top of page

Ketenangan dan Wawasan - bab II | A Taste of Freedom

  • Writer: thavariya putta
    thavariya putta
  • Mar 4, 2022
  • 7 min read

Updated: Jul 2, 2022


Sebuah ceramah informal yang diberikan dalam dialek Timur Laut, diambil dari kaset yang tidak teridentifikasi.

N.B. Ceramah ini telah diterbitkan di tempat lain dengan judul: “On Meditation”




Menenangkan pikiran berarti menemukan keseimbangan yang tepat. Jika anda berusaha memaksakan pikiran anda terlalu berlebihan ia pergi terlalu jauh; jika anda tidak cukup berusaha ia tidak sampai di sana, ia tidak mengenai titik keseimbangan. Biasanya pikiran tidak diam, ia bergerak sepanjang waktu. Kita harus berusaha untuk memperkuat pikiran. Membuat pikiran kuat dan membuat tubuh kuat tidaklah sama. Untuk membuat tubuh kuat kita harus mengolahragakannya, mendorongnya, tetapi untuk membuat pikiran kuat berarti membuatnya damai, bukan memikirkan ini dan itu. Bagi kebanyakan dari kita pikiran tidak pernah tenang, ia tidak pernah memiliki energi samādhi1; jadi kita harus membangunnya dalam sebuah batasan. Kita duduk bermeditasi, tinggal dengan “yang mengetahui”. Jika kita memaksakan napas kita untuk menjadi terlalu panjang atau terlalu pendek, kita tidak seimbang, pikiran tidak akan menjadi tenang. Seperti saat kita pertama kali menggunakan mesin jahit pedal. Awalnya kita hanya berlatih mengayuh mesin itu untuk mendapatkan koordinasi kita dengan benar, sebelum kita benar-benar menjahit sesuatu. Mengikuti napas juga serupa. Kita tidak memikirkan seberapa panjang atau pendek, lemah atau kuatnya napas, kita hanya memperhatikannya. Kita membiarkannya saja, mengikuti pernapasan alami. Ketika pernapasan kita seimbang, kita mengambilnya sebagai objek meditasi kita. Ketika kita menarik napas, awal napas ada di ujung hidung, pertengahan napas ada di dada dan akhir napas di perut. Inilah jalan napas. Saat kita menghembuskan napas, awal napas ada di perut, pertengahan di dada, dan akhir di ujung hidung. Cukup perhatikan jalan napas ini di ujung hidung, dada dan perut, lalu di perut, dada, dan ujung hidung. Kita memperhatikan tiga titik ini untuk membuat pikiran teguh, untuk membatasi aktivitas mental agar perhatian penuh (sati) dan kesadaran diri (sampajañña) bisa dengan mudah timbul. Ketika perhatian kita menetap pada tiga titik ini, kita dapat membiarkannya pergi dan memperhatikan pernapasan masuk dan keluar, berkonsentrasi hanya pada ujung hidung atau bibir bagian atas, di mana udara melewati jalur masuk dan keluarnya. Kita tidak harus mengikuti napas, kita hanya membangun perhatian penuh (sati) di depan kita di ujung hidung dan memperhatikan napas pada satu titik ini – masuk, keluar, masuk, keluar. Tidak perlu memikirkan sesuatu yang istimewa, cukup berkonsentrasi pada tugas yang sederhana ini untuk saat ini, memiliki kehadiran pikiran yang sinambung. Tidak ada lagi yang perlu dilakukan, hanya menarik dan menghembuskan napas. Segera pikiran menjadi tenang, napas menjadi halus. Pikiran dan tubuh menjadi ringan. Ini adalah keadaan yang tepat untuk upaya meditasi. Saat duduk bermeditasi pikiran menjadi halus, tapi apa pun keadaan pikiran, kita harus berusaha untuk menyadarinya, untuk mengetahuinya. Aktivitas mental ada bersama dengan ketenangan. Ada vitakka. Vitakka adalah tindakan membawa pikiran ke tema perenungan. Jika tidak ada banyak perhatian penuh (sati), tidak akan ada banyak vitakka. Kemudian vicāra, perenungan seputar tema itu, mengikuti. Berbagai kesan mental yang lemah mungkin timbul dari waktu ke waktu tetapi kesadaran diri (sampajañña) kita adalah hal yang penting – apa pun yang mungkin terjadi kita mengetahuinya terus menerus. Saat kita masuk lebih dalam kita terus menerus menyadari keadaan meditasi kita, mengetahui apakah pikiran berdiri dengan kukuh atau tidak. Dengan demikian, baik konsentrasi maupun kesadaran hadir. Memiliki pikiran yang tenang bukan berarti bahwa tidak ada apa pun yang terjadi, kesan mental ada muncul. Misalnya, ketika kita berbicara mengenai penyerapan (jhāna) tingkat pertama, kita katakan ada lima faktor. Bersama dengan vitakka dan vicāra, pīti timbul dengan tema perenungan kemudian sukha. Keempat hal ini semuanya terletak bersama-sama di dalam pikiran yang berdiri dalam ketenangan. Mereka adalah satu keadaan. Faktor kelima adalah ekaggatā atau keterpusatan. Anda mungkin bertanya-tanya bagaimana bisa ada keterpusatan ketika ada semua faktor lain ini juga. Ini karena mereka semua menyatu di atas landasan ketenangan itu. Bersama-sama mereka disebut keadaan samādhi. Mereka bukanlah keadaan pikiran biasanya, mereka adalah faktor-faktor jhāna. Ada lima karakteristik ini, tapi mereka tidak mengganggu ketenangan dasar. Ada vitakka, tapi tidak mengganggu pikiran; vicāra, sukacita (pīti) dan kebahagiaan (sukha) timbul tapi tidak mengganggu pikiran. Oleh karena itu pikiran menjadi satu dengan faktor-faktor ini. Penyerapan tingkat pertama itu seperti ini. Kita tidak harus menyebutnya jhāna2 pertama, jhāna kedua, jhāna ketiga dan seterusnya, sebut saja “pikiran yang tenang”. Saat pikiran menjadi semakin tenang ia akan membuang vitakka dan vicāra, menyisakan hanya sukacita (pīti) dan kebahagiaan (sukha). Kenapa pikiran membuang vitakka dan vicāra? Ini karena, saat pikiran menjadi lebih halus, aktivitas vitakka dan vicāra terlalu kasar untuk tinggal. Pada tahap ini, saat pikiran meninggalkan vitakka dan vicāra, perasaan sukacita yang besar bisa timbul, air mata mungkin mengalir keluar. Tetapi saat samādhi semakin dalam, sukacita juga dibuang, menyisakan hanya kebahagiaan dan keterpusatan, sampai akhirnya bahkan kebahagiaan pun dibuang dan pikiran mencapai pemurnian terbesarnya. Hanya ada keseimbangan dan keterpusatan, semua yang lainnya telah ditinggalkan. Pikiran berdiri tak bergerak. Begitu pikiran tenang, ini bisa terjadi. Anda tidak perlu banyak memikirkannya; itu terjadi dengan sendirinya ketika faktor-faktor penyebab sudah matang. Ini disebut energi pikiran yang tenang. Dalam keadaan ini pikiran tidak mengantuk; lima hambatan (nafsu indra atau kāmacchanda, niat buruk atau vyāpāda, kegelisahan dan kekhawatiran atau uddhacca-kukkucca, kemalasan dan kelambanan atau thīna-middha dan keraguan atau vicikiccha) semuanya telah hilang. Tetapi jika energi mental masih belum kuat dan perhatian penuh masih lemah, kadang-kadang akan muncul kesan-kesan mental yang mengganggu. Pikirannya tenang tapi seolah-olah ada “kekaburan” di dalam ketenangan itu. Ini bukan jenis kantuk yang normal, beberapa kesan akan muncul – mungkin kita akan mendengar suara atau melihat anjing atau sesuatu. Itu tidak terlalu jelas tapi itu juga bukanlah sebuah mimpi. Ini dikarenakan kelima faktor tersebut menjadi tidak seimbang dan lemah. Pikiran cenderung memainkan trik dalam tingkat ketenangan ini. “Citra” terkadang akan muncul ketika pikiran berada dalam keadaan ini, melalui salah satu indra, dan meditator mungkin tidak bisa mengetahui dengan tepat apa yang sedang terjadi. “Apakah saya sedang tidur? Tidak. Apakah ini mimpi? Tidak, ini bukan mimpi.” Kesan-kesan ini timbul dari semacam ketenangan yang biasa saja; tapi jika pikiran benar-benar tenang dan jernih kita tidak meragukan berbagai kesan mental atau citra yang timbul. Pertanyaan seperti, “Apakah saya terhanyut tadi? Apakah saya tidur? Apakah saya tersesat? Tidak muncul, karena itu adalah ciri-ciri pikiran yang masih ragu-ragu. “Apakah saya tidur atau bangun?” Di sini, pikiran kabur. Ini adalah pikiran yang tersesat dalam suasana hatinya. Seperti bulan yang bersembunyi dibalik awan. Anda masih bisa melihat bulan tapi awan menutupinya membuatnya kabur. Tidak seperti bulan yang muncul dari balik awan yang jernih, tajam dan terang. Ketika pikiran tenang dan berdiri dengan kukuh dalam perhatian penuh (sati) dan kesadaran diri (sampajañña), tidak akan ada keraguan mengenai berbagai fenomena yang kita temui. Pikiran akan benar-benar berada di luar hambatan. Kita akan dengan jelas mengetahui segala sesuatu yang timbul di dalam pikiran sebagaimana adanya. Kita tidak ragu-ragu karena pikiran jernih dan terang. Pikiran yang mencapai samādhi itu seperti ini. Beberapa orang merasa sulit untuk memasuki samādhi karena mereka tidak memiliki kecenderungan-kecenderungan yang tepat. Ada samādhi, tetapi tidak kuat atau kokoh. Namun, seseorang dapat mencapai ketenangan melalui penggunaan kebijaksanaan, dengan merenungkan dan melihat kebenaran hal-hal, memecahkan masalah dengan cara itu. Ini menggunakan kebijaksanaan daripada kekuatan samādhi. Untuk mencapai ketenangan dalam praktik, tidak perlu duduk bermeditasi. Misalnya, tanyakan saja pada diri sendiri, “Eh, apa itu?” dan selesaikan masalah anda tepat di sana! Orang yang bijaksana itu seperti ini. Mungkin dia tidak benar-benar bisa mencapai tingkat samādhi yang tinggi, meskipun harusnya ada sedikit konsentrasi, cukup untuk mengembangkan kebijaksanaan. Seperti perbedaaan antara bertani padi dan bertani jagung. Seseorang bisa lebih bergantung pada beras daripada jagung untuk mata pencahariannya. Praktik kita bisa seperti ini, kita lebih bergantung pada kebijaksanaan untuk memecahkan masalah. Ketika kita melihat kebenaran, ketenangan timbul. Kedua cara tersebut tidaklah sama. Beberapa orang memiliki pandangan terang dan kuat dalam kebijaksanaan tetapi tidak banyak samādhi. Ketika mereka duduk bermeditasi mereka tidak terlalu tenang. Mereka cenderung banyak berpikir, merenungkan ini dan itu, sampai pada akhirnya mereka merenungkan kebahagiaan dan penderitaan dan melihat kebenaran mereka. Beberapa lebih condong ke arah ini daripada samādhi. Apakah berdiri, berjalan, duduk atau berbaring, kecerahan Dhamma bisa terjadi. Melalui melihat, melalui pelepasan, mereka mencapai ketenangan. Mereka mencapai ketenangan melalui mengetahui kebenaran, melalui melampaui keraguan, karena mereka telah melihatnya sendiri. Orang lain hanya memiliki sedikit kebijaksanaan tetapi samādhi mereka sangat kuat. Mereka dapat memasuki samādhi yang sangat dalam dengan cepat, tetapi tidak banyak memiliki kebijaksanaan, mereka tidak dapat menangkap kekotoran batin mereka; mereka tidak mengetahuinya. Mereka tidak bisa memecahkan masalah mereka. Namun, terlepas dari pendekatan mana yang kita gunakan, kita harus menyingkirkan pemikiran salah, menyisakan hanya pandangan benar. Kita harus menyingkirkan kebingungan, menyisakan hanya ketenangan. Bagaimanapun juga kita berakhir di tempat yang sama. Ada dua sisi ini pada praktik, tetapi dua hal ini, ketenangan dan pandangan terang, berjalan bersama. Kita tidak bisa menyingkirkan salah satu dari mereka. Mereka harus berjalan bersama. Yang “memeriksa” berbagai faktor yang timbul di dalam meditasi adalah sati, perhatian penuh. Sati ini adalah sebuah kondisi yang, melalui latihan, bisa membantu faktor lain untuk timbul. Sati adalah kehidupan. Setiap kali kita tidak memiliki sati, ketika kita lalai, itu seolah-olah kita mati. Jika kita tidak memiliki sati, maka ucapan dan tindakan kita tidak memiliki arti. Sati hanyalah ingatan. Itu adalah penyebab untuk timbulnya kesadaran diri (sampajañña) dan kebijaksanaan. Kebajikan apa pun yang telah kita kembangkan tidaklah sempurna jika kekurangan sati. Sati adalah apa yang mengawasi kita saat kita berdiri, berjalan, duduk dan berbaring. Bahkan ketika kita tidak lagi berada dalam samādhi, sati harus hadir setiap saat.


Apa pun yang kita lakukan kita berhati-hati. Rasa malu3 akan timbul. Kita akan merasa malu tentang hal-hal yang kita lakukan yang tidak benar. Seiring rasa malu meningkat, ketenangan kita akan meningkat juga. Saat ketenangan meningkat, kelengahan akan hilang. Meskipun kita tidak duduk bermeditasi, faktor-faktor tersebut akan hadir di dalam pikiran.


Dan ini timbul karena menumbuhkan sati. Kembangkan sati! Ini adalah kualitas yang memeriksa pekerjaan yang kita lakukan pada saat ini. Ia memiliki nilai nyata. Kita harus mengetahui diri kita sendiri di setiap saat. Jika kita mengetahui diri kita seperti ini, yang benar akan membedakan dirinya sendiri dari yang salah, jalan akan menjadi jelas, dan penyebab atas semua rasa malu akan hilang. Kebijaksanaan akan timbul.


Kita bisa menyatukan semua praktik sebagai moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan. Menjadi tenang, terkendali, ini adalah moralitas. Pikiran yang berdiri dengan kokoh di dalam kendali itu adalah konsentrasi. Pengetahuan penuh dan menyeluruh di dalam aktivitas yang kita lakukan adalah kebijaksanaan. Latihan secara singkat hanyalah moralitas (sīla), konsentrasi (samādhi) dan kebijaksanaan (Pañña), atau dengan kata lain, jalan. Tidak ada jalan lain.



Diterjemahkan oleh: Jayananda Gotama




1. Samādhi adalah keadaan ketenangan yang terkonsentrasi yang dihasilkan dari latihan meditasi.


2. jhāna adalah keadaan konsentrasi atau samādhi tingkat lanjut, di mana pikiran terserap ke dalam subjek meditasinya. Ini dibagi menjadi empat tingkat, setiap tingkat semakin disempurnakan dari tingkat sebelumnya.


3. Ini adalah rasa malu yang bajik berdasarkan pengetahuan tentang sebab dan akibat, daripada perasaan bersalah.

Kommentit


bottom of page