top of page

Bagian-Bagian Ajaran - bab I | Bodhinyana

Updated: Jan 21, 2022


Ceramah diberikan kepada komunitas awam di Wat Pah Pong tahun 1972


Kalian semua telah mempercayai Agama Buddha selama bertahun-tahun sekarang melalui mendengarkan tentang ajaran Buddha dari banyak sumber – terutama dari berbagai bhikkhu dan guru. Dalam beberapa pembahasan, Dhamma diajarkan dalam istilah yang sangat luas dan tidak jelas sampai titik di mana sulit untuk mengetahui bagaimana menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari. Di waktu lain, Dhamma diajarkan dalam bahasa yang tinggi atau kosakata khusus sampai titik di mana kebanyakan orang merasa kesulitan untuk memahaminya, terutama jika ajarannya diambil terlalu harfiah dari kitab suci. Terakhir, Dhamma yang diajarkan dengan cara yang seimbang, tidak terlalu samar juga tidak terlalu dalam, tidak terlalu luas juga tidak terlalu khusus – tepat bagi pendengar untuk memahami dan berlatih untuk secara pribadi mendapatkan manfaat dari ajaran. Hari ini saya ingin berbagi dengan kalian ajaran-ajaran serupa yang sering saya gunakan untuk mengajari murid-murid saya di masa lalu; ajaran yang saya harap mungkin bisa bermanfaat bagi kalian yang mendengarkan di sini hari ini. Orang Yang Berharap untuk Mencapai Buddha-Dhamma


Orang yang berharap untuk mencapai Buddha-Dhamma pertama-tama haruslah orang yang memiliki iman atau keyakinan sebagai pondasi. Dia harus memahami arti Buddha-Dhamma sebagai berikut:

Buddha: “Yang Mengetahui”, Yang memiliki kemurnian, cahaya dan kedamaian di hatinya.

Dhamma: Karakteristik kemurnian, cahaya dan kedamaian yang timbul dari moralitas, konsentrasi dan kebijaksanaan.


Oleh karena itu, seseorang yang akan mencapai Buddha-Dhamma adalah orang yang menumbuhkan dan mengembangkan moralitas, konsentrasi dan kebijaksanaan di dalam dirinya sendiri.


Menempuh Jalan Buddha-Dhamma


Tentunya orang yang berharap untuk mencapai rumah mereka bukanlah mereka yang hanya duduk dan memikirkan perjalanan. Mereka harus benar-benar melakukan proses perjalanan selangkah demi selangkah, dan di arah yang benar juga, agar akhirnya mencapai rumah. Jika mereka mengambil jalan yang salah mereka pada akhirnya mungkin menemui kesulitan-kesulitan seperti rawa-rawa atau hambatan lainnya yang sulit dilalui. Atau mereka mungkin menemui situasi-situasi berbahaya di arah yang salah ini, sehingga kemungkinan tidak akan pernah mencapai rumah.


Mereka yang mencapai rumah bisa bersantai dan tidur dengan nyaman – rumah adalah sebuah tempat yang nyaman bagi tubuh dan pikiran. Sekarang mereka benar-benar sudah mencapai rumah. Tapi jika pengembara itu hanya melewati depan rumahnya atau hanya berjalan di sekitarnya, dia tidak akan menerima manfaat apa pun dari perjalanannya ke rumah.


Dengan cara yang sama, menempuh jalan untuk mencapai Buddha-Dhamma adalah sesuatu yang harus kita lakukan secara sendiri, karena tidak ada seorang pun yang dapat melakukannya untuk kita. Dan kita harus menempuh jalan moralitas, konsentrasi dan kebijaksanaan yang benar sampai kita menemukan berkah kemurnian, cahaya dan kedamaian pikiran yang merupakan buah dari menempuh jalan.


Tetapi, jika seseorang hanya memiliki pengetahuan tentang buku dan kitab suci, khotbah dan sutta, yaitu, hanya pengetahuan tentang peta atau rencana untuk perjalanan, bahkan dalam ratusan kehidupan orang itu tidak akan pernah tahu kemurnian, cahaya dan kedamaian pikiran. Sebaliknya, orang itu hanya akan menyia-nyiakan waktu dan tidak pernah mendapatkan manfaat sebenarnya dari latihan. Guru adalah mereka yang hanya menunjukkan arah jalan. Setelah mendengarkan guru, apakah kita menjalani jalan atau tidak dengan berlatih sendiri, dan kemudian menuai buah latihan, sepenuhnya terserah kepada kita masing-masing.


Cara lain untuk melihatnya adalah dengan membandingkan latihan dengan botol obat yang diberikan dokter untuk pasiennya. Di botolnya tertulis dengan terperinci instruksi-instruksi tentang cara meminum obatnya, tapi tidak peduli berapa ratus kali pasiennya membaca petunjuk-petunjuk itu, dia pasti akan mati jika hanya itu yang dia lakukan. Dia tidak akan mendapatkan manfaat dari obat itu. Dan sebelum dia mati dia mungkin mengeluh dengan rasa penuh sakit hati bahwa dokternya tidak ahli, bahwa obatnya tidak menyembuhkannya! Dia akan berpikir bahwa dokternya gadungan atau obatnya tidak berkhasiat, namun dia hanya menghabiskan waktunya memeriksa botol itu dan membaca instruksi-instruksinya. Dia tidak mengikuti anjuran dokter dan meminum obatnya.


Akan tetapi, jika pasien itu benar-benar mengikuti anjuran dokter dan minum obat secara teratur sesuai yang diresepkan, dia akan sembuh. Dan jika dia sakit parah, dia perlu minum banyak obat, sedangkan jika dia hanya sakit ringan, hanya sedikit obat saja yang diperlukan untuk akhirnya menyembuhkannya. Fakta bahwa kita harus meminum banyak obat adalah akibat dari parahnya penyakit kita. Sudah sewajarnya dan anda bisa melihatnya sendiri dengan pertimbangan yang matang.


Dokter meresepkan obat untuk melenyapkan penyakit dari tubuh. Ajaran Sang Buddha diresepkan untuk menyembuhkan penyakit pikiran, untuk mengembalikannya ke keadaan sehat alaminya. Jadi Sang Buddha bisa dianggap sebagai seorang dokter yang meresepkan obat untuk penyakit pikiran. Beliau, sesungguhnya, adalah dokter terhebat di dunia.


Penyakit batin ditemukan di dalam diri kita masing-masing tanpa terkecuali. Ketika anda melihat penyakit batin ini, apakah tidak masuk akal untuk melihat Dhamma sebagai pendukung, sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit anda? Menempuh jalan Buddha-Dhamma tidak dilakukan dengan tubuh. Untuk mendapatkan manfaatnya, anda harus menempuh dengan pikiran. Kita bisa membagi para pengembara ini ke dalam tiga kelompok:


Tingkat awal: Kelompok ini terdiri dari mereka yang mengerti bahwa mereka harus berlatih sendiri dan tahu bagaimana melakukannya. Mereka mengambil Buddha, Dhamma dan Saṅgha sebagai perlindungan mereka dan sudah bertekad untuk berlatih dengan tekun sesuai dengan ajaran. Orang-orang ini sudah membuang yang hanya mengikuti adat dan tradisi, dan sebaliknya menggunakan akal sehat untuk memeriksa sendiri sifat dunia. Ini adalah kelompok “Pemeluk Agama Buddha”.


Tingkat menengah: Kelompok ini terdiri dari mereka yang sudah berlatih sampai mereka memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan dalam ajaran Buddha, Dhamma dan Saṅgha. Mereka juga sudah menembus ke dalam pemahaman sifat asli semua pembentukan majemuk (saṅkhāra). Orang-orang ini berangsur-angsur mengurangi kemelekatan dan keterikatan. Mereka tidak memegang pada hal-hal dan pikiran mereka mencapai pemahaman yang mendalam tentang Dhamma. Tergantung pada tingkat ketidakmelekatan dan kebijaksanaan, mereka secara bertahap dikenal sebagai pemasuk-arus, kembali-sekali, tidak-kembali-lagi atau sederhananya orang mulia.


Tingkat tertinggi: Ini adalah kelompok orang yang latihannya telah membawa mereka ke tubuh, ucapan dan pikiran Sang Buddha. Mereka di atas dunia, bebas dari dunia, dan bebas dari semua keterikatan dan kemelekatan. Mereka dikenal sebagai Arahat atau yang bebas, tingkat tertinggi dari orang mulia.


Bagaimana Memurnikan Moralitas Seseorang


Moralitas adalah pengendalian dan disiplin tubuh dan ucapan. Pada tingkat formal ini dibagi menjadi golongan sīla untuk orang awam dan untuk bhikkhu dan bhikkhunī. Namun, berbicara dalam istilah umum, ada satu karakteristik dasar – yaitu niat. Ketika kita penuh perhatian atau sadar diri, kita mempunyai niat benar. Melatih perhatian penuh (sati) dan kesadaran diri (sampajañña) akan menghasilkan moralitas yang baik.


Sudah sewajarnya bahwa saat kita mengenakan pakaian kotor dan tubuh kita kotor, maka pikiran kita pun akan merasa tidak nyaman dan tertekan. Tetapi, jika kita menjaga tubuh kita bersih dan mengenakan pakaian yang bersih dan rapi, ini membuat pikiran kita ringan dan riang. Begitu juga ketika moralitas tidak dijaga, perbuatan tubuh dan ucapan kita kotor, dan ini adalah penyebab untuk membuat pikiran tidak bahagia, tertekan dan berat. Kita terpisah dari praktik benar dan ini menghalangi kita untuk menembus ke dalam inti Dhamma di dalam pikiran kita. Perbuatan tubuh dan ucapan yang bermanfaat itu sendiri bergantung pada pikiran, terlatih dengan baik, karena pikiran yang mengatur tubuh dan ucapan. Oleh karena itu, kita harus terus berlatih dengan melatih pikiran kita.


Latihan Konsentrasi


Pelatihan dalam konsentrasi (samādhi) dilatih untuk membuat pikiran teguh dan mantap. Ini membawakan kedamaian pikiran. Biasanya pikiran tidak terlatih kita bergerak dan gelisah, sulit dikendalikan dan diatur. Pikiran mengikuti gangguan indra dengan liar sama seperti air mengalir ke sana kemari, mencari tempat terendah. Namun, para ahli pertanian dan insinyur tahu bagaimana mengendalikan air agar lebih berguna bagi umat manusia. Manusia itu pintar, mereka tahu bagaimana membendung air, membuat waduk dan kanal besar – semua ini hanya untuk menyalurkan air dan membuatnya lebih berguna. Selain itu, air yang ditampung menjadi sumber tenaga listrik dan penerangan, manfaat selanjutnya dari pengendalian alirannya adalah agar air tidak bergerak liar dan mengendap di beberapa titik rendah yang mengakibatkan kegunaannya terbuang sia-sia.


Begitu juga pikiran yang dibendung dan dikendalikan, dilatih terus-menerus, akan menjadi manfaat yang sangat besar. Sang Buddha sendiri mengajarkan, “Pikiran yang sudah dikendalikan membawa kebahagiaan sejati, maka latihlah pikiran anda dengan baik untuk manfaat tertinggi.” Sama halnya dengan hewan-hewan yang kita lihat di sekitar kita – gajah, kuda, sapi, kerbau, dan lain sebagainya – harus dilatih terlebih dahulu sebelum mereka bisa berguna untuk bekerja. Hanya setelah mereka sudah dilatih barulah kekuatan mereka bermanfaat bagi kita.


Dengan cara yang sama, pikiran yang sudah dilatih akan membawa berkah berkali-kali lipat daripada pikiran yang tidak terlatih. Sang Buddha dan murid-muridNya yang mulia semuanya memulai dengan cara yang sama seperti kita – dengan pikiran yang tidak terlatih; tapi setelah itu, lihatlah bagaimana mereka menjadi subjek penghormatan bagi kita semua, dan lihat seberapa besar manfaat yang bisa kita dapat melalui ajaran mereka. Sungguh, lihatlah manfaat apa yang sudah datang ke seluruh dunia dari orang-orang ini yang telah menjalani pelatihan pikiran untuk mencapai kebebasan di seberang. Pikiran yang terkendali dan terlatih adalah perlengkapan yang lebih baik untuk membantu kita dalam segala profesi, dalam segala situasi. Pikiran yang disiplin akan menjaga hidup kita seimbang, membuat pekerjaan lebih mudah dan mengembangkan serta memelihara akal sehat untuk mengatur tindakan kita. Pada akhirnya kebahagiaan kita akan meningkat dengan sesuai seiring kita mengikuti latihan pikiran yang benar.


Perhatian Penuh dan Pernapasan


Pelatihan pikiran dapat dilakukan dengan berbagai cara, dengan banyak metode yang berbeda. Metode yang paling berguna dan yang bisa dipraktikkan oleh siapa saja dikenal sebagai “perhatian penuh terhadap pernapasan”. Itu adalah pengembangan perhatian penuh pada napas yang masuk dan napas yang keluar. Di biara ini kita mengkonsentrasikan perhatian kita di ujung hidung dan mengembangkan perhatian penuh terhadap napas masuk dan keluar dengan kata mantra “Bud-dho”. Jika meditator ingin menggunakan kata lain, atau cukup dengan menyadari udara yang bergerak masuk dan keluar saja, ini juga boleh. Sesuaikan latihannya dengan diri anda sendiri. Faktor penting dalam meditasi adalah bahwa perhatian atau perhatian penuh terhadap napas dijaga pada saat ini sehingga meditator menyadari setiap napas masuk dan setiap napas keluar tepat pada saat ia terjadi. Ketika melakukan meditasi jalan kita mencoba untuk terus menyadari sensasi pada kaki yang menyentuh tanah.


Latihan meditasi ini harus dilakukan sesering mungkin agar membuahkan hasil. Jangan bermeditasi dengan waktu yang singkat satu hari lalu satu atau dua minggu, atau bahkan satu bulan, meditasi lagi. Ini tidak akan membuahkan hasil. Sang Buddha mengajarkan kita untuk sering berlatih, berlatih dengan tekun, yaitu, sesering yang kita bisa dalam menjalankan pelatihan mental. Untuk berlatih meditasi kita juga harus mencari tempat tenang yang cocok, bebas dari gangguan. Di taman atau dibawah pohon yang rindang di halaman belakang kita, atau di tempat-tempat di mana kita bisa menyendiri adalah lingkungan yang cocok. Jika kita adalah seorang bhikkhu atau bhikkhunī kita harus mencari sebuah kuṭi yang cocok, hutan yang tenang atau gua. Pegunungan menawarkan tempat yang sangat cocok untuk berlatih.


Bagaimanapun juga, di manapun kita berada, kita harus berusaha untuk terus-menerus menyadari napas yang masuk dan napas yang keluar. Jika perhatian berkeliaran ke hal-hal lain, coba tarik ia kembali ke objek konsentrasi. Cobalah untuk menyingkirkan semua pikiran dan kekhawatiran lain. Jangan pikirkan apa pun – cukup perhatikan napas. Jika kita sadar terhadap pikiran-pikiran segera setelah mereka timbul and terus dengan tekun kembali ke subjek meditasi, pikiran akan menjadi lebih tenang dan lebih tenang. Ketika pikiran tenang dan terkonsentrasi, lepaskan ia dari napas sebagai objek konsentrasi. Sekarang mulailah periksa tubuh dan pikiran yang terdiri dari lima khandha: bentuk materiel (rūpa), perasaan (vedanā), persepsi (sañña), formasi mental (saṅkhāra), dan kesadaran (viññāṇa). Periksa lima khandha ini saat mereka datang dan pergi. Anda akan melihat dengan jelas bahwa mereka tidak kekal, bahwa ketidakkekalan ini membuat mereka tidak memuaskan dan tidak diinginkan, dan bahwa mereka datang dan pergi dengan sendirinya – tidak ada “aku” yang menjalankan hal-hal. Yang bisa ditemukan hanyalah alam yang bergerak sesuai dengan sebab dan akibat. Semua hal di dunia berada di bawah karakteristik ketidakstablian (anicca), ketakpuasan (dukkha) dan makhluk tanpa aku atau jiwa yang abadi (anattā). Melihat seluruh keberadaan dengan pandangan ini, keterikatan dan kemelekatan terhadap khandha akan berkurang secara bertahap. Ini karena kita melihat karakteristik asli dunia. Kita sebut ini timbulnya kebijaksanaan.


Timbulnya Kebijaksanaan


Kebijaksanaan (paññā) adalah melihat kebenaran dari berbagai manifestasi tubuh dan pikiran. Ketika kita menggunakan pikiran kita yang terlatih dan terkonsentrasi untuk memeriksa lima khandha, kita akan melihat dengan jelas bahwa tubuh dan pikiran tidak kekal, tidak memuaskan dan tidak berjiwa. Dalam melihat semua hal majemuk dengan kebijaksanaan kita tidak melekat atau menggenggam mereka. Apa pun yang kita terima, kita terima dengan penuh kesadaran. Kita tidak terlalu bahagia. Ketika barang-barang milik kita rusak atau hilang, kita tidak sedih atau tidak menderita perasaan yang menyakitkan – karena kita melihat dengan jelas sifat ketidakkekalan dari semua hal. Ketika kita mengalami penyakit atau rasa sakit apa pun, kita memiliki keseimbangan batin (upekkhā) karena pikiran kita sudah dilatih dengan baik. Perlindungan sejati adalah pikiran yang terlatih.


Semua ini dikenal sebagai kebijaksanaan yang mengetahui karakteristik asli dari hal-hal saat mereka timbul. Kebijaksanaan timbul dari perhatian penuh dan konsentrasi. Konsentrasi timbul dari landasan moralitas atau kebajikan. Semua hal ini, moralitas, konsentrasi dan kebijaksanaan begitu saling terkait sampai benar-benar tidak mungkin untuk memisahkan mereka. Dalam latihan, ini bisa dilihat dengan cara ini: pertama, ada pendisiplinan pikiran untuk menjadi penuh perhatian terhadap pernapasan. Ini adalah timbulnya moralitas. Ketika perhatian penuh terhadap pernapasan dilatih terus-menerus sampai pikiran menjadi diam, ini adalah timbulnya konsentrasi. Lalu pemeriksaan yang menunjukkan napas sebagai tidak kekal, tidak memuaskan dan tanpa-aku, dan setelah itu tidak melekat kepadanya, adalah timbulnya kebijaksanaan. Dengan demikian latihan perhatian penuh terhadap pernapasan bisa dikatakan sebagai jalur untuk pengembangan moralitas, konsentrasi dan kebijaksanaan. Mereka semua adalah satu kesatuan.


Ketika moralitas, konsentrasi dan kebijaksanaan semua dikembangkan, kita sebut latihan ini Jalan Utama Berunsur Delapan yang diajarkan Sang Buddha sebagai satu-satunya jalan keluar kita dari penderitaan. Jalan Utama Berunsur Delapan berada di atas segalanya karena jika dipraktikkan dengan benar ini mengarah langsung ke Nibbāna, ke kedamaian. Kita bisa katakan bahwa praktik ini mencapai Buddha-Dhamma dengan benar dan tepat.


Manfaat dari latihan


Ketika kita telah berlatih meditasi seperti yang dijelaskan di atas, buah dari latihan akan timbul dalam tiga tahapan:


Pertama, bagi para praktisi yang berada pada tingkat “penganut agama Buddha karena keyakinan”, akan timbul peningkatan keyakinan terhadap Buddha, Dhamma dan Saṅgha. Keyakinan ini akan menjadi penopang batin sejati dari setiap orang. Juga, mereka akan memahami sifat sebab-akibat dari segala hal, bahwa perbuatan bajik membawa hasil yang bajik dan bahwa perbuatan yang tidak bajik membawa hasil yang tidak bajik. Jadi, bagi orang seperti itu akan ada peningkatan besar dalam kebahagiaan dan kedamaian batin.


Kedua, mereka yang telah mencapai pencapaian mulia pemenang-arus, kembali-sekali, atau tidak-kembali-lagi, akan memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan pada Buddha, Dhamma dan Saṅgha. Mereka penuh suka cita dan ditarik menuju Nibbāna.


Ketiga, bagi para Arahat atau yang telah tersempurnakan, akan ada kebahagiaan yang bebas dari semua penderitaan. Ini adalah para Buddha, bebas dari dunia, selesai dalam perjalanan jalan suci.


Kita semua mempunyai keberuntungan untuk dilahirkan sebagai manusia dan mendengarkan ajaran Sang Buddha. Ini adalah kesempatan yang tidak dimiliki jutaan makhluk lainnya. Oleh karena itu, Janganlah lengah atau lalai. Cepat dan kembangkan kebajikan, lakukan kebaikan dan ikuti jalan praktik di awal, di tengah dan di tingkat tertinggi. Jangan biarkan waktu berlalu sia-sia dan tanpa tujuan. Cobalah untuk mencapai kebenaran ajaran Sang Buddha bahkan hari ini. Izinkan saya menutup dengan sebuah pepatah suku Lao: “Banyak putaran kegembiaraan dan kesenangan berlalu, segera hari akan malam. Mabuk dengan air mata sekarang, istirahat dan lihatlah, sebentar lagi akan terlambat untuk menyelesaikan perjalanan.


Diterjemahkan oleh: Jayananda Gotama

bottom of page