top of page

Jalan Menuju Ketenangan - bab I | The Path To Peace


Hari ini saya akan memberikan ajaran khususnya untuk kalian sebagai bhikkhu dan sāmaṇera, jadi mohon tetapkan hati dan pikiran kalian untuk mendengarkan. Tidak ada hal lain untuk kita bicarakan selain praktik Dhamma-Vinaya (Kebenaran dan Disiplin). Kalian semua harus memahami dengan jelas bahwa sekarang kalian telah ditahbiskan sebagai bhikkhu dan sāmaṇera Buddhis dan harus berperilaku sebagaimana mestinya. Kita semua telah mengalami kehidupan awam, yang ditandai dengan kebingungan dan kurangnya praktik Dhamma formal; sekarang, setelah mengambil rupa seorang samaṇa1 Buddhis, beberapa perubahan mendasar harus terjadi di dalam pikiran kita sehingga kita berbeda dari orang awam dalam cara berpikir kita. Kita harus berusaha untuk membuat semua ucapan dan tindakan kita – makan dan minum, bergerak, datang dan pergi – sesuai dengan seseorang yang telah ditahbiskan sebagai seorang pencari spiritual, yang disebut oleh Sang Buddha sebagai samaṇa. Apa yang Beliau maksud adalah seseorang yang tenang dan terkendali. Sebelumnya, sebagai orang awam, kita tidak mengerti apa artinya menjadi samaṇa, rasa tenang dan terkendali itu. Kita memberikan izin penuh kepada tubuh dan pikiran kita untuk bersenang-senang dan bermain-main di bawah pengaruh nafsu keinginan dan kekotoran batin. Ketika kita mengalami ārammaṇa2 yang menyenangkan, ini akan membuat kita berada dalam suasana hati yang enak, objek-objek pikiran yang tidak menyenangkan akan membuat kita merasakan suasana hati yang buruk – beginilah adanya ketika kita terperangkap dalam kekuatan objek-objek pikiran. Sang Buddha mengatakan bahwa mereka yang masih di bawah pengaruh objek pikiran tidak menjaga diri mereka sendiri. Mereka tidak memiliki perlindungan, tempat berdiam yang sejati, sehingga mereka membiarkan pikiran mereka mengikuti suasana hati kesenangan indrawi dan pencarian kesenangan dan terperangkap dalam penderitaan, kesedihan, ratapan, kesakitan, duka cita dan keputusasaan. Mereka tidak tahu bagaimana atau kapan harus berhenti dan merenungkan pengalaman mereka. Dalam ajaran Buddha, setelah kita menerima penahbisan dan menjalani kehidupan samaṇa, kita harus menyesuaikan penampilan fisik kita sesuai dengan rupa luar samaṇa: kita mencukur kepala kita, memotong kuku kita dan mengenakan jubah coklat bhikkhu – panji-panji para Muliawan, Sang Buddha dan para Arahat. Kita berhutang budi kepada Sang Buddha atas dasar-dasar kebajikan yang Beliau dirikan dan wariskan kepada kita, yang memungkinkan kita untuk hidup sebagai bhikkhu dan mendapatkan dukungan yang memadai. Tempat tinggal kita dibangun dan dipersembahkan sebagai hasil dari perbuatan kebajikan dari mereka yang berkeyakinan pada Sang Buddha dan ajarannya. Kita tidak perlu menyiapkan makanan kita karena kita mendapatkan manfaat dari akar-akar yang telah ditanamkan oleh Sang Buddha. Demikian juga, kita telah mewarisi obat-obatan, jubah dan semua kebutuhan lainnya yang kita gunakan dari Sang Buddha. Setelah ditahbiskan sebagai monastik Buddhis, pada tingkat konvensional kita disebut bhikkhu dan diberi gelar “Yang Mulia”; tetapi hanya dengan mengambil rupa luar sebagai bhikkhu tidak membuat kita benar-benar mulia. Menjadi bhikkhu pada tingkat konvensional berarti kita adalah bhikkhu sejauh penampilan fisik kita. Hanya dengan mencukur kepala kita dan mengenakan jubah coklat, kita disebut “Yang Mulia”, tetapi apa yang benar-benar layak dimuliakan masih belum timbul di dalam diri kita – kita masih hanya “Yang Mulia” dalam nama. Ini sama seperti ketika mereka membentuk semen atau mengecor kuningan menjadi patung Buddha: mereka menyebutnya Buddha, tetapi sebenarnya tidak demikian. Itu hanyalah logam, kayu, lilin atau batu. Begitulah kenyataan konvensionalnya. Sama halnya dengan kita. Begitu kita ditahbiskan, kita diberi gelar Yang Mulia Bhikkhu, tetapi itu saja tidak membuat kita menjadi mulia. Pada tingkat kenyataan tertinggi – dengan kata lain, di dalam pikiran – istilah tersebut masih belum berlaku. Pikiran dan hati kita masih belum sepenuhnya disempurnakan melalui latihan dengan kualitas-kualitas seperti mettā (cinta kasih), karuā (welas asih), muditā (kegembiraan simpatik) dan upekkhā (keseimbangan batin). Kita belum mencapai kemurnian penuh di dalam diri. Keserakahan (lobha), kebencian (dosa) dan kegelapan batin (moha) masih menghalangi jalan, tidak membiarkan apa yang layak dimuliakan untuk timbul. Latihan kita adalah dengan mulai menghancurkan keserakahan, kebencian dan kegelapan batin – kekotoran-kekotoran batin yang sebagian besar dapat ditemukan di dalam diri kita masing-masing. Inilah yang menahan kita dalam lingkaran menjadi (bhava) dan kelahiran (jāti) dan menghalangi kita untuk mencapai ketenangan pikiran. Keserakahan, kebencian dan kegelapan batin menghalangi samaṇa – ketenangan – untuk timbul di dalam diri kita. Selama ketenangan ini tidak timbul, kita masih belum samaṇa; dengan kata lain, hati kita belum mengalami ketenangan yang bebas dari pengaruh keserakahan, kebencian dan kegelapan batin. Inilah sebabnya mengapa kita berlatih – dengan niat untuk melenyapkan keserakahan, kebencian dan kegelapan batin dari hati kita. Hanya ketika kekotoran-kekotoran batin ini telah dihilangkan, barulah kita bisa mencapai kemurnian, apa yang benar-benar mulia. Menghayati apa yang mulia di dalam hati anda tidak hanya menyangkut berupaya dengan pikiran saja, tetapi juga tubuh dan ucapan anda. Mereka harus bekerja sama. Sebelum anda bisa berlatih dengan tubuh dan ucapan anda, anda harus berlatih dengan pikiran anda. Namun, jika anda hanya berlatih dengan pikiran, mengabaikan tubuh dan ucapan, itu juga tidak akan berhasil. Mereka tidak dapat dipisahkan. Berlatih dengan pikiran sampai halus, sempurna dan indah mirip dengan membuat tiang kayu atau papan kayu yang sudah jadi: sebelum anda bisa mendapatkan tiang yang halus, dipernis dan menarik, anda terlebih dahulu harus pergi dan menebang pohon. Kemudian anda harus memotong bagian-bagian yang kasar – akar dan cabang-cabangnya – sebelum anda membelah, menggergaji dan mengerjakannya. Berlatih dengan pikiran mirip dengan mengerjakan pohon, anda harus mengerjakan hal-hal yang kasar terlebih dahulu. Anda harus menghancurkan bagian-bagian yang kasar: menghancurkan akar, menghancurkan kulit kayu dan semua yang tidak menarik, untuk mendapatkan apa yang menarik dan menyenangkan bagi mata. Anda harus bekerja melalui yang kasar untuk mencapai yang halus. Praktik Dhamma juga sama. Anda bertujuan untuk menenangkan dan memurnikan pikiran, tetapi hal itu sulit untuk dilakukan. Anda harus mulai berlatih dengan bagian luar – tubuh dan ucapan – terus berusaha ke dalam sampai anda mencapai apa yang halus, bersinar dan indah. Anda bisa membandingkannya dengan perabot yang sudah jadi, seperti meja dan kursi ini. Mereka mungkin menarik sekarang, tetapi dulunya mereka hanyalah potongan-potongan kayu kasar dengan cabang-cabang dan daun-daunnya, yang harus direncanakan dan dikerjakan. Beginilah cara anda mendapatkan perabot yang indah atau pikiran yang sempurna dan murni. Oleh karena itu, jalan yang benar menuju ketenangan, jalan yang telah ditetapkan oleh Sang Buddha, yang menuntun ke ketenangan pikiran dan penenangan kekotoran batin, adalah sīla (pengendalian moral), samādhi (konsentrasi) dan paññā (kebijaksanaan). Inilah jalan latihan. Inilah jalan yang menuntun anda menuju kemurnian dan menuntun anda untuk menyadari dan mewujudkan kualitas-kualitas samaṇa. Ini adalah jalan untuk meninggalkan keserakahan, kebencian dan kegelapan batin sepenuhnya. Latihannya tidak berbeda dari ini apakah anda melihatnya secara internal atau eksternal. Cara melatih dan mematangkan pikiran ini – yang menyangkut rapalan, meditasi, ceramah Dhamma dan semua bagian lain dari latihan – memaksa anda untuk menentang kekotoran batin. Anda harus melawan kecenderungan-kecenderungan pikiran, karena biasanya kita suka rileks, bermalas-malasan dan menghindari apa pun yang menyebabkan gesekan pada diri kita atau menyangkut penderitaan dan kesulitan. Pikiran sama sekali tidak ingin berusaha atau terlibat. Inilah sebabnya mengapa anda harus siap untuk menanggung kesulitan dan mengerahkan usaha dalam latihan. Anda harus menggunakan dhamma ketekunan dan benar-benar berjuang. Sebelumnya tubuh anda hanyalah sarana untuk bersenang-senang, dan setelah membangun segala macam kebiasaan-kebiasaan yang tidak bijak, sulit bagi anda untuk mulai berlatih dengan tubuh anda. Sebelumnya, anda tidak mengendalikan ucapan anda, jadi sekarang sulit untuk mulai mengendalikannya. Tetapi seperti halnya kayu itu, tidak peduli seberapa merepotkan atau sulit kelihatannya: sebelum anda bisa membuatnya menjadi meja dan kursi, anda harus menghadapi beberapa kesulitan. Itu bukanlah hal yang penting; itu hanyalah sesuatu yang harus anda alami di sepanjang jalan. Anda harus mengerjakan dari kayu kasar untuk menghasilkan perabot jadi. Sang Buddha mengajarkan bahwa inilah cara latihan bagi kita semua. Semua murid Beliau yang telah menyelesaikan upaya mereka dan menjadi tercerahkan sepenuhnya, sebelumnya (saat mereka pertama kali datang untuk ditahbiskan dan berlatih bersama Beliau) adalah puthujjana (makhluk duniawi biasa). Mereka semua adalah makhluk biasa yang belum tercerahkan seperti kita, dengan tangan dan kaki, mata dan telinga, keserakahan dan kemarahan – sama seperti kita. Mereka tidak mempunyai karakteristik istimewa yang membuat mereka secara khusus berbeda dari kita. Seperti inilah Sang Buddha dan murid-muridnya pada awalnya. Mereka berlatih dan menimbulkan kecerahan dari ketakcerahan, keindahan dari keburukan dan manfaat besar dari apa yang hampir tidak berguna. Upaya ini terus berlanjut dari generasi ke generasi hingga saat ini. Mereka adalah anak-anak dari orang biasa – petani, pedagang dan pengusaha – yang, setelah sebelumnya terjerat dalam kesenangan indrawi dunia, pergi untuk ditahbiskan. Para bhikkhu itu pada masa Sang Buddha mampu mempraktikkan dan melatih diri mereka sendiri, dan kalian harus mengerti bahwa kalian memiliki potensi yang sama. Kalian terbentuk dari lima khanda3, sama saja. Kalian juga memiliki tubuh, perasaan menyenangkan dan tidak menyenangkan, ingatan dan persepsi, bentukan pikiran dan kesadaran – serta pikiran yang mengembara dan berkembang biak. Kalian bisa menyadari kebaikan dan kejahatan. Semuanya sama saja. Pada akhirnya, kombinasi fenomena fisik dan mental itu ada di setiap diri kalian masing-masing, sebagai individu tersendiri, tidak banyak berbeda dari yang ditemukan pada para bhikkhu yang berlatih dan menjadi tercerahkan di bawah bimbingan Sang Buddha. Mereka semua awalnya adalah makhluk biasa yang belum tercerahkan. Beberapa bahkan pernah menjadi gangster dan berandalan, sementara yang lain berasal dari latar belakang yang baik. Mereka tidak berbeda dari kita. Sang Buddha menginspirasi mereka untuk meninggalkan keduniawian dan berlatih untuk pencapaian magga (Jalan Mulia) dan phala (buah)4, dan sekarang ini, dengan cara yang sama, orang-orang seperti kalian terinspirasi untuk menjalani latihan sīla, samādhi dan paññā. Sīla, samādhi dan paññā adalah nama-nama yang diberikan untuk berbagai aspek latihan. Ketika anda berlatih sīla, samādhi dan paññā, itu berarti anda berlatih dengan diri anda sendiri. Latihan benar terjadi di sini di dalam diri anda. Sīla benar ada di sini, samādhi benar ada di sini. Mengapa? Karena tubuh anda ada di sini. Latihan sīla melibatkan setiap bagian tubuh. Sang Buddha mengajarkan kita untuk berhati-hati terhadap semua tindakan fisik kita. Tubuh anda ada di sini! Anda mempunyai tangan, anda mempunyai kaki di sini. Di sinilah anda berlatih sīla. Apakah tindakan-tindakan anda akan sesuai dengan sīla dan Dhamma tergantung bagaimana anda melatih tubuh anda. Berlatih dengan ucapan anda berarti menyadari hal-hal yang anda katakan. Ini termasuk menghindari jenis ucapan yang salah, yaitu ucapan memecah belah, ucapan kasar dan ucapan yang tidak perlu atau sembrono. Tindakan tubuh yang salah termasuk membunuh makhluk hidup, mencuri dan pelanggaran seksual. Sangat mudah untuk membuat daftar jenis-jenis perilaku yang salah seperti yang ditemukan dalam buku-buku, tetapi hal yang penting untuk dipahami adalah bahwa potensi dari semua itu terletak di dalam diri kita. Tubuh dan ucapan anda bersama dengan anda di sini dan saat ini. Anda menjalankan sīla, yang berarti berhati-hati untuk menghindari tindakan-tindakan yang tidak bijak seperti membunuh, mencuri dan pelanggaran seksual. Sang Buddha mengajarkan kita untuk berhati-hati dengan tindakan kita dari tingkat yang paling kasar. Dalam kehidupan awam, anda mungkin tidak memiliki perilaku moral yang sangat halus dan sering melanggar sīla. Sebagai contoh, di masa lalu anda mungkin telah membunuh binatang atau serangga dengan cara menghantamnya dengan kapak atau kepalan tangan, atau mungkin anda tidak terlalu berhati-hati dengan ucapan anda; ucapan salah berarti berbohong atau melebih-lebihkan kebenaran; ucapan kasar berarti anda terus-menerus berkata kasar atau tidak sopan kepada orang lain – “dasar bajingan”, “dasar bodoh”, dan seterusnya; ucapan sembrono berarti obrolan yang tidak bertujuan, bertele-tele tanpa makna atau inti. Kita telah menikmati itu semua. Tidak ada pengendalian! Singkatnya, menjaga sīla berarti mengawasi diri sendiri, mengawasi tindakan dan ucapan kita.

Jadi siapa yang akan mengawasi? Siapa yang akan bertanggung jawab atas tindakan anda? Ketika anda membunuh binatang, siapa yang mengetahui? Apakah tangan anda yang mengetahui, atau orang lain? Ketika anda mencuri barang milik orang lain, siapakah yang menyadari tindakan tersebut? Apakah tangan anda yang mengetahui? Di sinilah anda harus mengembangkan kesadaran. Sebelum anda melakukan tindakan pelanggaran seksual, di manakah kesadaran anda? Apakah tubuh anda yang mengetahui? Siapakah yang mengetahui sebelum anda berbohong, mengumpat atau mengatakan sesuatu yang sembrono? Apakah mulut anda menyadari apa yang dikatakannya, ataukah yang mengetahui di dalam kata-kata itu sendiri? Renungkanlah hal ini: siapa pun yang mengetahui adalah yang harus bertanggung jawab atas sīla anda. Bawalah kesadaran itu untuk mengawasi tindakan dan ucapan anda. Pengetahuan itu, kesadaran itu adalah apa yang anda gunakan untuk mengawasi latihan anda. Untuk menjaga sīla, anda menggunakan bagian pikiran itu yang mengarahkan tindakan anda dan yang menuntun anda untuk melakukan hal baik dan buruk. Anda menangkap penjahat dan mengubahnya menjadi seorang kepala polisi atau walikota. Peganglah pikiran yang bandel dan bawa ia untuk menjalani hukuman dan bertanggung jawab atas semua tindakan dan ucapan anda. Lihatlah ini dan renungkanlah. Sang Buddha mengajarkan kita untuk berhati-hati dengan tindakan kita. Siapakah yang melakukan pengawasan? Tubuh tidak tahu apa-apa; ia hanya berdiri, berjalan dan sebagainya. Tangan juga sama; mereka tidak tahu apa-apa. Sebelum mereka menyentuh atau memegang sesuatu, harus ada yang memberi mereka perintah. Saat mereka mengambil dan meletakkan sesuatu, pasti ada yang memberi tahu mereka apa yang harus dilakukan. Tangan itu sendiri tidak menyadari apa pun; harus ada yang memberi mereka perintah. Mulut juga sama – apa pun yang dikatakannya, apakah ia mengatakan kebenaran atau kebohongan, berbicara kasar atau memecah belah, pasti ada yang menyuruhnya apa yang harus dikatakan. Latihan ini memerlukan pembentukan sati, perhatian penuh, di dalam “yang mengetahui” ini. “Yang mengetahui” adalah niat pikiran itu, yang sebelumnya memotivasi kita untuk membunuh makhluk hidup, mencuri barang milik orang lain, melakukan hubungan seksual terlarang, berbohong, memfitnah, mengatakan hal-hal bodoh dan sembrono dan melakukan segala jenis perilaku yang tidak terkendali. “Yang mengetahui” membuat kita berbicara. Ia ada di dalam pikiran. Pusatkan perhatian penuh atau sati anda – kesadaran yang konstan itu – pada “yang mengetahui” ini. Biarkan yang mengetahui mengawasi latihan anda. Dalam latihan, pedoman paling dasar untuk perilaku moral yang ditetapkan oleh Sang Buddha adalah: membunuh adalah kejahatan, pelanggaran sīla; mencuri adalah pelanggaran; penyelewengan seksual adalah pelanggaran; berbohong adalah pelanggaran; ucapan kasar dan sembrono semuanya adalah pelanggaran sīla. Anda mengingat semua ini dalam ingatan. Ini adalah kode disiplin moral, seperti yang ditetapkan oleh Sang Buddha, yang mendorong anda untuk berhati-hari terhadap yang satu itu yang berada di dalam diri anda yang bertanggung jawab atas pelanggaran-pelanggaran sīla sebelumnya. Yang satu itu, yang bertanggung jawab memberikan perintah untuk membunuh atau menyakiti orang lain, mencuri, melakukan penyelewengan seksual, mengatakan hal-hal yang tidak benar atau tidak bermanfaat dan menjadi tidak terkendali dalam segala macam cara – bernyanyi dan menari, berpesta dan bermain-main. Yang memberikan perintah untuk menikmati semua jenis perilaku ini adalah apa yang anda bawa untuk menjaga pikiran. Gunakan sati atau kesadaran untuk menjaga pikiran terus sadar di saat ini dan pertahankan ketenangan mental dengan cara ini. Buatlah pikiran menjaga dirinya sendiri. Lakukanlah dengan baik. Jika pikiran benar-benar mampu menjaga dirinya sendiri, tidaklah sulit untuk menjaga ucapan dan tindakan, karena semuanya diawasi oleh pikiran. Menjaga sīla – dengan kata lain menjaga tindakan dan ucapan anda – bukanlah hal yang sulit. Anda mempertahankan kesadaran di setiap saat dan di setiap postur, apakah berdiri, berjalan, duduk atau berbaring. Sebelum anda melakukan tindakan apa pun, berbicara atau terlibat dalam percakapan, bangun kesadaran terlebih dahulu – jangan bertindak atau berbicara dulu, bangun perhatian penuh (sati) terlebih dahulu kemudian bertindak atau berbicara. Anda harus memiliki sati, mengingat kembali, sebelum anda melakukan sesuatu. Tidak peduli apa yang akan anda katakan, anda pertama-tama harus mengingat kembali dalam pikiran. Berlatihlah seperti ini sampai anda lancar. Berlatihlah agar anda bisa terus mengikuti apa yang terjadi di dalam pikiran; sampai titik di mana perhatian penuh (sati) menjadi mudah dan anda penuh perhatian sebelum bertindak, penuh perhatian sebelum anda berbicara. Beginilah cara anda membangun perhatian penuh (sati) di dalam hati. Dengan “yang mengetahui” anda menjaga diri anda sendiri, karena semua tindakan anda timbul dari sini. Di sinilah niat untuk semua tindakan anda berasal dan inilah sebabnya mengapa latihan tidak akan berhasil jika anda mencoba membawa orang lain untuk melakukan upaya ini. Pikiran harus menjaga dirinya sendiri; jika pikiran tidak bisa menjaga dirinya sendiri, maka tidak ada yang bisa. Inilah sebabnya mengapa Sang Buddha mengajarkan bahwa menjaga sīla tidak terlalu sulit, karena itu hanya berarti menjaga pikiran anda sendiri. Apabila perhatian penuh (sati) telah terbentuk sepenuhnya, kapan pun anda mengatakan atau melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri atau orang lain, anda akan langsung mengetahuinya. Anda tahu mana yang benar dan mana yang salah. Beginilah cara anda menjaga sīla. Anda berlatih dengan tubuh dan ucapan anda dari tingkat yang paling dasar. Dengan menjaga ucapan dan tindakan anda, maka ucapan dan tindakan anda menjadi anggun dan menyenangkan bagi mata dan telinga, sementara anda sendiri tetap nyaman dan santai dalam pengendalian diri. Semua perilaku, sopan santun, gerakan dan ucapan anda menjadi indah, karena anda berhati-hati dengan merenungkan, menyesuaikan dan memperbaiki perilaku anda. Anda dapat membandingkan ini dengan tempat tinggal anda atau aula meditasi. Jika anda rutin membersihkan dan merawat tempat tinggal anda, maka baik interior maupun area di sekitarnya akan menyenangkan untuk dilihat, bukannya berantakan dan tidak enak dipandang. Ini karena ada yang menjaganya. Tindakan dan ucapan anda juga sama. Jika anda menjaganya, mereka menjadi indah, dan apa yang jahat atau kotor akan dicegah kemunculannya. Ādikalyāṇa, majjhekalyāṇa, pariyosānakalyāṇa: indah di awal, indah di tengah dan indah di akhir; atau harmonis di awal, harmonis di tengah dan harmonis di akhir. Apa artinya itu? Tepatnya bahwa latihan sīla, samādhi dan paññā itu indah. Latihannya indah di awal. Jika awalnya indah, maka selanjutnya bagian tengahnya akan indah. Jika anda berlatih perhatian penuh (sati) dan pengendalian diri sampai menjadi nyaman dan alami bagi anda – sehingga ada kewaspadaan yang konstan – pikiran akan menjadi kukuh dan teguh dalam latihan sīla dan pengendalian diri. Pikiran akan secara konsisten memperhatikan latihan dan dengan demikian menjadi terkonsentrasi. Karakteristik yang menjadi teguh dan tak tergoyahkan dalam bentuk dan disiplin monastik dan tak tergoyahkan dalam latihan perhatian penuh (sati) dan pengendalian diri dapat disebut sebagai “samādhi.” Aspek latihan yang ditandai oleh pengendalian diri yang terus-menerus itu, di mana anda secara konsisten berhati-hati dengan tindakan dan ucapan anda dan bertanggung jawab atas semua perilaku eksternal anda, disebut sebagai sīla. Karakteristik yang menjadi tidak tergoyahkan dalam latihan perhatian penuh (sati) dan pengendalian diri disebut samādhi. Pikiran terkonsentrasi dengan kuat dalam latihan sīla dan pengendalian diri ini. Menjadi terkonsentrasi dengan kuat dalam latihan sīla berarti bahwa ada keseimbangan dan konsistensi dalam latihan perhatian penuh (sati) dan pengendalian diri. Ini adalah karakteristik samādhi sebagai faktor eksternal dalam latihan, yang digunakan dalam menjaga sīla. Namun, samādhi juga memiliki sisi dalam yang lebih dalam. Sangat penting kalau anda mengembangkan dan mempertahankan sīla dan samādhi sejak awal – anda harus melakukan ini sebelum hal lainnya. Setelah pikiran memiliki kesungguhan dalam latihan dan sīla dan samādhi telah terbentuk dengan kukuh, anda akan mampu menyelidiki dan merenungkan apa yang bajik dan tidak bajik – bertanya pada diri sendiri… “Apakah ini benar?” … “Apakah itu salah?” – saat anda mengalami berbagai objek-objek pikiran. Ketika pikiran melakukan kontak dengan berbagai penglihatan, suara, bau, rasa, sensasi sentuhan atau gagasan, “yang mengetahui” akan timbul dan membangun kesadaran tentang suka dan tidak suka, kebahagiaan dan penderitaan dan berbagai jenis objek pikiran yang anda alami. Anda akan memahami dengan jelas, dan melihat banyak hal yang berbeda. Jika anda penuh perhatian, anda akan melihat berbagai objek-objek yang masuk ke dalam pikiran dan reaksi yang terjadi saat mengalaminya. “Yang mengetahui” secara otomatis akan mengambilnya sebagai objek perenungan. Setelah pikiran waspada dan perhatian penuh (sati) terbentuk dengan kukuh, anda akan memperhatikan semua reaksi yang diperlihatkan baik melalui tubuh, ucapan atau pikiran, saat objek-objek pikiran dialami. Aspek pikiran yang mengidentifikasi dan memilih yang baik dari yang buruk, yang benar dari yang salah, dari di antara semua objek pikiran dalam bidang kesadaran anda, adalah paññā. Ini adalah paññā pada tahap-tahap awalnya dan ia menjadi matang sebagai hasil dari latihan. Semua aspek-aspek yang berbeda dari latihan ini timbul dari dalam pikiran. Sang Buddha menyebut karakteristik-karakteristik ini sebagai sīla, samādhi dan paññā. Beginilah mereka adanya, seperti yang dilatih pada awalnya. Saat anda melanjutkan latihan, keterikatan baru dan jenis-jenis delusi (moha) baru mulai timbul di dalam pikiran. Ini berarti anda mulai melekat pada apa yang baik atau bajik. Anda menjadi takut akan noda atau cacat dalam pikiran – cemas kalau itu akan merusak samādhi anda. Pada saat yang sama anda mulai menjadi rajin dan berupaya keras, dan menyukai serta memelihara latihan. Setiap kali pikiran melakukan kontak dengan objek-objek pikiran, anda menjadi takut dan tegang. Anda juga menjadi sadar akan kesalahan orang lain, bahkan kesalahan sekecil apa pun yang mereka lakukan. Itu karena anda khawatir dengan latihan anda. Ini adalah berlatih sīla, samādhi dan paññā pada satu tingkat – pada bagian luar – berdasarkan fakta bahwa anda telah membangun pandangan-pandangan anda sesuai dengan bentuk dan dasar-dasar latihan yang ditetapkan oleh Sang Buddha. Memang, ini adalah akar-akar dari latihan dan sangat penting untuk memantapkannya di dalam pikiran. Anda terus berlatih seperti ini sebanyak mungkin, sampai anda bahkan mungkin mencapai titik di mana anda terus-menerus menilai dan mencari-cari kesalahan setiap orang yang anda temui, ke mana pun anda pergi. Anda terus-menerus menanggapi dengan ketertarikan dan kebencian terhadap dunia di sekitar anda, menjadi penuh dengan segala jenis ketakpastian dan terus-menerus melekat pada pandangan tentang cara berlatih yang benar dan salah. Seolah-olah anda menjadi terobsesi dengan latihan. Tapi anda tidak perlu khawatir tentang hal ini dulu – pada saat itu lebih baik terlalu banyak berlatih daripada terlalu sedikit. Banyaklah berlatih dan dedikasikan diri anda menjaga tubuh, ucapan dan pikiran. Anda tidak pernah bisa terlalu berlebihan melakukan hal ini. Ini dikatakan berlatih sīla pada satu tingkat; pada kenyataannya, sīla, samādhi dan paññā semuanya ada di sana bersama-sama.


Jika anda menggambarkan latihan sīla pada tahap ini, dalam istilah pāramī5 (kesempurnaan spiritual), itu adalah dāna-pāramī (kesempurnaan spiritual dalam memberi), atau sīla-pāramī (kesempurnaan spiritual dalam pengendalian moral). Ini adalah latihan pada satu tingkat. Setelah mengembangkan sebanyak ini, anda bisa masuk ke latihan yang lebih dalam lagi ke tingkat dāna-upapāramī6 dan sīla-upapāramī yang lebih mendalam. Ini timbul dari kualitas spiritual yang sama, tetapi pikiran berlatih pada tingkat yang lebih halus. Anda cukup berkonsentrasi dan memusatkan usaha anda untuk memperoleh yang halus dari yang kasar. Setelah anda memperoleh landasan ini dalam latihan anda, akan ada rasa malu yang kuat dan rasa takut akan perbuatan salah yang terbentuk di dalam hati. Apa pun waktu atau tempatnya – di tempat umum atau tempat pribadi – ketakutan akan perbuatan salah ini akan selalu ada di dalam pikiran. Anda menjadi benar-benar takut terhadap setiap perbuatan salah. Ini adalah kualitas pikiran yang anda pertahankan di seluruh aspek latihan. Latihan perhatian penuh (sati) dan pengendalian diri dengan tubuh, ucapan dan pikiran dan konsisten membedakan antara benar dan salah adalah apa yang anda pegang sebagai objek pikiran. Anda menjadi terkonsentrasi dengan cara ini dan dengan teguh dan tak tergoyahkan melekat pada cara latihan ini, ini berarti pikiran benar-benar menjadi sīla, samādhi dan paññā – ciri-ciri dari latihan seperti yang dijelaskan dalam ajaran konvensional. Saat anda terus mengembangkan dan mempertahankan latihan, karakteristik dan kualitas-kualitas yang berbeda ini disempurnakan bersama-sama di dalam pikiran. Akan tetapi, berlatih sīla, samādhi dan paññā pada tingkat ini masih belum cukup untuk menghasilkan faktor-faktor jhāna (penyerapan batin) – latihannya masih terlalu kasar. Namun, pikiran sudah cukup halus – di sisi halus dari kasar! Bagi orang biasa yang belum tercerahkan yang belum menjaga pikiran atau belum banyak berlatih meditasi dan perhatian penuh (sati), hanya sebanyak ini saja sudah merupakan sesuatu yang cukup halus. Seperti orang miskin – memiliki dua atau tiga Pound Sterling bisa sangat berarti, meskipun bagi seorang jutawan itu hampir tidak ada artinya. Beginilah adanya. Beberapa Pound itu sangat banyak ketika anda sedang kesusahan dan kesulitan uang, dan dengan cara yang sama, meskipun pada tahap-tahap awal latihan anda mungkin masih hanya mampu melepaskan kekotoran-kekotoran batin yang lebih kasar, ini masih bisa tampak cukup mendalam bagi orang yang belum tercerahkan dan belum pernah berlatih atau melepaskan kekotoran-kekotoran batin sebelumnya. Pada tingkat ini, anda bisa merasakan suatu kepuasan karena mampu berlatih dengan segenap kemampuan anda. Ini adalah sesuatu yang akan anda lihat sendiri; ini adalah sesuatu yang harus dialami di dalam pikiran pelaksana. Jika demikian, berarti anda sudah berada di jalan, yaitu berlatih sīla, samādhi dan paññā. Semua ini harus dilatih bersama-sama, karena jika ada yang kurang, latihan tidak akan berkembang dengan benar. Semakin sīla anda meningkat, semakin kuat pikiran anda. Semakin kuat pikiran, paññā menjadi semakin nyata dan seterusnya… setiap bagian dari latihan mendukung dan meningkatkan yang lainnya. Pada akhirnya, karena ketiga aspek latihan begitu erat kaitannya satu sama lain, istilah-istilah ini hampir menjadi sama artinya. Ini adalah karakteristik sammā paṭipadā(Latihan Benar), ketika anda berlatih terus-menerus, tanpa mengendurkan usaha anda. Jika anda berlatih dengan cara ini, itu berarti anda telah memasuki jalan latihan yang benar. Anda sedang menelusuri tahap pertama dari jalan – tingkat paling kasar – yang merupakan sesuatu yang cukup sulit untuk dipertahankan. Ketika anda memperdalam dan menyempurnakan latihan, sīla, samādhi dan paññā akan matang bersamaan dari tempat yang sama – mereka dimurnikan dari bahan mentah yang sama. Sama seperti pohon kelapa kita. Pohon kelapa menyerap air dari bumi dan menariknya ke atas melalui batangnya. Pada saat air mencapai kelapa itu sendiri, airnya telah menjadi bersih dan manis, meskipun airnya berasal dari air biasa di dalam tanah. Pohon kelapa dipupuk oleh apa yang pada dasarnya adalah unsur tanah dan air yang kasar, yang ia serap dan murnikan, dan ini diubah menjadi sesuatu yang jauh lebih manis dan lebih murni dari sebelumnya. Dengan cara yang sama, latihan sīla, samādhi dan paññā– dengan kata lain Magga – memiliki awal yang kasar, tetapi, sebagai hasil dari melatih dan memurnikan pikiran melalui meditasi dan perenungan, pikiran menjadi semakin halus. Ketika pikiran menjadi semakin halus, latihan perhatian penuh (sati) menjadi semakin terfokus, terkonsentrasi pada area yang semakin sempit. Latihan sebenarnya menjadi lebih mudah karena pikiran beralih ke dalam dan semakin ke dalam untuk memusatkan perhatiannya pada dirinya sendiri. Anda tidak lagi membuat kesalahan-kesalahan besar. Sekarang, setiap kali pikiran dipengaruhi oleh suatu hal tertentu, keraguan akan timbul – seperti, apakah bertindak atau berbicara dengan cara tertentu itu benar atau salah – anda cukup terus menghentikan perkembangbiakan mental dan, melalui usaha yang semakin intensif dalam latihan, terus mengalihkan perhatian anda lebih dalam dan lebih dalam ke dalam. Latihan samādhi secara bertahap akan menjadi lebih mantap dan lebih terkonsentrasi. Latihan paññā ditingkatkan sehingga anda bisa melihat hal-hal dengan lebih jelas dan semakin mudah. Hasil akhirnya adalah anda dengan jelas mampu melihat pikiran dan objeknya, tanpa harus membuat perbedaan apa pun antara pikiran, tubuh atau ucapan. Anda tidak lagi harus memisahkan apa pun – apakah anda berbicara tentang pikiran dan tubuh atau pikiran dan objeknya. Anda melihat bahwa pikiranlah yang memberikan perintah kepada tubuh. Tubuh harus bergantung pada pikiran sebelum ia bisa berfungsi. Namun, pikiran itu sendiri terus-menerus tunduk pada berbagai objek yang mengontak dan mengondisikannya sebelum ia bisa mempunyai pengaruh apa pun pada tubuh. Saat anda terus mengalihkan perhatian ke dalam dan merenungkan Dhamma, indra kebijaksanaan secara bertahap menjadi matang, dan pada akhirnya anda hanya merenungkan pikiran dan objek-objek pikiran – yang berarti bahwa anda mulai mengalami tubuh, rūpadhamma (materiel) sebagai arūpadhamma (imateriel). Melalui pandangan terang anda, anda tidak lagi meraba-raba atau tidak yakin dalam pemahaman anda tentang tubuh dan sifatnya. Pikiran mengalami karakteristik fisik tubuh sebagai arūpadhamma – objek-objek tanpa bentuk – yang berkontak dengan pikiran. Pada akhirnya, anda hanya merenungkan pikiran dan objek-objek pikiran – objek-objek yang masuk ke dalam kesadaran anda itu. Sekarang, dengan memeriksa sifat sejati pikiran, anda bisa mengamati bahwa dalam keadaan alaminya, pikiran tidak memiliki kesibukan atau masalah yang menguasainya. Seperti sehelai kain atau bendera yang diikatkan di ujung tiang. Selama ia sendirian dan tidak diganggu, tidak akan ada yang terjadi padanya. Daun di pohon adalah contoh lainnya – biasanya daun tetap diam dan tidak terganggu. Jika ia bergerak atau berkibar, ini pasti karena angin, suatu kekuatan eksternal. Biasanya, tidak banyak yang terjadi pada daun; ia tetap diam. Ia tidak pergi mencari untuk terlibat dengan apa pun atau siapa pun. Ketika daun mulai bergerak, itu pasti karena pengaruh sesuatu dari luar, seperti angin, yang membuatnya berayun-ayun. Dalam keadaan alaminya, pikiran juga sama – di dalamnya, tidak ada cinta ataupun kebencian, juga tidak berusaha menyalahkan orang lain. Ia berdiri sendiri, hidup dalam keadaan kemurnian yang benar-benar jernih, bercahaya dan tidak ternoda. Dalam keadaan murninya, pikiran tenang, tanpa kebahagiaan maupun penderitaan – sungguh, tidak mengalami viññāṇa (perasaan) sama sekali. Inilah keadaan pikiran yang sejati. Maka, tujuan dari latihan adalah untuk mencari ke dalam, mencari dan menyelidiki sampai anda mencapai pikiran yang asli. Pikiran asli juga dikenal sebagai pikiran murni. Pikiran murni adalah pikiran tanpa kemelekatan. Ia tidak terpengaruh oleh objek-objek pikiran. Dengan kata lain, ia tidak mengejar berbagai jenis objek pikiran yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Sebaliknya, pikiran berada dalam keadaan mengetahui dan keterjagaan secara terus-menerus – sepenuhnya menyadari semua yang dialaminya. Ketika pikiran seperti ini, tidak ada objek-objek pikiran yang menyenangkan ataupun tidak menyenangkan yang dialaminya akan mampu mengganggunya. Pikiran tidak “menjadi” apa pun. Dengan kata lain, tidak ada yang bisa menggoyahkannya. Mengapa? Karena ada kesadaran. Pikiran mengetahui dirinya sebagai murni. Ia telah mengembangkan kemandiriannya sendiri yang sejati; ia telah mencapai keadaan aslinya. Bagaimana ia mampu membawa keadaan asli ini menjadi ada? Melalui indra perhatian penuh (sati) dengan bijaksana merenungkan dan melihat bahwa semua hal hanyalah kondisi yang timbul dari pengaruh faktor-faktor, tanpa ada makhluk individu mana pun yang mengendalikannya. Beginilah adanya dengan kebahagiaan dan penderitaan yang kita alami. Ketika keadaan-keadaan mental ini timbul, mereka hanyalah “kebahagiaan” dan “penderitaan”. Tidak ada pemilik dari kebahagiaan. Pikiran bukanlah pemilik penderitaan – keadaan-keadaan mental bukan milik pikiran. Lihatlah sendiri. Pada kenyataannya ini bukanlah urusan pikiran, mereka terpisah dan berbeda. Kebahagiaan hanyalah keadaan kebahagiaan; penderitaan hanyalah keadaan penderitaan. Anda hanyalah yang mengetahui hal-hal ini saja. Di masa lalu, karena akar keserakahan, kebencian dan delusi (lobha, dosa, moha) sudah ada di dalam pikiran, setiap kali anda melihat sedikit saja objek pikiran menyenangkan atau tidak menyenangkan, pikiran akan langsung bereaksi – anda akan memegangnya dan harus mengalami kebahagiaan atau penderitaan. Anda akan terus-menerus menuruti keadaan kebahagiaan dan penderitaan. Begitulah adanya selama pikiran tidak mengetahui dirinya sendiri – selama ia tidak terang dan bercahaya. Pikiran tidak bebas. Ia dipengaruhi oleh objek-objek pikiran apa saja yang dialaminya. Dengan kata lain, ia tanpa perlindungan, tidak mampu benar-benar bergantung pada dirinya sendiri. Anda menerima kesan mental yang menyenangkan dan masuk ke dalam suasana hati yang baik. Pikiran melupakan dirinya sendiri. Sebaliknya, pikiran asli melampaui baik dan buruk. Ini adalah sifat asli dari pikiran. Jika anda merasa bahagia karena mengalami objek pikiran yang menyenangkan, itu adalah delusi. Jika anda merasa tidak bahagia karena mengalami objek pikiran yang tidak menyenangkan, itu adalah delusi. Objek pikiran yang tidak menyenangkan membuat anda menderita dan objek pikiran yang menyenangkan membuat anda bahagia – ini adalah dunia. Objek-objek pikiran datang bersama dunia. Mereka adalah dunia. Mereka menimbulkan kebahagiaan dan penderitaan, baik dan jahat, dan segala sesuatu yang tunduk pada ketidakkekalan dan ketakpastian. Ketika anda terpisah dari pikiran yang asli, semuanya menjadi tidak pasti – hanya ada kelahiran dan kematian yang tiada hentinya, ketakpastian dan kecemasan, penderitaan dan kesulitan, tanpa ada cara apa pun untuk menghentikannya atau mengakhirinya. Ini adalah vaṭṭa (putaran kelahiran kembali tanpa akhir). Melalui perenungan yang bijak, anda bisa melihat bahwa anda tunduk pada kebiasaan-kebiasaan lama dan pengondisian. Pikiran itu sendiri sebenarnya bebas, tapi anda harus menderita karena kemelekatan anda. Ambil contoh, pujian dan kritikan. Misalkan orang lain mengatakan anda bodoh: kenapa hal itu membuat anda menderita? Itu karena anda merasa bahwa anda sedang dikritik. Anda “mengambil” sedikit informasi ini dan mengisi pikiran dengan informasi itu. Tindakan “mengambil”, mengumpulkan dan menerima pengetahuan itu tanpa perhatian penuh (sati), menimbulkan pengalaman yang seperti menusuk diri sendiri. Ini adalah upādāna (kemelekatan). Setelah anda ditusuk, ada bhava (menjadi). Bhavaadalah sebab bagi jāti (kelahiran). Jika anda melatih diri anda untuk tidak memperhatikan atau mementingkan beberapa hal yang dikatakan orang lain, cukup menganggap itu sebagai suara yang mengontak telinga anda, tidak akan ada reaksi yang kuat dan anda tidak perlu menderita, karena tidak ada apa pun yang tercipta di dalam pikiran. Ini akan seperti mendengarkan orang Kamboja memarahi anda – anda akan mendengar suara ucapannya, tapi itu hanya suara karena anda tidak akan mengerti arti kata-katanya. Anda tidak akan sadar kalau anda sedang dimarahi. Pikiran tidak akan menerima informasi itu, ia hanya akan mendengar suara saja dan tetap tenang. Jika ada orang yang mengkritik anda dalam bahasa yang tidak anda mengerti, anda hanya akan mendengar bunyi suara mereka dan tetap tidak terganggu. Anda tidak akan menyerap arti kata-kata itu dan terluka karenanya. Setelah anda sudah berlatih dengan pikiran sampai titik ini, ia menjadi lebih mudah untuk mengetahui timbul dan berlalunya kesadaran dari waktu ke waktu. Saat anda merenung seperti ini, menembus lebih dalam dan lebih dalam lagi ke dalam, pikiran menjadi semakin halus, melampaui kekotoran-kekotoran batin yang lebih kasar. Samādhi berarti pikiran yang terkonsentrasi dengan kuat, dan semakin banyak anda berlatih, semakin kuat pikiran. Semakin kuat pikiran terkonsentrasi, semakin ia menjadi mantap dalam latihannya. Semakin banyak anda merenung, semakin anda menjadi yakin. Pikiran menjadi benar-benar stabil – sampai titik di mana ia sama sekali tidak bisa digoyahkan oleh apa pun juga. Anda benar-benar yakin bahwa tidak ada satu pun objek pikiran yang mempunyai kemampuan untuk menggoyahkannya. Objek pikiran adalah objek pikiran; pikiran adalah pikiran. Pikiran mengalami keadaan mental yang baik dan buruk, kebahagiaan dan penderitaan, karena ia tertipu oleh objek pikiran. Jika ia tidak tertipu oleh objek-objek pikiran, maka tidak ada penderitaan. Pikiran yang tidak tertipu tidak bisa digoyahkan. Fenomena ini adalah keadaan kesadaran, di mana semua hal dan fenomena dipandang sepenuhnya sebagai dhātu7 (faktor-faktor alami) yang timbul dan berlalu – hanya sebanyak itu. Mungkin saja memiliki pengalaman ini namun masih belum bisa sepenuhnya melepaskan. Apakah anda bisa atau tidak bisa melepaskan, jangan biarkan hal ini mengganggu anda. Sebelum hal lainnya, anda setidaknya harus mengembangkan dan mempertahankan tingkat kesadaran atau keteguhan yang tetap ini di dalam pikiran. Anda harus terus memberikan tekanan dan menghancurkan kekotoran batin melalui upaya yang gigih, menembus lebih dalam dan lebih dalam lagi ke dalam latihan. Setelah memahami Dhamma dengan cara ini, pikiran akan menarik diri ke tingkat latihan yang tidak terlalu intens, yang digambarkan oleh Sang Buddha dan kitab-kitab Buddhis berikutnya sebagai gotrabhū citta8. Gotrabhū citta mengacu pada pikiran yang telah mengalami melampaui batasan-batasan pikiran manusia biasa. Ini adalah pikiran puthujjana (individu biasa yang tidak tercerahkan) yang menerobos masuk ke dalam alam Ariya (Orang Mulia) – namun, fenomena ini masih terjadi di dalam pikiran individu biasa yang belum tercerahkan seperti kita. Gotrabhū puggala adalah seseorang, yang, setelah maju dalam latihannya sampai mereka memperoleh pengalaman sementara Nibbāna (kecerahan), menarik diri darinya dan terus berlatih di tingkat lain, karena mereka belum sepenuhnya memotong semua kekotoran batin. Seperti seseorang yang sedang melangkah menyeberangi sungai, dengan satu kaki di dekat tepi sungai, dan kaki yang lain di sisi yang jauh. Dia tahu dengan pasti bahwa ada dua sisi pada sungai itu, tetapi tidak mampu menyeberanginya sepenuhnya sehingga melangkah mundur. Pemahaman bahwa terdapat dua sisi pada sungai mirip dengan gotrabhū puggala dan gotrabhū citta. Ini berarti bahwa anda mengetahui jalan untuk melampaui kekotoran batin, tetapi masih belum mampu pergi ke sana, sehingga anda mundur. Begitu anda mengetahui sendiri bahwa keadaan ini benar-benar ada, pengetahuan ini tetap ada bersama anda terus-menerus saat anda meneruskan latihan meditasi dan mengembangkan pāramīanda. Anda yakin akan tujuan dan cara yang paling langsung untuk mencapainya. Sederhananya, keadaan yang telah timbul ini adalah pikiran itu sendiri. Jika anda merenungkan sesuai dengan kebenaran hal-hal sebagaimana adanya, anda bisa melihat bahwa hanya ada satu jalan dan adalah tugas anda untuk mengikutnya. Ini berarti bahwa anda sejak awal tahu kalau keadaan mental kebahagiaan dan penderitaan bukanlah jalan untuk diikuti. Ini adalah sesuatu yang harus anda ketahui sendiri – ini adalah kebenaran hal-hal sebagaimana adanya. Jika anda melekat pada kebahagiaan, anda keluar dari jalan karena kemelekatan pada kebahagiaan akan menyebabkan timbulnya penderitaan. Jika anda melekat pada kesedihan, itu bisa menyebabkan timbulnya penderitaan. Anda memahami hal ini – anda sudah menyadari pandangan benar, tetapi pada saat yang sama, belum mampu sepenuhnya melepaskan kemelekatan anda.


Jadi bagaimana cara berlatih yang benar? Anda harus menjalani jalan tengah, yang berarti memperhatikan berbagai keadaan mental kebahagiaan dan penderitaan, sementara pada saat yang sama menjaga jarak yang jauh dari mereka, di kedua sisi anda. Ini adalah cara berlatih yang benar – anda mempertahankan perhatian penuh (sati) dan kesadaran meskipun anda masih belum bisa melepaskan. Ini adalah cara yang benar, karena setiap kali pikiran melekat pada keadaan kebahagiaan dan penderitaan, kesadaran akan kemelekatan selalu ada. Ini berarti bahwa setiap kali pikiran melekat pada keadaan kebahagiaan, anda tidak memujinya atau memberinya nilai, dan setiap kali ia melekat pada keadaan penderitaan, anda tidak mengkritiknya. Dengan cara ini anda benar-benar bisa mengamati pikiran sebagaimana ia adanya. Kebahagiaan tidak benar, penderitaan tidak benar. Ada pemahaman bahwa keduanya bukanlah jalan yang benar. Anda sadar, kesadaran terhadap kedua jalan itu dipertahankan, namun anda masih tidak bisa sepenuhnya meninggalkannya. Anda tidak bisa meninggalkannya, tapi anda bisa berhati-hati terhadapnya. Dengan terbentuknya perhatian penuh (sati), anda tidak memberikan nilai yang tidak semestinya pada kebahagiaan atau penderitaan. Anda tidak memberikan kepentingan pada kedua arah itu yang bisa diambil oleh pikiran, dan anda tidak meragukan hal ini; anda tahu bahwa mengikuti kedua jalan itu bukanlah jalan latihan yang benar, jadi di setiap saat anda mengambil jalan tengah keseimbangan batin ini sebagai objek pikiran. Ketika anda berlatih sampai pada titik di mana pikiran melampaui kebahagiaan dan penderitaan, keseimbangan batin pasti akan timbul sebagai jalan untuk diikuti, dan anda harus secara bertahap menjalaninya, sedikit demi sedikit – hati mengetahui jalan yang harus dilalui untuk melampaui kekotoran batin, tetapi, belum siap untuk akhirnya melampaui kekotoran-kekotoran batin, ia menarik diri dan terus berlatih.


Setiap kali kebahagiaan timbul dan pikiran melekat, anda harus mengambil kebahagiaan itu untuk direnungkan, dan setiap kali ia melekat pada penderitaan, anda harus mengambilnya untuk direnungkan. Pada akhirnya, pikiran mencapai tahap ketika ia sepenuhnya sadar akan kebahagiaan dan penderitaan. Pada saat itulah pikiran akan mampu mengesampingkan kebahagiaan dan penderitaan, kesenangan dan kesedihan, dan mengesampingkan semua yang adalah dunia dan dengan demikian menjadi lokavidū (orang yang mengetahui dunia). Setelah pikiran – “yang mengetahui” – bisa melepaskan, maka ia akan tenang pada saat itu. Kenapa ia tenang? Karena anda telah melakukan latihan dan mengikuti jalan sampai ke titik itu. Anda tahu apa yang harus anda lakukan untuk mencapai ujung jalan, tetapi masih belum mampu mencapainya. Ketika pikiran melekat pada kebahagiaan atau penderitaan, anda tidak tertipu olehnya dan berjuang untuk melepaskan kemelekatan dan menggalinya keluar.


Ini berlatih pada tingkat yogāvacara, seseorang yang sedang menempuh jalan latihan – berjuang untuk memotong kekotoran-kekotoran batin, namun belum mencapai tujuan. Anda memusatkan perhatian pada kondisi-kondisi ini dan sifatnya dari waktu ke waktu di dalam pikiran anda sendiri. Tidak perlu bertanya jawab secara pribadi tentang keadaan pikiran anda atau melakukan sesuatu yang istimewa. Saat ada kemelekatan pada kebahagiaan atau penderitaan, harus ada pemahaman yang jelas dan pasti bahwa kemelekatan apa pun pada keadaan-keadaan ini adalah menyesatkan. Itu adalah kemelekatan pada dunia. Inilah terjebak dalam dunia. Kebahagiaan berarti kemelekatan pada dunia, penderitaan berarti kemelekatan pada dunia. Seperti inilah kemelekatan duniawi. Apakah yang menciptakan atau menimbulkan dunia? Dunia diciptakan dan dibangun melalui ketaktahuan. Itu karena kita tidak sadar bahwa pikiran mementingkan hal-hal, membentuk dan menciptakan sankhāra (bentukan) sepanjang waktu.


Di sinilah latihan menjadi sangat menarik. Di mana saja ada kemelekatan di dalam pikiran, anda terus berusaha pada saat itu, tanpa menyerah. Jika ada kemelekatan pada kebahagiaan, anda terus merenungkannya, tidak membiarkan pikiran terbawa suasana hati. Jika pikiran melekat pada penderitaan, anda menggenggamnya, benar-benar berusaha memahaminya dan langsung merenungkannya. Anda sedang dalam proses menyelesaikan latihan; pikiran tidak membiarkan satu pun objek pikiran lewat tanpa merenungkannya. Tidak ada yang bisa melawan kekuatan perhatian penuh (sati) dan kebijaksanaan anda. Meskipun pikiran terperangkap dalam keadaan mental yang tidak bajik, anda mengetahuinya sebagai tidak bajik dan pikiran tidak lalai. Ini seperti menginjak duri: tentu saja, anda tidak mau menginjak duri, anda berusaha menghindarinya, tetapi meskipun begitu terkadang anda menginjaknya. Saat anda menginjaknya, apakah anda merasa senang dengan hal itu? Anda merasa tidak suka saat anda menginjak duri. Setelah anda mengetahui jalan latihan, itu berarti anda tahu apa yang merupakan duniawi, apa yang merupakan penderitaan dan apa yang mengikat kita pada siklus kelahiran dan kematian yang tak berujung. Meskipun anda mengetahui hal ini, anda tidak mampu berhenti menginjak “duri-duri” itu. Pikiran masih mengikuti berbagai keadaan kebahagiaan dan kesedihan, tetapi tidak sepenuhnya tenggelam di dalamnya. Anda mempertahankan usaha terus-menerus untuk menghancurkan setiap kemelekatan di dalam pikiran – menghancurkan dan membersihkan semua yang merupakan dunia dari pikiran.


Anda harus berlatih tepat pada saat ini. Meditasi pada saat ini; bangun pāramī anda pada saat ini. Inilah inti dari latihan, inti dari upaya anda. Anda meneruskan dialog internal, berdiskusi dan merenungkan Dhamma di dalam diri anda. Ini adalah sesuatu yang terjadi tepat di dalam pikiran. Ketika kemelekatan duniawi tercabut, perhatian penuh (sati) dan kebijaksanaan tanpa lelah menembus ke dalam, dan “yang mengetahui” mempertahankan kesadaran dengan keseimbangan batin, perhatian penuh (sati) dan kejernihan, tanpa terlibat dengan atau diperbudak oleh siapa pun atau apa pun. Tidak terlibat dengan hal-hal berarti mengetahui tanpa melekati – mengetahui sambil mengesampingkan hal-hal dan melepaskannya. Anda masih mengalami kebahagiaan; anda masih mengalami penderitaan; anda masih mengalami objek-objek pikiran dan keadaan-keadaan mental, tetapi anda tidak melekatinya.


Setelah anda melihat hal-hal sebagaimana adanya, anda mengetahui pikiran sebagaimana adanya dan anda mengetahui objek-objek pikiran sebagaimana adanya. Anda tahu bahwa pikiran terpisah dari objek pikiran dan objek pikiran terpisah dari pikiran. Pikiran adalah pikiran, objek pikiran adalah objek pikiran. Setelah anda mengetahui kedua fenomena ini sebagaimana adanya, setiap kali mereka datang bersama, anda akan menyadarinya. Ketika pikiran mengalami objek pikiran, perhatian penuh (sati) akan ada di sana. Guru kita menjelaskan latihan yogāvacara yang mampu mempertahankan kesadaran seperti itu, baik berjalan, berdiri, duduk atau berbaring, sebagai siklus yang berkelanjutan. Ini adalah sammā-patipadā (Praktik Benar). Anda tidak melupakan diri sendiri atau menjadi lalai.


Anda tidak hanya mengamati bagian-bagian kasar dari latihan anda, tetapi juga mengamati pikiran secara internal, pada tingkat yang lebih halus. Apa yang ada di luar, anda kesampingkan. Dari sini dan seterusnya anda hanya mengamati tubuh dan pikiran, hanya mengamati pikiran ini dan objek-objeknya yang timbul dan berlalu, dan memahami bahwa setelah timbul mereka akan berlalu. Dengan kelenyapan ada kemunculan lebih lanjut – kelahiran dan kematian, kematian dan kelahiran; penghentian diikuti oleh kemunculan, kemunculan diikuti oleh penghentian. Pada akhirnya, anda hanya mengamati tindakan penghentian. Khayavayaṃ berarti kemerosotan dan penghentian. Kemerosotan dan penghentian adalah jalan alami pikiran dan objek-objeknya – inilah khayavayaṃ. Setelah pikiran berlatih dan mengalami hal ini, maka ia tidak perlu menindaklanjuti atau mencari hal lain – ia akan terus mengikuti hal-hal dengan perhatian penuh (sati). Melihat hanyalah melihat. Mengetahui hanyalah mengetahui. Pikiran dan objek-objek pikiran hanyalah sebagaimana mereka adanya. Beginilah hal-hal adanya. Pikiran tidak berkembang biak atau menciptakan apa pun sebagai tambahan.


Jangan bingung atau tidak jelas mengenai latihan. Jangan terjebak dalam keraguan. Hal ini sama juga berlaku untuk latihan sīla. Seperti yang saya katakan sebelumnya, anda harus melihatnya dan merenungkan apakah itu benar atau salah. Setelah merenungkannya, maka tinggalkanlah di sana. Jangan meragukannya. Berlatih samādhi juga sama. Teruslah berlatih, tenangkan pikiran sedikit demi sedikit. Jika anda mulai berpikir, itu tidak masalah; jika anda tidak berpikir, itu tidak masalah. Yang penting adalah mendapatkan pemahaman mengenai pikiran.


Sebagian orang ingin membuat pikiran tenang, tetapi tidak tahu apa sebenarnya ketenangan sejati itu. Mereka tidak tahu pikiran yang tenang. Ada dua jenis ketenangan – satu adalah ketenangan yang datang melalui samādhi, satu lagi adalah ketenangan yang datang melalui paññā. Pikiran yang tenang melalui samādhi masih menyesatkan. Ketenangan yang datang melalui latihan samādhi saja bergantung pada pikiran yang terpisah dari objek-objek pikiran. Ketika pikiran tidak mengalami objek-objek pikiran apa pun, maka ada ketenangan, dan sebagai akibatnya seseorang melekat pada kebahagiaan yang datang bersama ketenangan itu. Namun, setiap kali ada benturan melalui indra, pikiran langsung menyerah. Ia takut pada objek-objek pikiran. Ia takut pada kebahagiaan dan penderitaan; takut pada pujian dan kritikan; takut pada bentuk, suara, bau dan rasa. Seseorang yang tenang melalui samādhi saja takut pada segala hal dan tidak ingin terlibat dengan siapa pun atau apa pun di luar. Orang yang berlatih samādhi dengan cara ini hanya ingin tetap terisolasi di dalam gua di suatu tempat, di mana mereka bisa mengalami kebahagiaan samādhi tanpa harus keluar. Di mana saja ada tempat yang tenang, mereka menyelinap dan menyembunyikan diri mereka. Samādhi jenis ini melibatkan banyak penderitaan – mereka merasa kesulitan untuk keluar dan bersama dengan orang lain. Mereka tidak ingin melihat bentuk-bentuk atau mendengar suara-suara. Mereka tidak ingin mengalami apa pun sama sekali! Mereka harus tinggal di suatu tempat yang tenang dan terjaga secara khusus, di mana tidak ada seorang pun yang akan datang dan mengganggu mereka dengan percakapan. Mereka harus memiliki lingkungan yang benar-benar tenang.


Ketenangan semacam ini tidak bisa melakukan tugasnya. Jika anda telah mencapai tingkat ketenangan yang diperlukan, maka mundurlah. Sang Buddha tidak mengajarkan untuk berlatih samādhi dengan delusi. Jika anda berlatih seperti itu, maka berhentilah. Jika pikiran telah mencapai ketenangan, maka gunakanlah sebagai dasar untuk perenungan. Renungkanlah ketenangan konsentrasi itu sendiri dan gunakanlah untuk menghubungkan pikiran dan merenungkan berbagai objek-objek pikiran yang ia alami. Gunakan ketenangan samādhi untuk merenungkan penglihatan, bau, rasa, sensasi sentuhan dan gagasan. Gunakan ketenangan ini untuk merenungkan berbagai bagian-bagian tubuh, seperti rambut kepala, rambut tubuh, kuku, gigi, kulit dan sebagainya. Renungkanlah tilakkhaṇa (tiga karakteristik), aniccaṃ (ketidakkekalan), dukkhaṃ (penderitaan) dan anattā (tiada-diri). Renungkanlah seluruh dunia ini. Ketika anda telah cukup merenungkan, tidak apa-apa untuk membangun kembali ketenangan samādhi. Anda bisa memasukinya kembali melalui meditasi duduk dan setelah itu, dengan ketenangan yang telah terbentuk kembali, lanjutkan dengan perenungan. Gunakan keadaan tenang untuk melatih dan memurnikan pikiran. Gunakan itu untuk menantang pikiran. Saat anda memperoleh pengetahuan, gunakan itu untuk melawan kekotoran-kekotoran batin, untuk melatih pikiran. Jika anda hanya memasuki samādhi dan tetap berada di sana, anda tidak memperoleh wawasan apa pun – anda hanya membuat pikiran tenang dan itu saja. Namun, jika anda menggunakan pikiran yang tenang untuk merenung, dimulai dengan pengalaman eksternal anda, ketenangan ini secara bertahap akan menembus lebih dalam dan lebih dalam lagi ke dalam, sampai pikiran mengalami ketenangan yang paling mendalam dari semuanya.


Ketenangan yang timbul melalui paññā itu khas, karena ketika pikiran menarik diri dari keadaan tenang, kehadiran paññā membuatnya tidak takut terhadap bentuk, suara, bau, rasa, sensasi sentuhan dan gagasan. Ini berarti bahwa begitu ada kontak indra, pikiran langsung menyadari objek pikiran. Begitu ada kontak indra, anda mengesampingkannya; begitu ada kontak indra, perhatian penuh (sati) cukup tajam untuk segera melepaskannya. Inilah ketenangan yang datang melalui paññā.


Ketika anda berlatih dengan pikiran dengan cara ini, pikiran menjadi jauh lebih halus daripada ketika anda mengembangkan samādhi saja. Pikiran menjadi sangat kuat, dan tidak lagi mencoba melarikan diri. Dengan energi seperti itu, anda menjadi tidak takut. Di masa lalu anda takut mengalami apa pun, tetapi sekarang anda mengetahui objek-objek pikiran sebagaimana mereka adanya dan tidak lagi takut. Anda tahu kekuatan pikiran anda sendiri dan tidak takut. Saat anda melihat suatu bentuk, anda merenungkannya. Saat anda mendengar suara, anda merenungkannya. Anda menjadi mahir dalam perenungan objek-objek pikiran. Anda menjadi mantap dalam latihan dengan keberanian baru, yang berlaku apa pun kondisinya. Apakah itu berupa penglihatan, suara atau bau, anda melihatnya dan melepaskannya saat hal itu terjadi. Apa pun itu, anda bisa melepaskan semuanya. Anda dengan jelas melihat kebahagiaan dan melepaskannya. Anda dengan jelas melihat penderitaan dan melepaskannya. Di mana pun anda melihatnya, anda melepaskannya tepat di sana. Itulah caranya! Teruslah melepaskan mereka dan menyingkirkan mereka tepat di sana. Tidak ada objek-objek pikiran yang akan mampu mempertahankan kendali terhadap pikiran. Anda melepaskan mereka di sana dan tetap aman di tempat berdiam anda di dalam pikiran. Saat anda mengalami, anda menyingkirkannya. Saat anda mengalami, anda mengamati. Setelah mengamati, anda melepaskannya. Semua objek-objek pikiran kehilangan nilainya dan tidak mampu lagi mempengaruhi anda. Inilah kekuatan vipassanā (meditasi pandangan terang). Ketika karakteristik-karakteristik ini timbul di dalam pikiran praktisi, adalah tepat untuk mengubah nama latihan menjadi vipassanā: pengetahuan yang jelas sesuai dengan kebenaran. Itulah yang dimaksud dengan vipassanā – pengetahuan sesuai dengan kebenaran tentang hal-hal sebagaimana adanya. Inilah ketenangan pada tingkat tertinggi, ketenangan vipassanā. Mengembangkan ketenangan melalui samādhi saja sangat, sangat sulit; dia selalu ketakutan.


Jadi ketika pikiran sedang dalam keadaan paling tenang, apa yang harus anda lakukan? Melatihnya. Berlatih dengannya. Gunakanlah untuk merenung. Jangan takut pada hal-hal. Jangan melekat. Mengembangkan samādhi agar anda bisa duduk saja di sana dan melekat pada keadaan mental yang bahagia bukanlah tujuan sebenarnya dari latihan. Anda harus menarik diri darinya. Sang Buddha berkata bahwa anda harus bertempur dalam peperangan ini, bukan hanya bersembunyi di parit berusaha menghindari peluru musuh. Ketika tiba waktunya untuk bertempur, anda benar-benar harus mengerahkan semua usaha dan energi anda. Pada akhirnya anda harus keluar dari parit itu. Anda tidak bisa tetap tidur di sana ketika saatnya bertempur. Beginilah latihannya. Anda tidak boleh membiarkan pikiran anda hanya bersembunyi saja, merasa ketakutan dalam bayang-bayang.


Sīla dan samādhi membentuk landasan latihan dan sangat penting untuk mengembangkannya sebelum hal lainnya. Anda harus melatih diri anda sendiri dan menyelidiki sesuai dengan bentuk monastik dan cara-cara latihan yang telah diwariskan.


Bagaimanapun juga, saya telah menjelaskan gambaran kasar dari latihan. Kalian sebagai para praktisi harus menghindari terjebak dalam keraguan. Jangan ragu mengenai jalan latihan. Ketika ada kebahagiaan, perhatikan kebahagiaan itu. Ketika ada penderitaan, perhatikan penderitaan itu. Setelah membangun kesadaran, berusahalah untuk menghancurkan keduanya. Lepaskan mereka. Singkirkan mereka. Ketahui objek pikiran dan terus melepaskan. Apakah anda ingin melakukan meditasi duduk atau jalan, itu tidak masalah. Jika anda terus berpikir, itu tidak apa-apa. Hal yang penting adalah mempertahankan kesadaran pikiran dari waktu ke waktu. Jika anda benar-benar terjebak dalam perkembangbiakan mental, maka kumpulkan semuanya, dan renungkan sebagai satu kesatuan, potonglah langsung dari awal dengan mengatakan, “Semua pemikiran, gagasan dan khayalan saya ini hanyalah perkembangbiakan pikiran, tidak lebih. Semua itu aniccaṃ, dukkhaṃ dan anattā. Tidak ada satu pun yang pasti sama sekali.” Buanglah tepat di sana.


Diterjemahkan oleh : Jayananda Gotama 1. Petapa, bhikkhu atau orang suci – orang yang telah meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk mengejar kehidupan yang lebih tinggi.


2. ārammaṇa: objek-objek pikiran; objek yang disajikan ke pikiran (citta) di setiap saat. Objek ini berasal dari lima indra atau langsung dari pikiran (ingatan, pemikiran, perasaan). Ini bukanlah objek eksternal (di dunia), tetapi objek tersebut setelah diproses oleh prasangka dan kecenderungan seseorang.


3. Khanda: kelompok-kelompok atau agregat-agregat: bentuk(rūpa), perasaan (vedanā), persepsi (sañña), bentukan pikiran (saṅkhāra), dan kesadaran (viññāṇa). Kelompok-kelompok ini adalah lima kelompok yang membentuk apa yang kita sebut sebagai orang.


4. Magga-phala: jalan dan buah: empat jalan transenden – atau lebih tepatnya satu jalan dan empat tingkat pemurnian – yang menuntun ke “kemuliaan” (ariya) atau akhir dari penderitaan, yaitu, pengetahuan pandangan terang yang memotong belenggu (samyojana); dan empat buah terkait yang timbul dari jalan tersebut – mengacu pada kondisi mental, memotong kekotoran-kekotoran batin, segera setelah pencapaian salah satu dari jalan tersebut.


5. Pāramī: mengacu pada sepuluh kesempurnaan spiritual: kemurahan hati, pengendalian moral, pelepasan keduniawian, kebijaksanaan, usaha, kesabaran, kejujuran, keteguhan hati, kebaikan dan keseimbangan batin.


6. Upapāramī: mengacu pada sepuluh kesempurnaan spiritual yang sama, tetapi dilatih pada tingkat yang lebih dalam, lebih intens dan mendalam (dilatih hingga tingkat tertinggi, disebut pāramatthapāramī)


7. Dhātu: Faktor, inti alam. Sifat-sifat dasar yang membentuk indra bagian dalam tubuh dan pikiran: tanah (materiel), air (kohesi), api (energi), angin (gerakan), ruang dan kesadaran.


8. Gotrabhū citta: perubahan-jalur (keadaan kesadaran sebelum jhāna atau Jalan).

bottom of page