top of page

Hidup Bersama Ular Kobra - bab VI | Bodhinyana

Updated: Jan 27, 2022


Sebuah ceramah singkat yang diberikan sebagai instruksi terakhir kepada seorang wanita Inggris tua yang menghabiskan dua bulan di bawah bimbingan Ajahn Chah pada akhir tahun 1978 dan awal tahun 1979.




Ceramah singkat ini untuk kepentingan seorang murid baru yang akan segera kembali ke London. Semoga ini dapat membantu anda memahami ajaran yang telah anda pelajari di sini di Wat Pah Pong. Sederhananya, ini adalah latihan untuk terbebas dari penderitaan dalam siklus kelahiran dan kematian. Untuk melakukan latihan ini, ingatlah untuk menganggap semua aktivitas pikiran yang berbeda, semua yang anda sukai dan semua yang anda tidak sukai, dengan cara yang sama seperti anda menganggap seekor ular kobra. Kobra adalah seekor ular yang sangat berbisa, cukup berbisa untuk menyebabkan kematian jika ia menggigit kita. Dan begitu juga dengan suasana hati kita; suasana hati yang kita sukai berbisa; suasana hati yang tidak kita sukai juga berbisa. Mereka mencegah pikiran kita untuk bebas dan menghalangi pemahaman kita tentang kebenaran seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha. Oleh karena itu, penting untuk berusaha mempertahankan perhatian penuh kita sepanjang siang dan malam. Apa pun yang anda lakukan, apakah berdiri, duduk, berbaring, berbicara atau apa pun, anda harus lakukan dengan perhatian penuh. Ketika anda mampu menegakkan perhatian penuh ini, anda akan menemukan bahwa akan timbul pemahaman jelas yang terkait dengannya, dan kedua kondisi ini akan menghasilkan kebijaksanaan. Dengan demikian, perhatian penuh, pemahaman jelas dan kebijaksanaan akan bekerja bersama, dan anda akan menjadi seperti seseorang yang terjaga baik siang maupun malam. Ajaran-ajaran ini yang ditinggalkan oleh Sang Buddha kepada kita bukanlah ajaran yang hanya untuk didengarkan saja, atau hanya diserap pada tingkat intelektual. Ini adalah ajaran-ajaran yang melalui latihan dapat dibuat untuk timbul dan diketahui di dalam hati kita. Ke mana pun kita pergi, apa pun yang kita lakukan, kita harus memiliki ajaran-ajaran ini. Dan apa yang kita maksud dengan “memiliki ajaran-ajaran ini” atau “memiliki kebenaran,” adalah bahwa, apa pun yang kita lakukan atau katakan, kita lakukan dan katakan dengan kebijaksanaan. Ketika kita berpikir dan merenung, kita melakukannya dengan kebijaksanaan. Kita katakan bahwa seseorang yang memiliki perhatian penuh dan pemahaman jelas yang digabungkan dengan cara ini dengan kebijaksanaan, adalah orang yang dekat dengan Buddha. Ketika anda pergi dari sini, anda harus berlatih membawa semuanya kembali ke pikiran anda sendiri. Lihatlah pikiran anda dengan perhatian penuh dan pemahaman jelas ini dan kembangkan kebijaksanaan ini. Dengan tiga kondisi ini akan timbul sebuah “melepaskan”. Anda akan mengetahui timbul dan berlalu yang konstan dari semua fenomena. Anda harus tahu bahwa apa yang timbul dan berlalu hanyalah aktivitas pikiran. Ketika sesuatu timbul, ia berlalu dan diikuti oleh timbul dan berlalu selanjutnya. Dalam Jalan Dhamma kita sebut timbul dan berlalu ini “kelahiran dan kematian”; dan ini adalah segalanya – hanya ini! Ketika penderitaan timbul, ia berlalu, dan, ketika ia telah berlalu, penderitaan timbul lagi1. Hanya ada penderitaan yang timbul dan berlalu. Ketika anda melihat sebanyak ini, anda akan mampu untuk mengetahui secara konstan timbul dan berlalu ini. Ketika pengetahuan anda konstan, anda akan melihat bahwa sebenarnya semuanya hanya begini. Semuanya hanya kelahiran dan kematian. Bukannya seperti ada sesuatu yang terus berlanjut. Hanya ada timbul dan berlalu ini sebagaimana adanya – itu saja. Penglihatan semacam ini akan menimbulkan sebuah perasaan tenang tentang kejemuan terhadap dunia. Perasaan seperti ini timbul ketika kita melihat bahwa sebenarnya tidak ada apa pun yang layak diinginkan; hanya ada timbul dan berlalu, suatu makhluk lahir diikuti oleh kematian. Ini adalah saat pikiran tiba pada “melepaskan”, membiarkan segala sesuatu pergi sesuai dengan sifatnya sendiri. Hal-hal timbul dan berlalu di dalam pikiran kita, dan kita tahu. Saat kebahagiaan timbul, kita tahu; saat ketakpuasan timbul, kita tahu. “Mengetahui kebahagiaan” ini berarti bahwa kita tidak mengidentifikasikannya sebagai milik kita. Demikian juga dengan ketakpuasan dan ketakbahagiaan, kita tidak mengidentifikasi mereka sebagai milik kita. Saat kita tidak lagi mengidentifikasi dan melekat pada kebahagiaan dan penderitaan, maka yang tersisa bagi kita hanya jalan alaminya hal-hal. Jadi kita katakan bahwa aktivitas mental itu seperti ular kobra berbisa yang mematikan. Jika kita tidak mengganggu ular kobra, ia akan pergi dengan caranya sendiri. Meskipun ia mungkin sangat berbisa, kita tidak terdampak olehnya. Kita tidak mendekatinya atau memegangnya, dan ia tidak menggigit kita. Kobra melakukan apa yang biasanya dilakukan kobra. Begitulah adanya. Jika anda pintar anda akan membiarkannya saja. Biarkan apa yang tidak baik – biarkan ia sesuai dengan sifatnya sendiri. Juga biarkan apa yang baik. Biarkan kesukaan dan ketidaksukaan anda – dengan cara yang sama seperti anda tidak mengganggu ular kobra. Jadi, orang yang cerdas akan memiliki sikap seperti ini terhadap berbagai suasana hati yang timbul di dalam pikirannya. Saat kebaikan timbul, kita membiarkannya menjadi baik, tetapi kita juga mengetahuinya. Kita memahami sifatnya. Sama halnya juga, kita membiarkan yang tidak baik, kita membiarkannya sesuai dengan sifatnya. Kita tidak memegangnya karena kita tidak menginginkan apa pun. Kita tidak ingin kejahatan, maupun kebaikan. Kita tidak menginginkan keberatan ataupun keringanan, kebahagiaan atau penderitaan. Ketika, dengan cara ini, keinginan kita berakhir, kedamaian ditegakkan dengan kukuh. Saat kita memiliki kedamaian seperti ini berdiri di dalam pikiran kita, kita bisa bergantung padanya. Kedamaian ini, kita katakan, timbul dari kebingungan. Kebingungan telah berakhir. Sang Buddha menyebut pencapaian kecerahan terakhir sebuah “pemadaman”, dengan cara yang sama seperti api yang dipadamkan. Kita memadamkan api di tempat di mana ia muncul. Di mana ada panas, di sanalah kita bisa membuatnya sejuk. Demikian pula dengan kecerahan.Nibbāna ditemukan di dalam saṃsāra1. Kecerahan dan delusi ada di tempat yang sama, seperti halnya panas dan dingin. Ada panas di mana ada dingin dan dingin di mana ada panas. Ketika panas timbul, kesejukan menghilang, dan saat ada kesejukan, tidak ada lagi panas. Dengan cara ini nibbāna dan saṃsāra adalah sama.


Kita diberi tahukan untuk mengakhiri saṃsāra, yang berarti menghentikan siklus kebingungan yang berputar terus-menerus. Mengakhiri kebingungan ini adalah memadamkan api. Ketika api external dipadamkan di sana ada kesejukan. Ketika api internal nafsu keinginan, kebencian dan delusi dipadamkan, ini juga kesejukan.


Ini adalah sifat kecerahan; inilah pemadaman api, pendinginan dari apa yang panas. Inilah ketenangan. Inilah akhir dari saṃsāra, siklus kelahiran dan kematian. Ketika anda sampai pada kecerahan, seperti inilah. Ini adalah akhir dari putaran terus-menerus dan perubahan terus-menerus, akhir dari keserakahan, kebencian dan delusi di dalam pikiran kita. Kita membicarakannya dari segi kebahagiaan karena beginilah cara orang duniawi memahami idealnya, tetapi pada kenyataannya hal ini telah melampaui. Ini melampaui kebahagiaan dan penderitaan. Ini adalah ketenangan sempurna.


Jadi saat anda pergi anda harus mengambil ajaran ini yang telah saya berikan kepada anda dan merenungkannya dengan cermat. Masa tinggal anda di sini tidaklah mudah dan saya memiliki sedikit kesempatan untuk memberikan anda instruksi, tapi pada saat ini anda telah dapat mempelajari arti sebenarnya dari latihan kita. Semoga latihan ini menuntun anda menuju kebahagiaan; semoga ini membantu anda tumbuh dalam kebenaran. Semoga anda terbebas dari penderitaan kelahiran dan kematian.



Diterjemahkan oleh: Jayananda Gotama




1. Penderitaan dalam konteks ini mengacu pada ketakpuasan yang tersirat dari semua keberadaan majemuk, berbeda dari penderitaan yang hanya kebalikan dari kebahagiaan.


2. Samsara: secara harfiah berarti pengembaraan terus-menerus, adalah nama yang ditunjuk sebagai lautan kehidupan yang terus-menerus naik turun tiada hentinya, simbol dari proses dilahirkan, menjadi tua, menderita dan mati terus-menerus ini, lagi dan lagi tiada hentinya.



bottom of page