top of page

Dua Wajah Kenyataan - Bab IV | Bodhinyana

  • Writer: thavariya putta
    thavariya putta
  • Nov 29, 2021
  • 19 min read

Updated: Jan 27, 2022


ree

Sebuah ceramah yang disampaikan kepada perkumpulan para bhikkhu setelah pembacaan Pāṭimokkha, kode kedisiplinan bhikkhu, di Wat Pah Pong selama masa vassa tahun 1976.




Di dalam hidup kita, kita mempunyai dua kemungkinan: memanjakan diri di dunia atau melampaui dunia. Sang Buddha adalah seseorang yang dapat membebaskan dirinya dari dunia dan dengan demikian mencapai pembebasan spiritual. Dengan cara yang sama, ada dua jenis pengetahuan – pengetahuan alam duniawi dan pengetahuan spiritual, atau kebijaksanaan sejati. Jika kita masih belum mempraktikkan dan melatih diri kita, tidak peduli seberapa banyak pengetahuan yang kita miliki, itu masih bersifat duniawi, dan dengan demikian tidak bisa membebaskan kita. Pikirkan dan perhatikan baik-baik! Sang Buddha mengatakan bahwa hal-hal dunia memutar dunia. Mengikuti dunia, pikiran terjerat dalam dunia, ia mengotori dirinya sendiri apakah datang atau pergi, tidak pernah puas. Orang duniawi adalah mereka yang selalu mencari sesuatu, yang tidak pernah merasa cukup. Pengetahuan duniawi benar-benar adalah kebodohan; itu bukanlah pengetahuan dengan pemahaman jelas, oleh karena itu tidak pernah ada akhir padanya. Ia berputar di sekitar tujuan duniawi untuk mengumpulkan hal-hal, mendapatkan status, mencari pujian dan kesenangan; itu adalah kumpulan delusi yang membuat kita terjebak dengan erat. Setelah kita mendapatkan sesuatu, ada rasa iri, khawatir dan egoisme. Dan ketika kita merasa terancam dan tidak bisa menangkalnya secara fisik, kita menggunakan pikiran kita untuk menciptakan segala macam perangkat, hingga ke senjata dan bahkan bom nuklir, hanya untuk saling meledakkan. Kenapa semua masalah dan kesulitan ini?


Beginilah jalannya dunia. Sang Buddha mengatakan bahwa jika seseorang mengikutinya, tidak akan ada akhir. Datanglah berlatih untuk pembebasan! Tidak mudah untuk hidup sesuai dengan kebijaksanaan sejati, tetapi siapa saja yang bersungguh-sungguh mencari jalan dan buah dan bercita-cita mencapai Nibbāna akan mampu selalu gigih dan bertahan. Bertahan dengan merasa cukup dan puas dengan sedikit; sedikit makan, sedikit tidur, sedikit bicara dan hidup dalam kesederhanaan. Dengan melakukan ini kita bisa mengakhiri keduniawian. Jika benih keduniawian masih belum dicabut, maka kita terus-menerus terganggu dan bingung dalam siklus yang tidak pernah berakhir. Bahkan ketika anda datang untuk ditahbiskan, ia terus menarik anda pergi. Ia menciptakan pandangan anda, opini anda. Ia mewarnai dan memperindah semua pikiran anda – begitulah ia adanya. Orang-orang tidak sadar! Mereka mengatakan bahwa mereka akan menyelesaikan hal-hal di dunia. Selalu saja harapan mereka untuk menyelesaikan semuanya. Sama seperti seorang menteri pemerintahan baru yang sangat ingin memulai administrasi barunya. Dia berpikir bahwa dia memiliki semua jawabannya, jadi dia membuang semua administrasi lama dengan mengatakan, “Awas! Aku akan melakukan semuanya sendiri”. Hanya itu yang mereka lakukan, membawa hal-hal masuk dan membuang hal-hal keluar, tidak pernah menyelesaikan apa pun. Mereka mencoba, tapi tidak pernah mencapai penyelesaian yang nyata. Anda tidak akan pernah bisa melakukan sesuatu yang akan menyenangkan semua orang – satu orang suka sedikit, yang lain suka banyak; satu suka pendek dan satu suka panjang; beberapa suka asin dan beberapa suka pedas. Menyatukan semua orang dan sepakat adalah hal yang tidak mungkin. Kita semua ingin mencapai sesuatu dalam hidup kita, tetapi dunia, dengan semua kerumitannya, membuatnya hampir mustahil untuk menghasilkan penyelesaian yang nyata. Bahkan Sang Buddha, yang terlahir dengan segala peluang seorang pangeran yang mulia, tidak menemukan penyelesaian di dalam kehidupan duniawi. Perangkap indra


Sang Buddha berbicara tentang hasrat dan enam hal yang dengannya hasrat dipuaskan: pemandangan, suara, bau, rasa, sentuhan dan objek pikiran. Keinginan dan nafsu untuk kebahagiaan, untuk penderitaan, untuk kebaikan, untuk kejahatan dan seterusnya, meliputi semuanya! Pemandangan… Tidak ada pemandangan yang sebanding dengan seorang wanita, bukankah begitu? Bukankah seorang wanita yang sangat menarik membuat anda ingin melihat? Seseorang dengan sosok yang sangat menarik berjalan datang, “tek, tek, tek, tek”, anda tidak sanggup tidak melihat! Bagaimana dengan suara? Tidak ada suara yang mencengkeram anda lebih dari seorang wanita. Suaranya menembus hatimu! Bau juga sama; keharuman seorang wanita adalah yang paling memikat dari semuanya. Tidak ada bau lain yang menyamainya. Rasa – bahkan rasa makanan yang paling lezat pun tidak bisa dibandingkan dengan wanita. Sentuhan juga sama; ketika anda mengelus seorang wanita anda tertegun, mabuk dan terbuai. Pernah ada seorang ahli mantra sihir terkenal dari Taxila di India kuno. Dia mengajari muridnya semua pengetahuannya tentang jimat dan mantra. Saat muridnya sudah mahir dan siap untuk hidup sendiri, dia pergi dengan instruksi terakhir ini dari gurunya, “Aku telah mengajarimu semua yang aku ketahui tentang mantra, jampi dan ayat-ayat pelindung. Makhluk dengan gigi tajam, tanduk dan bahkan gading besar, kamu tidak perlu takut. Kamu akan dijaga dari semua ini, aku bisa menjamin itu. Namun, hanya ada satu hal yang tidak dapat aku pastikan perlindungannya, dan itu adalah pesona makhluk dengan tanduk lembut di dadanya (seorang wanita). Aku tidak dapat membantumu di sini. Tidak ada mantra untuk perlindungan terhadap yang satu ini, kamu harus menjaga dirimu sendiri”. Objek mental timbul di dalam pikiran. Mereka lahir dari hasrat: hasrat untuk memiliki harta berharga, hasrat untuk menjadi kaya, dan resah mencari hal-hal secara umum. Jenis keserakahan ini tidaklah terlalu dalam atau kuat, ini tidak cukup untuk membuat anda pingsan atau kehilangan kendali. Namun, saat nafsu seksual timbul, anda terlempar keluar dari keseimbangan dan kehilangan kendali. Anda bahkan akan melupakan mereka yang membesarkan anda – orang tua anda sendiri! Sang Buddha mengajarkan bahwa objek indra kita adalah perangkap – perangkap Māra1. Māra harus dimengerti sebagai sesuatu yang membahayakan kita. Perangkapnya adalah sesuatu yang mengikat kita, sama seperti jerat. Ini adalah perangkap Māra, jeratan pemburu, dan pemburunya adalah Māra. Jika binatang tertangkap di dalam perangkap pemburu, itu adalah keadaan yang menyedihkan. Mereka tertangkap dengan erat dan ditahan menunggu pemilik perangkap. Pernahkah anda menjerat burung? Jeratannya meloncat dan “boop” – tertangkap di leher! Tali kuat yang bagus sekarang menahannya dengan erat. Ke mana pun burungnya terbang, ia tidak bisa melarikan diri. Ia terbang ke sana-sini, tetapi ia ditahan dengan erat menunggu pemilik jeratan. Ketika pemburunya datang, tamatlah – burung itu dilanda oleh ketakutan, tidak ada jalan keluar! Perangkap pemandangan, suara, bau, rasa, sentuhan dan objek pikiran juga sama. Mereka menangkap kita dan mengikat kita erat-erat. Jika anda melekat pada indra, anda sama seperti seekor ikan yang tertangkap di kail. Ketika nelayan datang, berjuanglah sebanyak yang anda inginkan, tapi anda tidak bisa lolos. Sebenarnya, anda tidak tertangkap seperti seekor ikan, tapi lebih seperti seekor kodok – seekor kodok menelan seluruh kail sampai ke perutnya, seekor ikan hanya tertangkap di mulutnya. Siapa saja yang melekat pada indra juga sama. Seperti seorang pemabuk yang hatinya belum hancur – dia tidak tahu kapan dia merasa cukup. Dia terus memanjakan diri dan minum dengan ceroboh. Dia tertangkap dan di kemudian hari menderita penyakit dan kesakitan. Seorang pria datang berjalan di sepanjang jalan. Dia sangat haus dari perjalanannya dan sangat ingin minum air. Pemilik air berkata, “anda boleh minum air ini jika anda suka; warnanya bagus, baunya enak, rasanya enak, tapi jika anda meminumnya anda akan sakit. Aku harus memberi tahu anda ini sebelumnya, ini akan membuat anda sakit cukup untuk bisa mati atau hampir mati”. Pria yang haus itu tidak mendengarkan. Dia haus seperti orang setelah operasi yang tidak izinkan minum air selama tujuh hari – dia menjerit menginginkan air! Sama halnya dengan orang yang haus akan indra. Sang Buddha mengajarkan bahwa mereka beracun – pemandangan, suara, bau, rasa, sentuhan, objek pikiran adalah racun; mereka adalah perangkap berbahaya. Tetapi pria ini haus dan tidak mau mendengarkan; karena kehausannya dia berlinangan air mata, berteriak, “Berikan aku air, tidak peduli seberapa menyakitkan konsekuensinya, biarkan aku minum!” Maka dia mencedok airnya sedikit dan meneguknya dan merasa sangat enak. Dia minum sampai puas dan menjadi sangat sakit sampai dia hampir mati. Dia tidak mendengarkan karena keinginannya yang terlalu kuat. Beginilah keadaannya bagi orang yang terperangkap dalam kesenangan indra. Dia minum dalam pemandangan, suara, bau, rasa, sentuhan dan objek pikiran – mereka semua sangat enak! Jadi dia minum tanpa henti dan di sana dia tinggal, terjebak erat sampai hari kematiannya. Jalan Duniawi dan Pembebasan


Beberapa orang mati, beberapa orang hampir mati – begitulah keadaannya terjebak dalam jalannya dunia. Kebijaksanaan duniawi mencari indra dan objeknya. Betapapun bijaksananya itu, itu hanyalah bijaksana dalam pengertian duniawi. Tidak peduli betapa menariknya itu, itu hanyalah menarik dalam pengertian dunawi. Betapapun banyaknya kebahagiaan itu, itu hanyalah kebahagiaan dalam pengertian duniawi. Itu bukanlah kebahagiaan pembebasan; itu tidak akan membebaskan anda dari dunia. Kita telah datang untuk berlatih sebagai bhikkhu demi menembus kebijaksanaan sejati, untuk melepaskan diri kita dari kemelekatan. Berlatihlah untuk bebas dari kemelekatan! Selidiki tubuh, selidiki segala sesuatu di sekitar anda sampai anda menjadi lelah dan muak dengan semua itu kemudian kejemuan akan muncul. Akan tetapi, kejemuan tidak akan muncul dengan mudah, karena anda masih belum melihat dengan jelas.

Kita datang dan ditahbiskan – kita belajar, kita membaca, kita berlatih, kita bermeditasi. Kita bertekad untuk membuat pikiran kita teguh tapi itu sulit untuk dilakukan. Kita bertekad untuk melakukan latihan tertentu, kita mengatakan bahwa kita akan berlatih dengan cara ini – hanya satu atau dua hari berlalu, mungkin hanya beberapa jam berlalu dan kita melupakan semuanya. Kemudian kita ingat dan mencoba untuk membuat pikiran kita teguh lagi, berpikir, “Kali ini saya akan melakukannya dengan benar!” Tak lama setelah itu kita ditarik oleh salah satu indra kita dan semuanya buyar lagi, jadi kita harus mulai dari awal lagi! Beginilah adanya. Seperti bendungan yang dibangun dengan buruk, latihan kita lemah. Kita masih tidak bisa melihat dan mengikuti latihan yang benar. Dan ini berlanjut terus seperti ini hingga kita sampai pada kebijaksanaan sejati. Begitu kita menembus sampai ke kebenaran, kita terbebas dari segalanya. Hanya kedamaian yang tersisa. Pikiran kita tidak damai karena kebiasaan lama kita. Kita mewarisi ini karena tindakan kita di masa lalu dan karena itu mereka mengikuti kita ke mana-mana dan terus-menerus mengganggu kita. Kita berjuang dan mencari jalan keluar tetapi kita terikat oleh mereka dan mereka menarik kita kembali. Kebiasaan ini tidak melupakan asal lamanya. Mereka mengambil semua hal-hal lama yang tidak asing untuk digunakan, dikagumi dan dikonsumsi – begitulah bagaimana kita hidup. Jenis kelamin pria dan wanita – wanita menyebabkan masalah bagi pria, pria menyebabkan masalah bagi wanita. Begitulah adanya, mereka berseberangan. Jika pria hidup bersama dengan pria, maka tidak ada masalah. Jika wanita hidup bersama dengan wanita, maka tidak ada masalah. Ketika seorang pria melihat seorang wanita, jantungnya berdebar seperti penumbuk padi, “dug, dug, dug, dug”. Apa ini? Kekuatan apa itu? Ia menarik dan menyedot anda ke dalam – tidak ada seorang pun yang menyadari bahwa ada akibat yang harus ditanggung! Sama juga dengan segala hal. Tidak peduli seberapa keras anda mencoba untuk membebaskan diri anda, sampai anda melihat nilai kebebasan dan penderitaan dalam perbudakan, anda tidak akan bisa melepaskan. Orang-orang biasanya hanya berlatih menahan kesulitan, menjaga disiplin, mengikuti bentuk secara membuta tapi tidak demi mencapai kebebasan atau pembebasan. Anda harus melihat nilai dalam melepaskan hasrat anda sebelum anda bisa benar-benar berlatih; hanya pada saat itulah latihan yang benar bisa dilakukan. Segala sesuatu yang anda lakukan harus dilakukan dengan kejelasan dan kesadaran. Ketika anda melihat dengan jelas, tidak akan perlu lagi untuk bertahan atau memaksakan diri anda. Anda mengalami kesulitan dan terbebani karena anda tidak memahami poin ini! Kedamaian datang dari melakukan hal-hal sepenuhnya dengan seluruh tubuh dan pikiran anda. Apa pun yang tidak diselesaikan akan membuat anda merasa tidak puas. Hal-hal ini mengikat anda dengan kekhawatiran ke mana pun anda pergi. Anda ingin menyelesaikan semuanya, tapi mustahil untuk menyelesaikan semuanya. Ambil contoh para pedagang yang biasanya datang ke sini untuk menemui saya. Mereka bilang, “Oh, ketika semua hutangku lunas dan tertata dengan baik, aku akan datang untuk ditahbiskan”. Mereka berbicara seperti itu tetapi akankah mereka menyelesaikan dan menata semuanya? Itu tidak ada habisnya. Mereka membayar hutang mereka dengan pinjaman lain, mereka melunasi yang itu dan melakukannya lagi. Seorang pedagang berpikir bahwa jika dia membebaskan dirinya dari hutang dia akan bahagia, tetapi tidak ada akhirnya dalam melunasi hal-hal. Begitulah bagaimana keduniawian membodohi kita – kita berputar dan berputar seperti ini tidak pernah menyadari kesulitan kita. Latihan Terus-Menerus


Dalam latihan kita, kita hanya melihat langsung ke pikiran. Setiap kali latihan kita mulai mengendur, kita melihatnya dan membuatnya teguh – lalu tak lama kemudian, mengendur lagi. Begitulah ia menarik anda ke mana-mana. Tetapi orang dengan perhatian penuh yang baik berpegang teguh dan terus-menerus memperbaiki dirinya sendiri, menarik dirinya kembali, berlatih, mempraktikkan dan mengembangkan dirinya dengan cara ini. Orang dengan perhatian yang buruk hanya membiarkan semuanya berantakan saja, dia menyimpang dan teralihkan lagi dan lagi. Dia tidak kuat dan berakar dengan kukuh dalam latihan. Dengan demikian dia terus-menerus ditarik oleh hasrat duniawinya – sesuatu menariknya ke sini, sesuatu menariknya ke sana. Dia hidup mengikuti keinginan dan hasratnya, tidak pernah mengakhiri siklus duniawi ini. Datang untuk ditahbiskan tidaklah mudah. Anda harus bertekad untuk membuat pikiran anda teguh. Anda harus yakin dalam latihan, cukup yakin untuk terus berlatih sampai anda menjadi muak dengan kesukaan dan ketidaksukaan anda dan melihat sesuai dengan kebenaran. Biasanya, anda tidak puas hanya dengan apa yang anda tidak suka saja, jika anda suka sesuatu maka anda tidak siap untuk melepaskannya. Anda harus menjadi muak dengan apa yang anda suka dan apa yang anda tidak suka, penderitaan anda dan kebahagiaan anda. Anda tidak melihat bahwa ini adalah inti sari Dhamma! Dhamma Sang Buddha sangat dalam dan halus. Tidak mudah untuk dipahami. Jika kebijaksanaan sejati masih belum timbul, maka anda tidak bisa melihatnya. Anda tidak melihat ke depan dan anda tidak melihat ke belakang. Ketika anda mengalami kebahagiaan, anda berpikir bahwa hanya akan ada kebahagiaan. Setiap kali ada penderitaan, anda berpikir bahwa hanya akan ada penderitaan. Anda tidak melihat bahwa di mana ada besar, di situ ada kecil; di mana ada kecil, di situ ada besar. Anda tidak melihatnya seperti itu. Anda hanya melihat satu sisi dan karenanya tidak pernah berakhir. Ada dua sisi terhadap segala sesuatu; anda harus melihat kedua sisi. Maka, ketika kebahagiaan timbul, anda tidak tersesat; ketika penderitaan timbul, anda tidak tersesat. Ketika kebahagiaan timbul, anda tidak melupakan penderitaan, karena anda melihat bahwa mereka saling bergantungan. Dengan cara yang sama, makanan bermanfaat bagi semua makhluk untuk pemeliharaan tubuh. Tetapi sebenarnya, makanan juga bisa berbahaya, misalnya, ketika ia menyebabkan berbagai gangguan perut. Ketika anda melihat kelebihan dari sesuatu, anda harus memahami kekurangannya juga, begitu pula sebaliknya. Ketika anda merasa benci dan keengganan, anda harus merenungkan cinta kasih dan pengertian. Dengan cara ini, anda menjadi lebih seimbang dan pikiran anda menjadi lebih tenang.

Bendera Kosong


Saya pernah membaca sebuah buku tentang Zen. Di Zen, anda tahu, mereka tidak mengajar dengan banyak penjelasan. Misalnya, jika seorang bhikkhu tertidur selama bermeditasi, mereka datang dengan sebatang tongkat dan “bukkk!” mereka memberinya sebuah pukulan di punggung. Ketika murid yang bersalah dipukul, dia menunjukkan rasa terima kasihnya dengan berterima kasih kepada petugas itu. Dalam latihan Zen seseorang diajarkan untuk bersyukur atas semua perasaan yang memberikannya kesempatan untuk berkembang. Suatu hari ada sebuah perkumpulan para bhikkhu yang berkumpul untuk sebuah rapat. Di luar aula sebuah bendera berkibar ditiup angin. Di sana timbul perselisihan antara dua bhikkhu tentang bagaimana sebenarnya bendera berkibar ditiup angin. Salah satu bhikkhu menyatakan bahwa itu karena angin sementara yang lain berdebat bahwa itu karena bendera. Jadi mereka bertengkar karena pandangan sempit mereka dan tidak bisa mencapai kesepakatan apa pun. Mereka akan berdebat seperti ini sampai hari kematian mereka. Namun, guru mereka mengetengahi dan mengatakan, “Kalian berdua tidak benar. Pemahaman yang benar adalah bahwa tidak ada bendera dan tidak ada angin”. Inilah latihannya, untuk tidak memiliki apa pun, tidak memiliki bendera dan tidak memiliki angin. Jika ada bendera, maka di sana ada angin; jika ada angin, maka di sana ada bendera. Anda harus merenungkan dan memikirkan ini dengan saksama sampai anda melihat sesuai dengan kebenaran. Jika dipertimbangkan dengan baik, maka tidak akan ada yang tersisa. Kosong – hampa; kosong dari bendera dan kosong dari angin. Dalam kehampaan yang luar biasa tidak ada bendera dan tidak ada angin. Tidak ada kelahiran, tidak ada usia tua, tidak ada sakit atau kematian. Pemahaman konvensional kita tentang bendera dan angin hanyalah sebuah konsep. Pada kenyataannya tidak ada apa pun. Itu saja! Tidak lebih dari sekadar label kosong. Jika kita berlatih dengan cara ini, kita akan melihat kesempurnaan dan semua masalah kita akan berakhir. Dalam kehampaan yang luar biasa, Raja Kematian tidak akan pernah menemukan anda. Tidak ada apa pun untuk usia tua, sakit dan kematian ikuti. Ketika kita melihat dan memahami sesuai dengan kebenaran, yaitu, dengan pengertian benar, maka hanya ada kekosongan yang luar biasa ini. Di sinilah tidak ada lagi “kita”, tidak ada “mereka”, tidak ada “diri” sama sekali. Hutan indra


Dunia dengan jalannya yang tidak pernah berakhir berlanjut terus menerus. Jika kita mencoba untuk memahami semuanya, itu hanya menuntun kita pada kekacauan dan kebingungan. Namun, jika kita merenungkan dunia dengan jelas, maka kebijaksanaan sejati akan timbul. Sang Buddha sendiri adalah seseorang yang sangat berpengalaman dalam jalannya dunia. Beliau memiliki kemampuan luar biasa untuk mempengaruhi dan memimpin karena pengetahuan duniawinya yang melimpah. Melalui transformasi kebijaksanaan duniawinya yang biasa, Beliau menembus dan mencapai ke kebijasanaan yang luar biasa, menjadikannya makhluk yang benar-benar unggul. Jadi, jika kita berlatih dengan ajaran ini, mengubahnya ke dalam untuk perenungan, kita akan mencapai ke sebuah pemahaman pada tingkat yang sepenuhnya baru. Ketika kita melihat sebuah objek, tidak ada objek. Ketika kita mendengar suara, tidak ada suara. Dalam penciuman, kita bisa katakan bahwa tidak ada bau. Semua indra itu nyata, tetapi mereka hampa dari apa pun yang stabil. Mereka hanyalah sensasi yang timbul dan kemudian berlalu. Jika kita memahami sesuai dengan kenyataan ini, maka indra tidak lagi menjadi substansial. Mereka hanyalah sensasi yang datang dan pergi. Sebenarnya tidak ada apa pun. Jika tidak ada apa pun, maka tidak ada “kita” dan tidak ada “mereka”. Jika tidak ada “kita” sebagai seseorang, maka tidak ada apa pun yang menjadi milik “kita”. Dengan cara inilah penderitaan dipadamkan. Tidak ada siapa pun yang memperoleh penderitaan, jadi siapa yang menderita? Saat penderitaan timbul, kita melekat pada penderitaan dan oleh karena itu harus benar-benar menderita. Dengan cara yang sama, saat kebahagiaan timbul, kita melekat pada kebahagiaan dan akibatnya mengalami kesenangan. Kemelekatan pada perasaan-perasaan ini menimbulkan konsep “diri” atau “ego” dan pikiran-pikiran tentang “kita” dan “mereka” terus bermanifestasi. Nah!! Di sinilah di mana semuanya dimulai dan kemudian membawa kita berkeliling dalam siklusnya yang tidak pernah berakhir. Jadi, kita datang berlatih meditasi dan hidup sesuai dengan Dhamma. Kita meninggalkan rumah kita untuk datang dan hidup di dalam hutan dan menyerap ketenangan pikiran yang diberikannya kepada kita. Kita telah melarikan diri untuk bersaing dengan diri kita sendiri dan bukan melalui ketakutan atau pelarian. Tapi orang yang datang dan hidup di dalam hutan menjadi terikat untuk hidup di dalamnya; sama seperti orang yang hidup di kota menjadi terikat dengan kota. Mereka tersesat di hutan dan mereka tersesat di kota. Sang Buddha memuji tinggal di hutan karena kesunyian fisik dan mental yang diberikannya kepada kita sangat mendukung latihan untuk pembebasan. Namun, Beliau tidak ingin kita menjadi tergantung dengan kehidupan di hutan atau terjebak dalam kedamaian dan ketenangannya. Kita datang untuk berlatih agar kebijaksanaan timbul. Di sini di dalam hutan kita bisa menabur dan menumbuhkan benih-benih kebijaksanaan. Hidup di antara kekacauan dan kerusuhan, benih-benih ini mengalami kesulitan untuk tumbuh, tetapi setelah kita belajar untuk hidup di dalam hutan, kita bisa kembali dan puas dengan kota dan semua rangsangan indra yang diberikannya kepada kita. Belajar untuk hidup di dalam hutan berarti membiarkan kebijaksanaan untuk tumbuh dan berkembang. Kita kemudian bisa menerapkan kebijasanaan ini ke mana pun kita pergi. Ketika indra-indra kita dirangsang, kita menjadi gelisah dan indra menjadi musuh kita. Mereka memusuhi kita karena kita masih bodoh dan tidak memiliki kebijaksanaan untuk menangani mereka. Kenyataannya, mereka adalah guru kita, tapi, karena ketaktahuan kita, kita tidak melihatnya seperti itu. Ketika kita tinggal di kota kita tidak pernah berpikir bahwa indra kita bisa mengajari kita sesuatu. Selama kebijaksanaan sejati belum bermanifestasi, kita terus melihat indra dan objeknya sebagai musuh. Begitu kebijaksanaan sejati timbul, mereka bukan lagi musuh kita tetapi menjadi pintu menuju wawasan dan pemahaman yang jelas. Sebuah contoh yang bagus adalah ayam liar di hutan ini. Kita semua tahu seberapa takutnya mereka kepada manusia. Namun, sejak saya tinggal di sini di hutan saya bisa mengajari mereka dan belajar dari mereka juga. Pada suatu waktu saya mulai melempar beras untuk mereka makan. Awalnya mereka sangat ketakutan dan tidak mau mendekati beras itu. Namun, lama-lama mereka terbiasa dan bahkan mulai mengharapkannya. Anda lihat, ada sesuatu untuk dipelajari di sini – mereka awalnya berpikir bahwa ada bahaya di dalam beras, bahwa beras adalah musuh. Kenyataannya tidak ada bahaya di dalam beras, tetapi mereka tidak tahu bahwa beras adalah makanan sehingga mereka takut. Ketika mereka akhirnya melihat sendiri bahwa tidak ada yang perlu ditakuti, mereka bisa datang dan makan tanpa bahaya apa pun. Ayam belajar secara alami dengan cara ini. Hidup di sini di hutan kita belajar dengan cara yang serupa. Sebelumnya kita berpikir bahwa indra kita adalah sebuah masalah, dan karena ketaktahuan kita dalam menggunakan mereka dengan benar, mereka menyebabkan banyak masalah bagi kita. Namun, dengan pengalaman dalam latihan kita belajar untuk melihat mereka sesuai dengan kebenaran. Kita belajar memanfaatkan mereka sama seperti ayam yang memanfaatkan beras. Maka kita tidak lagi melihat mereka bertentangan dengan kita dan masalah kita hilang. Selama kita berpikir, menyelidiki dan memahami dengan salah, hal-hal ini akan muncul untuk menentang kita. Tapi segera setelah kita mulai menyelidiki dengan benar, apa yang kita alami akan membawa kita pada kebijaksanaan dan pemahaman yang jelas, sama seperti ayam yang mencapai pemahamannya. Dengan cara ini kita bisa katakan bahwa mereka menerapkan “vipassanā”. Mereka tahu sesuai dengan kebenaran, itu adalah wawasan mereka. Dalam latihan kita, kita memiliki indra kita sebagai alat yang, ketika digunakan dengan benar, memungkinkan kita untuk menjadi tercerahkan pada Dhamma. Ini adalah sesuatu yang harus direnungkan oleh semua meditator. Ketika kita tidak melihat ini dengan jelas, kita tinggal dalam konflik yang sinambung.


Jadi, saat kita hidup dalam keheningan hutan, kita terus mengembangkan perasaan-perasaan halus dan mempersiapkan landasan untuk menumbuhkan kebijaksanaan. Jangan berpikir bahwa saat anda sudah memperoleh sedikit ketenangan pikiran tinggal di sini di hutan yang tenang bahwa itu sudah cukup. Jangan puas hanya dengan itu! Ingatlah bahwa kita harus memupuk dan menumbuhkan benih-benih kebijaksanaan. Saat kebijaksanaan matang dan kita mulai memahami sesuai dengan kebenaran, kita tidak akan lagi ditarik ke atas dan ke bawah. Biasanya, jika kita memiliki suasana hati yang menyenangkan, kita berkelakuan satu sikap; dan jika kita memiliki suasana hati yang tidak menyenangkan, kita berkelakuan dengan sikap lain. Kita menyukai sesuatu dan kita di atas; kita tidak menyukai sesuatu dan kita di bawah. Dengan cara ini kita masih berkonflik dengan musuh. Ketika hal-hal ini tidak lagi menentang kita, mereka menjadi stabil dan seimbang. Tidak ada lagi atas dan bawah atau tinggi dan rendah. Kita memahami hal-hal dunia ini dan tahu bahwa memang begitulah adanya. Itu hanyalah “dhamma duniawi”. “Dhamma duniawi2” berubah menjadi “jalan3”. “Dhamma duniawi” memiliki depan cara; “jalan” memiliki delapan cara. Di mana pun “dhamma duniawi” ada, “jalan” juga ditemukan. Ketika kita hidup dengan kejernihan, semua pengalaman duniawi kita menjadi latihan “jalan utama berunsur delapan”. Tanpa kejernihan, “dhamma duniawi” mendominasi dan kita menyimpang dari “jalan”. Ketika pengertian benar timbul, pembebasan dari penderitaan berada tepat di sini di hadapan kita. Anda tidak akan menemukan pembebasan dengan berlarian ke mana-mana mencari di tempat lain! Jadi jangan terburu-buru dan mencoba untuk mendesak atau memburu latihan anda. Lakukan meditasi anda dengan lembut dan secara bertahap selangkah demi selangkah. Mengenai kedamaian, jika anda ingin menjadi damai, maka terimalah; jika anda tidak menjadi damai, maka terimalah itu juga. Itulah sifat pikiran. Kita harus menemukan latihan kita sendiri dan dengan gigih terus melakukannya.


Mungkin kebijaksanaan tidak timbul! Saya biasa berpikir, tentang latihan saya, bahwa ketika tidak ada kebijaksanaan, saya bisa memaksakan diri saya untuk memilikinya. Tapi itu tidak berhasil, keadaan tetap sama. Lalu, setelah mempertimbangkan dengan cermat, saya melihat bahwa untuk merenungkan hal-hal yang tidak kita miliki tidak dapat dilakukan. Jadi apa hal terbaik yang harus dilakukan? Lebih baik berlatih dengan keseimbangan saja. Jika tidak ada hal yang menyebabkan kita khawatir, maka tidak ada yang perlu diperbaiki. Jika tidak ada masalah, maka kita tidak perlu mencoba untuk menyelesaikannya. Ketika ada masalah, itulah saatnya anda harus menyelesaikannya, tepat di sana! Tidak perlu pergi mencari sesuatu yang istimewa, cukup hidup dengan normal. Tapi ketahui seperti apa pikiran anda! Hiduplah dengan penuh perhatian dan pemahaman yang jelas. Biarkan kebijaksanaan menjadi pemandu anda; jangan hidup menuruti suasana hati anda. Jadilah penuh perhatian dan waspada! Jika tidak ada apa pun, tidak apa-apa; ketika sesuatu timbul, maka selidiki dan renungkanlah. Datang ke Pusat


Coba perhatikan laba-laba. Seekor laba-laba membuat jaringnya di ceruk mana pun yang nyaman kemudian duduk di tengah, tetap tenang dan diam. Kemudian, seekor lalat terbang datang dan mendarat di jaring. Segera setelah ia menyentuh dan menggoyang jaring itu, “boop!” – laba-laba menerkam dan menggulungnya dalam benang. Ia menyimpan serangga itu lalu kembali lagi untuk menenangkan dirinya secara diam-diam di tengah jaring. Melihat laba-laba seperti ini bisa menimbulkan kebijaksanaan. Keenam indra kita memiliki pikiran di pusat yang dikelilingi oleh mata, telinga, hidung, lidah dan tubuh. Ketika salah satu indra dirangsang, misalnya, bentuk berkontak dengan mata, ia menggoyang dan mencapai pikiran. Pikiran adalah yang mengetahui, yang mengetahui bentuk. Sebanyak ini saja sudah cukup bagi kebijaksanaan untuk timbul. Sesederhana itu. Seperti seekor laba-laba di jaringnya, kita harus hidup menjaga diri kita sendiri. Segera setelah laba-laba merasakan serangga menyentuh jaring, ia dengan cepat meraihnya, mengikatnya dan sekali lagi kembali ke tengah. Ini sama sekali tidak berbeda dari pikiran kita sendiri. “Datang ke pusat” berarti hidup penuh perhatian dengan pemahaman yang jelas, selalu waspada dan melakukan segala sesuatu dengan ketepatan dan presisi – ini adalah pusat kita. Sebenarnya tidak banyak yang harus kita lakukan; kita hanya dengan hati-hati hidup dengan cara ini. Tapi itu tidak berarti bahwa kita hidup dengan lengah berpikir, “Tidak perlu melakukan meditasi duduk atau meditasi jalan!” dan melupakan semua latihan kita. Kita tidak boleh ceroboh! Kita harus tetap waspada sama seperti laba-laba yang menunggu untuk menerkam serangga untuk makanannya. Hanya ini yang harus kita ketahui – duduk dan merenungkan laba-laba itu. Hanya sebanyak ini saja dan kebijaksanaan dapat timbul secara spontan. Pikiran kita bisa dibandingkan dengan laba-laba, suasana hati dan kesan mental kita bisa dibandingkan dengan berbagai serangga. Hanya begitu saja! Indra-indra menyelimuti dan terus-menerus merangsang pikiran; ketika salah satu dari mereka berkontak dengan sesuatu, ia dengan segera mencapai pikiran. Pikiran kemudian menyelidiki dan memeriksanya dengan saksama, setelah itu ia kembali ke pusat. Beginilah kita hidup – waspada, bertindak dengan presisi dan selalu penuh perhatian memahami dengan kebijaksanaan. Hanya sebanyak ini saja dan latihan kita selesai. Poin ini sangat penting! Bukannya kita harus melakukan latihan duduk sepanjang siang dan malam, atau kita harus melakukan meditasi jalan sepanjang siang dan malam. Jika begini pandangan kita terhadap latihan, maka kita benar-benar menyulitkan diri kita sendiri. Kita harus melakukan apa yang kita bisa sesuai dengan kekuatan dan energi kita, menggunakan kemampuan fisik kita dalam jumlah yang tepat. Sangat penting untuk mengetahui pikiran dan indra-indra lainnya dengan baik. Ketahui bagaimana mereka datang dan bagaimana mereka pergi, bagaimana mereka timbul dan bagaimana mereka berlalu. Pahami ini sepenuhnya! Dalam bahasa Dhamma kita juga bisa katakan bahwa, seperti halnya laba-laba yang menjebak berbagai serangga, pikiran mengikat indra dengan anicca-dukkha-anattā (ketidakkekalan, ketakpuasan, tiada-diri). Ke mana mereka bisa pergi? Kita menyimpan mereka sebagai makanan, hal-hal ini disimpan sebagai nutrisi4 kita. Itu sudah cukup; tidak ada lagi yang harus dilakukan, hanya sebanyak ini! Inilah nutrisi untuk pikiran kita, nutrisi untuk seseorang yang sadar dan memahami.


Jika anda tahu bahwa hal-hal ini tidak kekal, terikat dengan penderitaan dan tidak ada satu pun dari semua itu adalah anda, maka anda adalah orang gila jika mengejar mereka! Jika anda tidak melihat dengan jelas dengan cara ini, maka anda harus menderita. Ketika anda perhatikan baik-baik dan melihat hal-hal ini sebagai benar-benar tidak kekal, meskipun mereka kelihatannya layak untuk dikejar, sesungguhnya mereka tidak layak. Mengapa anda menginginkan mereka jika sifat mereka adalah rasa sakit dan penderitaan? Itu bukan milik kita, tidak ada diri, tidak ada apa pun yang merupakan milik kita. Jadi kenapa anda mencari mereka? Semua masalah berakhir tepat di sini. Di mana lagi anda akan mengakhiri mereka? Perhatikan saja laba-laba dengan baik-baik dan ubah ke dalam, balikkan kepada dirimu sendiri. Anda akan melihat bahwa semuanya sama. Ketika pikiran telah melihat anicca-dukkha-anattā, ia melepaskan dan membebaskan dirinya sendiri. Ia tidak lagi melekat pada penderitaan atau pada kebahagiaan. Inilah nutrisi bagi pikiran seseorang yang mempraktikkan dan benar-benar melatih dirinya sendiri. Itu saja, sesederana itu! Anda tidak harus pergi mencari ke mana pun! Jadi, tidak peduli apa yang anda lakukan, anda berada di sana, tidak perlu banyak kehebohan dan repot-repot. Dengan cara ini momentum dan energi latihan anda akan terus tumbuh dan matang. Lepas


Momentum latihan ini menuntun kita menuju kebebasan dari siklus kelahiran dan kematian. Kita belum lepas dari siklus itu karena kita masih bersikeras pada keinginan dan hasrat. Kita tidak melakukan tindakan tidak bajik atau tidak bermoral, tetapi melakukan ini hanya berarti bahwa kita hidup sesuai dengan Dhamma moralitas: misalnya, doa ketika orang meminta agar semua makhluk tidak dipisahkan dari hal-hal yang mereka cintai dan sukai. Jika anda pikirkan, ini sangat kekanak-kanakan. Beginilah orang yang masih tidak bisa melepaskan. Ini adalah sifat dari hasrat manusia – hasrat untuk hal-hal menjadi selain dari bagaimana mereka adanya; mengharapkan umur panjang, berharap bahwa tidak ada kematian atau penyakit. Beginilah orang-orang berharap dan berkeinginan, kemudian saat anda memberi tahu mereka bahwa keinginan apa pun yang mereka miliki yang tidak terpenuhi menyebabkan penderitaan, itu menghantam mereka tepat di kepala. Apa yang bisa mereka katakan? Tidak ada, karena itulah kebenarannya! Anda menunjuk tepat pada hasrat mereka.


Ketika kita berbicara mengenai hasrat, kita tahu bahwa setiap orang memilikinya dan menginginkan hasratnya terpenuhi, tetapi tidak ada orang yang mau berhenti, tidak ada orang yang benar-benar ingin melepaskan diri. Oleh karena itu, latihan kita harus dengan sabar disempurnakan. Mereka yang berlatih dengan teguh, tanpa penyimpangan atau kelambanan, dan memiliki sikap lembut dan terkendali, selalu berjuang dengan konsistensi, mereka adalah orang yang akan mengetahui. Tidak peduli apa pun yang timbul, mereka akan tetap teguh dan tak tergoyahkan.


ree

Diterjemahkan oleh: Jayananda Gotama



1. Māra: sosok “Penggoda” dalam agama Buddha. Dia dianggap sebagai dewa yang berkuasa di surga tertinggi di alam indra atau sebagai personifikasi dari kejahatan dan nafsu, dari totalitas keberadaan duniawi dan kematian. Dia adalah lawan dari pembebasan dan mencoba dengan sia-sia untuk menghalangi pencapaian pencerahan Sang Buddha.


2. Dhamma duniawi: delapan kondisi duniawi adalah: untung dan rugi, kehormatan dan aib, kebahagiaan dan kesengsaraan, pujian dan celaan.


3. Jalan: (jalan utama berunsur delapan) terdiri dari 8 faktor latihan spiritual yang mengarah pada padamnya penderitaan: pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar.


4. nutrisi untuk perenungan, untuk memberi makan kebijaksanaan.

 
 
 

Comments


bottom of page