top of page

Lakukan Saja! - bab VIII | Bodhinyana

Updated: Feb 3, 2022


Sebuah ceramah yang meriah, dalam dialek Lao, diberikan kepada pertemuan para bhikkhu yang baru ditahbiskan di Wat Pah Pong pada hari memasuki masa vassa, july 1978.


N.B. Terjemahan berbeda dari ceramah ini telah diterbitkan di tempat lain dengan judul: “Start Doing It!”




Teruslah menarik napas dan mengembuskan napas seperti ini. Jangan tertarik pada hal lain. Jangan pedulikan bahkan jika seseorang sedang berdiri dengan kepalanya di bawah dan pantatnya di udara. Jangan memperhatikannya. Tetaplah pada napas masuk dan napas keluar. Konsentrasikan kesadaran kalian pada napas. Terus lakukan saja. Jangan mengambil apa pun. Tidak perlu berpikir tentang mendapatkan hal-hal. Sama sekali jangan mengambil apa pun. Cukup ketahui napas masuk dan napas keluar. Napas masuk dan napas keluar. Bud pada napas masuk; dho pada napas keluar. Tinggallah pada napas dengan cara ini sampai kalian sadar akan napas masuk dan sadar akan napas keluar, sadar akan napas masuk dan sadar akan napas keluar. Sadari dengan cara ini sampai pikiran tenang, tanpa ada gangguan, tanpa ada kegelisahan, hanya napas yang keluar dan masuk. Biarkan pikiran anda menetap dalam keadaan ini. Kalian belum membutuhkan tujuan. Keadaan ini adalah tahap pertama dari latihan. Jika pikiran sedang tenang, jika ia sedang damai, ia akan secara alami sadar. Saat anda terus melakukannya, napas berkurang, menjadi lebih lembut. Tubuh menjadi lentur, pikiran menjadi lentur. Ini adalah proses alami. Duduk itu nyaman; anda tidak bosan, anda tidak mengangguk, anda tidak mengantuk. Pikiran memiliki kelancaran alami tentang apa pun yang dilakukannya. Ia diam. Ia sedang tenang. Kemudian saat anda meninggalkan samādhi, anda berkata pada diri sendiri, “Wow, apa itu tadi?” anda mengingat kedamaian yang baru saja anda alami, dan anda tidak pernah melupakannya.

Hal-hal yang mengikuti kita disebut sati, kekuatan perhatian penuh, dan sampajañña, kesadaran diri. Apa pun yang kita katakan atau lakukan, ke mana pun kita pergi, dengan patta atau apa pun, dalam menyantap makanan, mencuci patta kita, maka sadarilah tentang apa itu semua. Selalu sadar. Ikuti pikiran. Ketika anda berlatih meditasi jalan (caṅkama), buatlah jalan setapak, katakanlah dari satu pohon ke pohon lain, panjangnya sekitar lima belas meter. Caṅkama jalan sama dengan meditasi duduk. Fokuskan kesadaran anda: “sekarang, saya akan berusaha. Dengan perhatian penuh dan kesadaran diri yang kuat, saya akan menenangkan pikiran saya.” Objek konsentrasi tergantung pada orangnya. Temukan apa yang cocok untuk anda. Beberapa orang menyebarkan mettā kepada semua makhluk dan kemudian memulai dengan kaki kanannya, berjalan dengan laju normal, menggunakan mantra “Buddho” bersamaan dengan berjalan, terus-menerus menyadari objek itu. Jika pikiran menjadi gelisah, berhenti, tenangkan pikiran kemudian lanjutkan berjalan, terus-menerus sadar diri. Sadar di awal jalan, sadar di setiap tahap jalan, awal, tengah dan akhir. Buatlah kesadaran ini sinambung. Ini adalah sebuah metode, berfokus pada caṅkama jalan. Caṅkama jalan berarti berjalan bolak-balik. Ini tidak mudah. Beberapa orang melihat kita berjalan bolak-balik dan mengira kita gila. Mereka tidak menyadari bahwa caṅkama jalan memunculkan kebijaksanaan yang luar biasa. Berjalan bolak-balik. Jika anda lelah maka berdirilah dan diamkan pikiran anda. Fokus membuat pernapasan nyaman. Ketika sudah cukup nyaman maka alihkan perhatian ke berjalan lagi. Postur tubuh berubah dengan sendirinya. Berdiri, berjalan, duduk, berbaring. Mereka berubah. Kita tidak bisa hanya duduk sepanjang waktu, berdiri sepanjang waktu atau berbaring sepanjang waktu. Karena kita harus menghabiskan waktu kita dengan postur-postur berbeda ini, buatlah keempat postur itu bermanfaat. Inilah tindakannya. Kita terus melakukannya. Ini tidak mudah. Untuk membuatnya mudah dibayangkan, ambil gelas ini dan letakkan di sini selama dua menit. Ketika sudah dua menit, pindahkan ke sana selama dua menit. Lalu pindahkan ke sini selama dua menit. Terus lakukan itu. Lakukan lagi dan lagi sampai anda mulai menderita, sampai anda ragu, sampai kebijaksanaan timbul. “Apa yang sedang saya pikirkan, mengangkat gelas ke belakang dan ke depan seperti orang gila.” Pikiran akan berpikir dengan cara kebiasaannya sesuai dengan fenomena. Tidak peduli apa yang orang katakan. Terus saja angkat gelas itu. Setiap dua menit, oke – jangan melamun, bukan lima menit. Segera setelah dua menit berlalu, pindahkan ke sini. Fokus pada itu. Ini adalah soal tindakan. Melihat napas masuk dan napas keluar juga sama. Duduk dengan kaki kanan anda bertumpu pada kaki kiri anda, duduk tegak, perhatikan napas masuk sepenuhnya sampai ia benar-benar hilang di dalam perut. Ketika napas masuk selesai maka biarkan napas keluar sampai paru-paru kosong. Jangan paksakan. Tidak masalah seberapa panjang atau pendek atau lembutnya napas; biarkan saja tepat untuk anda. Duduk dan perhatikan napas masuk dan napas keluar, buat diri anda nyaman dengan itu. Jangan biarkan pikiran anda tersesat. Jika ia tersesat maka berhentilah, lihat ke mana ia pergi, kenapa ia tidak mengikuti napas. Kejar ia dan bawa ia kembali. Buat dia untuk tinggal dengan napas, dan, tidak diragukan lagi, suatu hari anda akan melihat hadiahnya. Terus lakukan saja. Lakukanlah seolah-olah anda tidak akan mendapatkan apa-apa, seolah-olah tidak akan ada yang terjadi, seolah-olah anda tidak tahu siapa yang melakukannya, tetapi tetap melakukannya. Seperti padi di dalam lumbung. Anda mengeluarkannya dan menaburnya di ladang, seolah-olah anda membuangnya. Anda menaburnya di seluruh ladang, tanpa ada minat padanya, namun ia bertunas, tanaman padi tumbuh. Anda mentransplantasikannya dan anda mendapatkan padi hijau yang cantik. Itulah apa yang dimaksudkan. Ini juga sama. Duduk saja. Terkadang anda mungkin berpikir, “kenapa saya memperhatikan napas dengan begitu saksama? Meskipun saya tidak memperhatikannya, ia akan tetap terus masuk dan keluar.” Nah, anda akan selalu menemukan sesuatu untuk dipikirkan. Itu adalah pandangan. Itu adalah ekspresi pikiran. Lupakan. Teruslah mencoba dan mencoba lagi dan membuat pikiran menjadi tenang. Setelah pikiran tenang, napas akan berkurang, tubuh akan menjadi rileks, pikiran akan menjadi halus. Mereka akan berada dalam keadaan seimbang sampai seolah-olah tidak ada napas, tapi tidak ada yang terjadi pada anda. Ketika anda mencapai titik ini, jangan panik, jangan berdiri dan lari keluar, karena anda pikir anda sudah berhenti bernapas. Ini hanya berarti bahwa pikiran anda tenang. Anda tidak perlu melakukan apa pun. Duduk saja di sana dan lihat pada apa pun yang ada. Terkadang anda mungkin bertanya-tanya, “Eh, apakah saya bernapas?” Ini adalah kesalahan yang sama. Ini adalah pikiran yang berpikir. Apa pun yang terjadi, biarkan hal-hal berjalan secara alami, tidak peduli perasaan apa yang timbul. Ketahuilah, lihatlah. Tapi jangan tertipu olehnya. Terus lakukan, terus lakukan. Lakukan dengan sering. Setelah makan, gantung jubah anda, dan langsung menuju ke jalan meditasi jalan. Terus pikirkan Buddho, Buddho. Pikirkan sepanjang waktu bahwa anda sedang berjalan. Berkonsentrasi pada kata Buddho saat anda berjalan. Auskan jalannya, auskan sampai menjadi parit dan sampai setengah betis anda, atau sampai ke lutut anda. Teruslah berjalan. Bukan sekadar berjalan dengan cara asal-asalan, berpikir tentang ini dan itu sepanjang jalan, kemudian pergi ke gubuk anda dan melihat alas tidur anda, “Sungguh mengundang!” lalu berbaring dan mendengkur seperti seekor babi. Jika anda melakukan itu anda sama sekali tidak akan mendapatkan apa-apa dari latihan. Terus lakukan sampai anda muak lalu lihat seberapa jauh kemalasan itu. Terus lihat sampai anda tiba di ujung kemalasan. Apa pun yang anda alami, anda harus melewatinya sepenuhnya sebelum anda mengatasinya. Bukannya anda bisa hanya mengulang kata “damai” kepada diri sendiri kemudian segera setelah anda duduk, anda berharap kedamaian akan timbul seperti mengklik tombol, dan saat tidak timbul, anda menyerah, malas. Jika itu persoalannya anda tidak akan pernah bisa damai. Ini mudah untuk dibicarakan dan sulit untuk dilakukan. Ini seperti bhikkhu yang berpikir untuk lepas jubah dan berkata, “Bertani padi nampaknya tidak terlalu sulit bagiku. Aku akan lebih baik menjadi seorang petani padi.” Mereka mulai bertani tanpa mengetahui tentang sapi atau kerbau, garu atau bajak, tidak ada sama sekali. Mereka menemukan bahwa saat anda berbicara tentang bertani kedengarannya mudah, tapi ketika anda benar-benar mencobanya, anda akan tahu persis apa kesulitannya. Semua orang ingin mencari kedamaian dengan cara itu. Sebenarnya, kedamaian memang terletak di sana, tetapi anda belum mengetahuinya. Anda bisa mengikutinya, anda bisa membicarakannya sebanyak yang anda suka, tapi anda tidak akan tahu apa itu. Jadi, lakukanlah. Ikuti sampai anda tahu selaju dengan napas, konsentrasi pada napas menggunakan mantra “Buddho”. Hanya sebanyak itu. Jangan biarkan pikiran mengembara ke mana-mana. Pada saat ini miliki pengetahuan ini. Lakukan ini. Belajar sebanyak ini saja. Terus lakukan saja, lakukan dengan cara ini. Jika anda mulai berpikir bahwa tidak ada apa pun yang terjadi, lanjutkan saja. Lanjutkan saja dan anda akan mengetahui napas. Oke, jadi cobalah! Jika anda duduk dengan cara ini dan pikiran menguasainya, pikiran akan mencapai suatu keadaan “tepat” yang optimal. Ketika pikiran damai, kesadaran diri timbul secara alami. Kemudian jika anda ingin duduk sepanjang malam, anda tidak merasakan apa-apa, karena pikiran menikmati dirinya sendiri. Ketika anda sampai sejauh ini, ketika anda menguasainya, maka anda mungkin merasa anda ingin memberikan ceramah Dhamma kepada teman-teman anda sampai sapi-sapi pulang rumah. Terkadang begitulah yang terjadi. Seperti saat Por Sang1 masih seorang sāmaṇera. Suatu malam dia sudah caṅkama jalan kemudian mulai duduk. Pikirannya menjadi jernih dan tajam. Dia ingin membabarkan Dhamma. Dia tidak bisa berhenti. Saya mendengar suara seseorang mengajar di hutan bambu itu, benar-benar keras. Saya pikir, “Apakah itu seseorang yang memberikan ceramah Dhamma, atau apakah itu suara seseorang yang mengeluh tentang sesuatu?” Suaranya tidak berhenti. Jadi saya mengambil senter saya dan pergi untuk melihat. Saya benar. Di sana di dalam hutan bambu, duduk bersila dalam cahaya lentera, adalah Por Sang, berbicara begitu cepat saya tidak bisa mengikutinya.


Jadi saya memanggilnya, “Por Sang, apakah anda sudah gila?”

Dia berkata, “Saya tidak tahu apa ini, saya hanya ingin membicarakan Dhamma. Saya duduk dan saya harus berbicara, saya berjalan dan saya harus berbicara. Saya harus membabarkan Dhamma sepanjang waktu. Saya tidak tahu di mana ini akan berakhir.”

Saya berpikir, “Ketika orang mempraktikkan Dhamma, tidak ada batasan terhadap hal-hal yang bisa terjadi.”


Jadi, terus lakukanlah, jangan berhenti. Jangan ikuti suasana hati anda. Lawanlah kebiasaan. Berlatihlah ketika anda merasa malas dan berlatihlah ketika anda merasa rajin. Berlatihlah saat anda duduk dan berlatihlah saat anda berjalan. Saat anda berbaring, fokus pada pernapasan anda dan katakan pada diri anda, “Saya tidak akan menikmati kesenangan berbaring.” Ajarkan hati anda dengan cara ini. Bangunlah segera setelah anda terjaga, dan lanjutlah berusaha.


Makan, katakan pada diri anda, “Saya menyantap makanan ini, tidak dengan nafsu keinginan, tapi sebagai obat, untuk menopang tubuh saya selama satu hari dan satu malam, hanya agar saya dapat melanjutkan latihan saya.”


Saat anda berbaring, ajari pikiran anda. Saat anda makan, ajari pikiran anda. Pertahankan sikap itu terus-menerus. Jika anda akan berdiri, maka sadarilah itu. Jika anda akan berbaring, maka sadarilah itu. Apa pun yang anda lakukan, sadarilah. Saat anda berbaring, berbaringlah miring ke kanan dan fokus pada napas, menggunakan mantra Buddho sampai anda tertidur. Kemudian saat anda bangun, seolah-olah Buddho sudah ada di sana sepanjang waktu, tidak terputus. Agar kedamaian timbul, perlu ada perhatian penuh setiap waktu. Jangan memperhatikan orang lain. Jangan tertarik pada urusan orang lain; cukup tertarik pada urusan anda sendiri saja.


Ketika anda melakukan meditasi duduk, duduklah dengan tegak; jangan menyandarkan kepala anda terlalu jauh ke belakang atau terlalu jauh ke depan. Pertahankan postur “tepat” yang seimbang seperti gambar Buddha. Maka pikiran anda akan menjadi cerah dan jernih.


Bertahan; selama yang anda bisa sebelum mengubah postur anda. Jika sakit, biarkan sakit. Jangan terburu-buru mengubah posisi anda. Jangan berpikir, “Oh! Ini terlalu berlebihan. Istirahat.” Bertahanlah dengan sabar sampai rasa sakitnya mencapai puncak, lalu bertahan sedikit lagi.


Bertahan, bertahan sampai anda tidak bisa mempertahankan mantra “Buddho”. Kemudian ambil titik di mana sakit itu sebagai objek anda. “Oh! Sakit. Sakit. Sangat sakit.” Anda bisa membuat sakit itu objek meditasi anda daripada “Buddho”. Fokus pada sakit itu terus-menerus. Tetap duduk. Saat rasa sakit sudah mencapai batasnya, lihat apa yang terjadi.


Sang Buddha mengatakan bahwa rasa sakit timbul dengan sendirinya dan menghilang dengan sendirinya. Biarkan ia mati; jangan menyerah. Terkadang anda mungkin berkeringatan. Butiran besar, sebesar biji jagung bergulir jatuh ke dada anda. Tapi ketika anda telah melewati perasaan menyakitkan sekali, maka anda akan tahu semua tentang itu. Terus lakukanlah. Jangan paksakan diri anda terlalu banyak. Terus saja berlatih dengan mantap.


Sadarilah saat anda sedang makan. Anda mengunyah dan menelan. Ke mana makanan itu pergi? Ketahuilah makanan apa yang cocok dengan anda dan makanan apa yang tidak cocok dengan anda. Coba ukur jumlah makanannya. Saat anda makan, teruslah perhatikan dan saat anda merasa bahwa setelah lima suap lagi anda akan kenyang, berhenti dan minum air, dan anda akan makan dengan jumlah yang tepat. Cobalah. Lihatlah apakah anda bisa melakukannya atau tidak. Tapi itu bukanlah cara yang biasanya kita lakukan. Ketika kita merasa kenyang kita mengambil lima suap lagi. Itulah yang disuruh pikiran kepada kita. Ia tidak tahu bagaimana cara mengajari dirinya sendiri.


Sang Buddha memberi tahu kita untuk terus mengawasi saat kita makan. Berhenti lima suap sebelum anda kenyang dan minum air dan itu akan tepat. Jika anda duduk atau berjalan setelahnya, maka anda tidak merasa berat. Meditasi anda akan meningkat. Tapi kita tidak ingin melakukannya. Kita kenyang dan kita mengambil lima suap lagi. Begitulah nafsu keinginan dan kekotoran batin, ia berjalan berbeda dari ajaran Sang Buddha. Seseorang yang kurang memiliki keinginan yang tulus untuk melatih pikiran mereka tidak akan mampu melakukannya. Terus awasi pikiran anda.


Waspadalah dengan tidur. Keberhasilan anda akan bergantung pada kesadaran akan cara-cara yang terampil. Terkadang waktu anda pergi tidur bisa berbeda, beberapa malam anda cepat tidur dan di lain waktu larut malam. Tapi cobalah berlatih seperti ini: jam berapa pun anda pergi tidur, tidurlah satu rentang waktu saja. Begitu anda terjaga, segera bangun. Jangan kembali tidur. Apakah anda tidur lama atau sebentar, cukup tidur satu rentang waktu saja. Buatlah resolusi bahwa begitu anda terjaga, meskipun anda belum cukup tidur, anda akan bangun, mencuci muka, kemudian mulai jalan caṅkama atau duduk bermeditasi. Ketahui bagaimana melatih diri anda dengan cara ini. Ini bukanlah sesuatu yang bisa anda ketahui dengan mendengarkan orang lain. Anda akan tahu melalui melatih diri sendiri, melalui latihan, melalui melakukannya. Jadi saya memberi tahu kalian untuk berlatih.


Pelatihan hati ini sulit. Ketika anda melakukan meditasi duduk, maka biarkan pikiran anda memiliki hanya satu objek. Biarkan ia tinggal dengan napas masuk dan napas keluar dan pikiran anda akan secara bertahap menjadi tenang. Jika pikiran anda dalam kekacauan, maka ia akan memiliki banyak objek. Misalnya, segera setelah anda duduk, apakah anda memikirkan rumah anda? Beberapa orang berpikir untuk makan mie. Ketika anda pertama kali ditahbiskan anda merasa lapar, bukan? Anda ingin makan dan minum. Anda memikirkan semua jenis makanan. Pikiran anda menjadi gila. Jika itu yang akan terjadi, maka biarkan saja. Tapi segera setelah anda mengatasinya, maka itu akan menghilang.


Lakukan! Pernahkah anda berjalan caṅkama? Seperti apa saat anda berjalan? Apakah pikiran anda mengembara? Jika iya, maka berhenti dan biarkan ia kembali. Jika ia sering mengembara, maka jangan bernapas. Tahan napas anda sampai paru-paru anda akan meledak. Ia akan kembali dengan sendirinya. Tidak peduli seberapa buruknya, jika ia berpacu ke mana-mana, maka tahan napas anda. Saat paru-paru anda akan meledak, pikiran anda akan kembali. Anda harus memberikan energi ke pikiran. Melatih pikiran tidak seperti melatih binatang. Pikiran benar-benar sulit untuk dilatih. Jangan mudah putus asa. Jika anda menahan napas anda, anda tidak akan bisa memikirkan apa pun dan pikiran akan kembali kepada anda dengan sendirinya.


Seperti air di dalam botol ini. Saat kita memiringkannya secara perlahan maka airnya menetes; drip… drip… drip. Tapi ketika kita lebih memiringkan botolnya lagi, air mengalir dalam aliran yang terus-menerus, tidak dalam tetesan terpisah seperti sebelumnya. Perhatian penuh kita juga sama. Jika kita mempercepat usaha kita, berlatih dengan cara yang merata dan sinambung, perhatian penuh tidak akan terputus seperti aliran air. Tidak masalah apakah kita sedang berdiri, berjalan, duduk atau berbaring, pengetahuan itu tidak terputus, mengalir seperti aliran air.


Pelatihan hati kita adalah seperti ini. Setelah beberapa saat, ia memikirkan ini dan memikirkan itu. Ia gelisah dan perhatian penuh tidak sinambung. Tapi apa pun yang ia pikirkan, jangan pedulikan, terus berusaha saja. Itu akan seperti tetesan air yang menjadi semakin sering sampai mereka bergabung dan menjadi sebuah aliran. Maka pengetahuan kita akan menyeluruh. Berdiri, duduk, berjalan atau berbaring, apa pun yang anda lakukan, yang mengetahui ini akan menjaga anda.


Mulailah sekarang. Cobalah. Tapi jangan terburu-buru. Jika anda hanya duduk di sana mengamati untuk melihat apa yang akan terjadi, anda akan menyia-nyiakan waktu anda. Jadi berhati-hatilah. Jika anda berusaha terlalu keras, anda tidak akan berhasil; tapi jika anda tidak berusaha sama sekali, maka anda juga tidak akan berhasil.



Diterjemahkan oleh: Jayananda Gotama




1. Por Sang: seorang bhikkhu yang tinggal di biara.

N.B. Por adalah kata Thai untuk “ayah”. Por digunakan dalam konteks keluarga dan rasa hormat yang mendalam untuk seseorang.


bottom of page