlatih mengikuti ajaran anda sendiri adalah cara yang paling lambat. Berlatih mengikuti Dhamma adalah cara langsung. Ketika anda malas anda berlatih; ketika anda rajin anda berlatih. Anda sadar akan waktu dan tempat. Ini disebut “mengembangkan hati”. Jika anda asyik mengikuti pandangan anda sendiri dan mencoba untuk berlatih sesuai dengan itu, anda akan mulai banyak berpikir dan ragu. Anda akan berpikir, “aku tidak punya banyak pahala. Aku tidak punya keberuntungan. Aku telah berlatih meditasi selama bertahun-tahun sekarang dan aku masih belum tercerahkan. Aku masih belum melihat Dhamma.” Berlatih dengan sikap seperti ini tidak bisa disebut “mengembangkan hati”. Ini disebut “mengembangkan bencana”. Jika, pada saat ini, anda seperti ini, jika anda adalah seorang meditator yang masih tidak tahu, yang tidak melihat, jika anda belum memperbarui diri anda, itu karena anda sudah berlatih dengan salah. Anda belum mengikuti ajaran Sang Buddha. Sang Buddha mengajar seperti ini: “Ānanda, banyaklah berlatih! Kembangkan latihanmu terus-menerus! Maka semua keraguanmu, semua ketakpastianmu, akan hilang.” Keraguan ini tidak akan pernah hilang melalui berpikir, atau melalui berteori, atau melalui spekulasi, ataupun melalui diskusi. Keraguan juga tidak akan hilang dengan tidak melakukan apa-apa. Semua kekotoran batin akan hilang melalui pengembangan hati, hanya melalui latihan benar. Cara mengembangkan hati seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha adalah kebalikan dari cara dunia, karena ajarannya berasal dari hati yang murni. Hati yang murni, tidak terikat pada kekotoran batin, adalah Jalan Sang Buddha dan para muridnya. Jika anda mempraktikkan Dhamma, anda harus membungkukkan hati anda pada Dhamma. Anda tidak boleh membuat Dhamma membungkuk kepada anda. Ketika anda berlatih seperti ini penderitaan timbul. Tidak ada seorang pun yang bisa lolos dari penderitaan ini. Jadi ketika anda memulai latihan anda penderitaan berada tepat di sana. Tugas meditator adalah mengembangkan perhatian penuh, ketenangan dan kepuasan. Hal-hal ini menghentikan kita. Mereka menghentikan kebiasaan-kebiasaan hati orang-orang yang tidak pernah dilatih. Dan kenapa kita harus repot-repot melakukan ini? Jika anda tidak berusaha melatih hati anda, maka ia tetap liar, mengikuti sifat alaminya. Memungkinkan melatih sifat itu sehingga ia bisa dimanfaatkan. Ini bisa dibandingkan dengan contoh pohon. Jika kita membiarkan pohon dalam keadaan alaminya kita tidak akan pernah bisa menggunakannya untuk membangun rumah. Kita tidak bisa membuat papan atau apa pun yang berguna untuk membangun rumah. Namun, jika seorang tukang kayu datang ingin membangun rumah, dia akan pergi mencari pohon seperti ini. Dia akan mengambil bahan mentah ini dan memanfaatkannya. Dalam waktu singkat dia bisa membangun rumah. Meditasi dan mengembangkan hati mirip seperti ini. Anda harus mengambil hati yang tidak terlatih ini, sama seperti anda mengambil pohon dalam keadaan alaminya di hutan, dan melatih hati yang alami ini sehingga ia lebih halus, sehingga ia lebih sadar akan dirinya sendiri dan lebih peka. Semuanya berada dalam keadaan alaminya. Ketika kita memahami alam, maka kita dapat mengubahnya, kita bisa lepas darinya, kita bisa melepaskannya. Maka kita tidak akan menderita lagi. Sifat hati kita sedemikian rupa sehingga setiap kali ia melekat dan menggenggam, di situ ada kegelisahan dan kebingungan. Pertama ia mungkin berkeliaran di sana, lalu ia mungkin berkeliaran di sini. Ketika kita mengamati gejolak ini, kita mungkin berpikir bahwa tidaklah mungkin melatih hati sehingga kita pun menderita karenanya. Kita tidak mengerti bahwa beginilah hati. Akan ada pikiran dan perasaan yang bergerak-gerak seperti ini meskipun kita sedang berlatih, mencoba mencapai kedamaian. Begitulah adanya. Ketika kita telah berkali-kali merenungkan sifat hati, kita akan mengerti bahwa hati ini memang seperti ini dan tidak bisa sebaliknya. Kita akan tahu bahwa sifat hati memang begitu adanya. Itulah sifatnya. Jika kita melihat ini dengan jelas, maka kita bisa lepas dari pikiran dan perasaan. Kita tidak perlu menambahkan apa pun lagi dengan terus-menerus harus mengatakan pada diri kita sendiri bahwa “memang begitulah adanya.” Ketika hati benar-benar mengerti, ia melepaskan segalanya. Pemikiran dan perasaan akan tetap ada, tetapi pemikiran dan perasaan itu akan kehilangan kekuatan. Ini mirip dengan seorang anak kecil yang suka bermain dan bercanda dengan cara yang mengganggu kita, sampai-sampai kita memarahi atau menamparnya. Kita harus memahami bahwa wajar bagi seorang anak kecil untuk bertindak seperti itu. Kemudian kita bisa melepaskan dan membiarkannya bermain dengan caranya sendiri. Jadi masalah kita berakhir. Bagaimana mereka berakhir? Karena kita menerima sifat anak-anak. Pandangan kita berubah dan kita menerima sifat sebenarnya dari hal-hal. Kita melepaskan dan hati kita menjadi lebih damai. Kita memiliki “pengertian benar”. Jika kita memiliki pengertian salah, maka bahkan hidup di dalam gua yang dalam dan gelap pun akan kacau, atau tinggal di atas angkasa pun akan kacau. Hati hanya bisa tenang ketika ada “pengertian benar”. Maka tidak ada lagi teka-teki yang harus dipecahkan dan tidak ada lagi masalah yang timbul. Beginilah adanya. Anda melepaskan. Kapan pun ada perasaan melekat, kita lepas darinya, karena kita tahu bahwa perasaan itu hanya begitu saja. Ia tidak datang secara khusus untuk mengganggu kita. Kita mungkin berpikir demikian, tapi sebenarnya ia memang begitu. Jika kita mulai berpikir dan mempertimbangkannya lebih jauh, itu juga, hanya begitu saja. Jika kita melepaskan, maka bentuk hanyalah bentuk, suara hanyalah suara, bau hanyalah bau, rasa hanyalah rasa, sentuhan hanyalah sentuhan dan hati hanyalah hati. Ini mirip dengan minyak dan air. Jika anda memasukkan keduanya ke dalam botol, mereka tidak akan bercampur karena perbedaan sifatnya. Minyak dan air berbeda dalam cara yang sama seperti orang bijak dan orang bodoh berbeda. Sang Buddha hidup dengan bentuk, suara, bau, rasa, sentuhan dan pikiran. Beliau adalah seorang arahat, jadi Beliau berpaling dari, bukannya menuju hal-hal ini. Beliau berpaling dan melepaskan sedikit demi sedikit karena Beliau mengerti bahwa hati hanyalah hati dan pikiran hanyalah pikiran. Beliau tidak bingung dan mencampurnya. Hati hanyalah hati; pikiran dan perasaan hanyalah pikiran dan perasaan. Biarkan hal-hal menjadi sebagaimana mereka adanya! Biarkan bentuk menjadi hanya bentuk, biarkan suara menjadi hanya suara, biarkan pikiran menjadi hanya pikiran. Kenapa kita harus repot-repot melekat pada mereka? Jika kita berpikir dan merasa dengan cara ini, maka ada keterlepasan dan keterpisahan. Pikiran dan perasaan kita akan berada di satu sisi dan hati kita akan berada di sisi lain. Sama seperti minyak dan air – mereka berada dalam botol yang sama tetapi mereka terpisah. Sang Buddha dan murid-muridnya yang tercerahkan hidup bersama orang-orang biasa yang belum tercerahkan. Mereka bukan hanya hidup bersama orang-orang ini, tetapi mereka juga mengajari orang-orang biasa, belum tercerahkan, tidak tahu ini bagaimana menjadi orang yang mulia, tercerahkan, dan bijaksana. Mereka bisa melakukan ini karena mereka tahu bagaimana cara berlatih. Mereka tahu bahwa ini adalah soal hati, seperti yang sudah saya jelaskan. Jadi, sejauh latihan meditasi anda berjalan, tidak perlu meragukannya. Jika kita lari dari rumah untuk ditahbiskan, itu bukan lari untuk tersesat dalam delusi. Bukan juga karena pengecut atau takut. Ini melarikan diri demi melatih diri kita sendiri, demi menguasai diri kita sendiri. Jika kita memiliki pengertian seperti ini, maka kita bisa mengikuti Dhamma. Dhamma akan menjadi semakin jelas dan semakin jelas. Seseorang yang memahami Dhamma, memahami dirinya sendiri; dan seseorang yang memahami dirinya sendiri, memahami Dhamma. Akhir-akhir ini, hanya sisa-sisa Dhamma yang steril yang menjadi tatanan yang diterima. Kenyataannya, Dhamma ada di mana-mana. Tidak perlu melarikan diri ke tempat lain. Sebagai gantinya, larilah melalui kebijaksanaan. Larilah melalui kecerdasan. Larilah melalui keterampilan, jangan melarikan diri melalui ketaktahuan. Jika anda ingin ketenangan, maka biarkanlah itu adalah ketenangan kebijaksanaan. Itu saja cukup! Kapan pun kita melihat Dhamma, di sana ada jalan yang benar, jalur yang benar. Kekotoran batin hanyalah kekotoran batin, hati hanyalah hati. Kapan pun kita melepaskan dan memisahkan sehingga hanya ada hal-hal ini sebagaimana mereka adanya, maka mereka hanyalah objek bagi kita. Ketika kita berada di jalan yang benar, maka kita sempurna. Ketika kita sempurna, ada keterbukaan dan kebebasan setiap waktu. Sang Buddha bersabda, “Dengarkan saya, para bhikkhu. Kalian tidak boleh melekat pada dhamma4 apa pun.” Apakah dhamma-dhamma ini? Mereka adalah segalanya; tidak ada apa pun yang bukan dhamma. Cinta dan benci adalah dhamma, kebahagiaan dan penderitaan adalah dhamma, suka dan tidak suka adalah dhamma; semua hal ini, tidak peduli seberapa sepelenya, adalah dhamma. Ketika kita mempraktikkan Dhamma, ketika kita mengerti, maka kita bisa melepaskan. Dan dengan demikian kita bisa mematuhi ajaran Sang Buddha untuk tidak melekat pada dhamma apa pun. Semua kondisi yang lahir di dalam hati kita, semua kondisi pikiran kita, semua kondisi tubuh kita, selalu berada dalam keadaan berubah. Sang Buddha mengajarkan untuk tidak melekat pada mereka semua. Beliau mengajari murid-muridnya untuk berlatih demi melepaskan diri dari semua kondisi dan tidak berlatih demi mencapai apa pun. Jika kita mengikuti ajaran Sang Buddha, maka kita benar. Kita benar tetapi juga menyusahkan. Bukan ajarannya yang menyusahkan, tapi kekotoran batin kita. Kekotoran batin yang secara salah dipahami menghalangi kita dan menyebabkan masalah bagi kita. Tidak ada apa pun yang menyusahkan dalam mengikuti ajaran Sang Buddha. Bahkan kita bisa katakan kalau melekat pada jalan Sang Buddha tidak membawa penderitaan, karena jalannya hanya “melepaskan” setiap dhamma! Untuk latihan tertinggi meditasi Buddhis, Sang Buddha mengajarkan praktik “melepaskan”. Jangan bawa apa pun ke mana-mana! lepaskan! Jika anda melihat kebaikan, lepaskan. Jika anda melihat kebenaran, lepaskan. Kata ini, “melepaskan”, tidak berarti bahwa kita tidak perlu berlatih. Ini artinya kita harus berlatih mengikuti metode “melepaskan” itu sendiri. Sang Buddha mengajarkan kita untuk merenungkan semua dhamma, untuk mengembangkan jalan melalui perenungan terhadap tubuh dan hati kita sendiri. Dhamma tidak di tempat lain. Ia tepat di sini! Bukan di suatu tempat yang jauh. Ia tepat di sini di tubuh dan hati kita ini.


Oleh karena itu seorang meditator harus berlatih dengan energi. Buatlah hati lebih agung dan cerah. Buatlah bebas dan mandiri. Setelah melakukan perbuatan baik, jangan bawa perbuatan itu ke mana-mana di dalam hati anda, lepaskan. Setelah menahan diri dari melakukan perbuatan jahat, lepaskan. Sang Buddha mengajarkan kita untuk hidup dalam kedekatan saat ini, di sini dan sekarang. Jangan kehilangan diri anda di masa lalu atau masa depan.


Ajaran yang paling tidak pahami orang dan yang paling bertentangan dengan opini mereka sendiri, adalah ajaran “melepaskan” atau “bekerja dengan pikiran kosong” ini. Cara berbicara ini disebut “bahasa Dhamma”. Ketika kita memikirkan ini dalam istilah duniawi, kita menjadi bingung dan berpikir bahwa kita bisa melakukan apa pun yang kita inginkan. Ini dapat diartikan seperti ini, tapi makna sesungguhnya lebih dekat dengan ini: seolah-olah kita sedang membawa batu yang berat. Setelah beberapa saat kita mulai merasakan beratnya tapi kita tidak tahu bagaimana melepaskannya. Jadi kita menanggung beban berat ini sepanjang waktu. Jika seseorang menyuruh kita membuangnya, kita berkata, “Jika aku membuangnya, aku tidak akan memiliki apa-apa lagi!” Jika diberi tahu tentang semua manfaat yang akan diperoleh dari membuangnya, kita tidak akan mempercayainya tetapi akan terus berpikir, “Jika aku membuangnya, aku tidak akan punya apa-apa!” Jadi kita terus membawa batu yang berat ini sampai kita menjadi sangat lemah dan kelelahan kita tidak bisa lagi bertahan, kemudian kita menjatuhkannya.


Setelah menjatuhkannya, kita tiba-tiba merasakan manfaat dari melepaskan. Kita segera merasa lebih baik dan lebih ringan dan kita tahu sendiri betapa bebannya membawa batu. Sebelum kita melepaskan batunya, kita tidak mungkin mengetahui manfaat dari melepaskan. Jadi, jika seseorang menyuruh kita untuk melepaskan, orang yang tidak tercerahkan tidak akan melihat tujuannya. Dia hanya akan secara membuta menggenggam batu itu dan menolak untuk melepaskannya sampai batu itu menjadi sangat berat tak tertahankan dia harus melepaskannya. Kemudian dia bisa merasakan sendiri keringanan dan kelegaan dan dengan demikian mengetahui sendiri manfaat dari melepaskan. Di kemudian harinya kita mungkin mulai membawa beban lagi, tapi sekarang kita tahu akan seperti apa hasilnya, jadi kita sekarang bisa melepaskan dengan lebih mudah. Pemahaman ini bahwa tidak ada gunanya membawa beban ke mana-mana dan bahwa melepaskan membawa kemudahan dan keringanan adalah sebuah contoh mengetahui diri kita sendiri.


Harga diri kita, rasa diri kita yang kita andalkan, sama seperti batu berat itu. Seperti batu itu, jika kita berpikir tentang melepaskan kesombongan diri, kita takut bahwa tanpanya, tidak akan ada yang tersisa. Tapi ketika akhirnya kita bisa melepaskannya, kita menyadari sendiri kemudahan dan kenyamanan dari ketidakmelekatan.


Dalam pelatihan hati, anda tidak boleh melekat pada pujian ataupun celaan. Hanya menginginkan pujian dan tidak menginginkan celaan adalah jalan dunia. Jalan Sang Buddha adalah menerima pujian ketika pantas dan menerima celaan ketika pantas. Misalnya, dalam membesarkan seorang anak, sangat baik untuk tidak hanya memarahi saja. Beberapa orang terlalu banyak memarahi. Seorang bijak tahu waktu yang tepat untuk memarahi dan waktu yang tepat untuk memuji. Hati kita juga sama. Gunakan kecerdasan untuk mengetahui hati. Gunakan keterampilan dalam menjaga hati anda. Maka anda akan menjadi orang yang pandai dalam pelatihan hati. Dan ketika hati terampil, ia bisa membebaskan kita dari penderitaan kita. Penderitaan ada tepat di sini di hati kita. Selalu memperumit hal-hal, memciptakan dan membuat hati berat. Ia lahir di sini. Ia juga mati di sini.


Jalannya hati memang seperti ini. Terkadang ada pikiran baik, terkadang ada pikiran buruk. Hati itu penipu. Jangan mempercayainya! Sebaliknya lihat langsung ke kondisi-kondisi hati itu sendiri. Terima mereka sebagaimana mereka adanya. Mereka hanyalah sebagaimana mereka adanya. Apakah baik atau jahat atau apa pun, begitulah adanya. Jika anda tidak menggenggam kondisi-kondisi ini, mereka tidak menjadi sesuatu yang lebih atau kurang dari apa yang sudah ada. Jika kita menggenggam kita akan digigit dan kemudian akan menderita.


Dengan “pandangan benar” hanya ada kedamaian. Samādhi lahir dan kebijaksanaan mengambil alih. Di mana pun anda duduk atau berbaring, di sana ada kedamaian. Ada kedamaian di mana-mana, tidak peduli ke mana pun anda pergi.


Jadi hari ini kalian telah membawa murid-murid kalian ke sini untuk mendengarkan Dhamma. Kalian mungkin mengerti sebagian, sebagiannya lagi kalian mungkin tidak mengerti. Agar kalian lebih mudah mengerti, saya telah berbicara tentang latihan meditasi. Apakah anda pikir ini benar atau tidak, kalian harus menerimanya dan merenungkannya.


Sebagai seorang guru sendiri, saya pernah mengalami kesulitan yang serupa. Saya, juga, sangat ingin mendengarkan ceramah Dhamma karena, ke mana pun saya pergi, saya memberikan ceramah kepada orang lain tetapi tidak pernah memiliki kesempatan untuk mendengarkan. Jadi, pada saat ini, kalian sangat menghargai mendengarkan sebuah ceramah dari seorang guru. Waktu berlalu begitu cepat ketika kalian duduk dan mendengarkan dengan tenang. Kalian lapar akan Dhamma jadi kalian benar-benar ingin mendengarkan. Awalnya, memberikan ceramah kepada orang lain adalah sebuah kesenangan, tapi setelah beberapa waktu, kesenangan itu hilang. Anda merasa bosan dan lelah. Kemudian anda ingin mendengarkan. Jadi ketika anda mendengarkan sebuah ceramah dari seorang guru, anda merasakan banyak inspirasi dan anda mengerti dengan mudah. Ketika anda semakin tua dan ada rasa lapar akan Dhamma, rasanya sangat lezat.


Menjadi seorang guru bagi orang lain, kalian adalah contoh bagi mereka, kalian adalah teladan bagi para bhikkhu lainnya. Kalian adalah teladan bagi murid-murid kalian. Kalian adalah teladan bagi semua orang, jadi jangan lupakan diri kalian sendiri. Tapi jangan pikirkan diri kalian sendiri juga. Jika pikiran seperti itu timbul, singkirkan mereka. Jika kalian melakukan ini maka kalian akan menjadi orang yang mengetahui dirinya sendiri.


Ada sejuta cara untuk mempraktikkan Dhamma. Tidak ada akhirnya terhadap hal-hal yang bisa dikatakan tentang meditasi. Ada banyak hal yang bisa membuat kita ragu. Teruslah sapu mereka, maka tidak ada lagi keraguan! Ketika kita memiliki pengertian benar seperti ini, tidak peduli di mana kita duduk atau berjalan, ada kedamaian dan kemudahan. Di mana pun kita bermeditasi, di sanalah anda membawa kesadaran anda. Jangan menganggap bahwa seseorang hanya bermeditasi sewaktu duduk atau berjalan saja. Semuanya dan di mana saja adalah latihan kita. Ada kesadaran di setiap saat. Ada perhatian penuh di setiap saat. Kita bisa melihat kelahiran dan kematian pikiran dan tubuh setiap saat dan kita tidak membiarkannya mengacaukan hati kita. Lepaskan secara konstan. Jika cinta datang, biarkan ia kembali ke rumahnya. Jika keserakahan datang, biarkan ia pulang ke rumah. Jika kemarahan datang, biarkan ia pulang ke rumah. Ikuti mereka! Di mana mereka tinggal? Kemudian antar mereka ke sana. Jangan simpan apa pun. Jika anda berlatih seperti ini anda seperti rumah kosong. Atau, dijelaskan dengan cara lain, ini adalah hati yang kosong, hati yang kosong dan bebas dari segala kejahatan. Kita menyebutnya “hati yang kosong”, tapi itu bukanlah kosong seolah-olah tidak ada apa-apa, ia kosong dari kejahatan tetapi dipenuhi dengan kebijaksanaan. Maka apa pun yang anda lakukan, anda akan melakukannya dengan kebijaksanaan. Anda akan berpikir dengan kebijaksanaan. Anda akan makan dengan kebijaksanaan. Hanya akan ada kebijaksanaan.


Inilah ajaran untuk hari ini dan saya mempersembahkannya kepada kalian. Saya sudah merekamnya dalam kaset. Jika mendengarkan Dhamma membuat hati anda damai, itu sudah cukup. Kalian tidak perlu mengingat apa pun. Beberapa mungkin tidak percaya ini. Jika kita membuat hati kita damai dan hanya mendengarkan, membiarkannya berlalu tetapi merenungkan terus-menerus seperti ini, maka kita seperti tape rekorder. Setelah beberapa waktu ketika kita menghidupkannya, semuanya ada di sana. Jangan takut bahwa tidak akan ada apa-apa. Segera setelah kalian menghidupkan tape rekorder kalian, semuanya ada di sana.


Saya ingin mempersembahkan ini kepada setiap bhikkhu dan kepada semua orang. Beberapa dari kalian mungkin hanya tahu sedikit bahasa Thailand, tapi itu tidak masalah. Semoga kalian belajar bahasa Dhamma. Itu sudah cukup bagus!



Diterjemahkan oleh: Jayananda Gotama 1. Ajahn Mun: Mungkin guru meditasi yang paling dihormati dan paling berpengaruh pada abad ini di Thailand. Dibawah bimbingannya tradisi pertapaan hutan (dhutaṅga kammaṭṭhāna) menjadi tradisi yang sangat penting dalam kebangkitan latihan meditasi Buddhis. Mayoritas guru agung meditasi Thailand yang akhir-akhir ini wafat dan yang saat ini masih hidup adalah antara murid langsung dari Y.M. Ajahn atau sangat dipengaruhi oleh ajarannya. Ajahn Mun wafat pada bulan November 1949. 2. Ajahn Sao: Guru Ajahn Mun. 3. Dukkha: mengacu pada ketidakpuasan, ketidaklengkapan, ketidaksempurnaan, ketidakamanan yang tersirat dari semua fenomena yang terkondisi, yang, karena mereka selalu berubah-ubah, selalu menyebabkan penderitaan. Dukkha mengacu pada pada semua bentuk ketidaknyamanan mulai dari rasa sakit tubuh yang kasar dan penderitaan yang tersirat dalam usia tua, penyakit dan kematian, ke perasaan halus seperti berpisah dari apa yang kita sukai atau berhubungan dengan apa yang tidak kita sukai, hingga ke keadaan mental yang halus seperti kejemuan, kebosanan, keresahan, kegelisahan, dll. Ini adalah salah satu konsep yang paling sering disalahpahami dan salah satu yang paling penting untuk perkembangan spiritual. 4. Dhamma dan dhamma: mohon perhatikan berbagai arti dari kata "Dhamma" (hukum pembebasan yang ditemukan dan dinyatakan oleh Sang Buddha), dan dhamma (kualitas, benda, objek pikiran apa pun dan/atau fenomena apa pun yang berkondisi dan tidak berkondisi). Terkadang maknanya juga tumpang tindih.


bottom of page