top of page

Menyucikan Hati - bab I | Living Dhamma

Updated: Apr 1, 2023


Ceramah ini diberikanpada saatkunjungan sekelompok besar umat awam yang datang ke Wat Pah Pong untuk memberikan persembahan untuk memdukung vihāra.



Akhir-akhir ini orang-orang pergi ke berbagai tempat untuk mencari jasa kebajikan1, dan mereka tampaknya selalu singgah di Wat Pah Pong. Jika mereka tidak singgah dalam perjalanan perginya, mereka singgah pada perjalanan pulangnya. Wat Pah Pong telah menjadi sebuah titik persinggahan. Beberapa orang begitu terburu-buru saya bahkan tidak sempat melihat atau berbicara dengan mereka. Kebanyakan dari mereka mencari jasa kebajikan. Saya tidak melihat banyak orang yang mencari jalan keluar dari perbuatan salah. Mereka begitu berniat untuk mendapatkan jasa kebajikan mereka tidak tahu di mana mereka akan menaruhnya. Seperti mencoba mewarnai kain kotor yang belum dicuci. Para Bhikkhu berbicara terus terang seperti ini, tetapi sulit bagi kebanyakan orang untuk menerapkan ajaran semacam ini ke dalam praktik. Sulit karena mereka tidak mengerti. Jika mereka mengerti maka ini akan jauh lebih mudah. Misalkan ada sebuah lubang, dan ada sesuatu di dasar lubang itu. Sekarang, siapa pun yang memasukkan tangannya ke dalam lubang itu dan tidak mencapai dasarnya akan mengatakan kalau lubang itu terlalu dalam. Dari 100 atau 1.000 orang yang memasukkan tangan mereka ke dalam lubang itu, mereka semua akan mengatakan bahwa lubang itu terlalu dalam. Tidak satu pun yang akan mengatakan kalau lengan merekalah yang terlalu pendek! Ada begitu banyak orang yang mencari jasa kebajikan. Cepat atau lambat mereka harus mulai mencari jalan keluar dari perbuatan salah. Tetapi tidak banyak orang yang tertarik dengan hal ini. Ajaran Buddha sangat singkat, tapi kebanyakan orang hanya melewatkannya begitu saja, seperti


halnya mereka melewati Wat Pah Pong. Bagi kebanyakan orang itulah Dhamma, sebuah titik persinggahan. Hanya 3 kata, hampir tidak ada apa-apanya: Sabba-pāpassa akaraṇaṃ – tidak melakukan segala perbuatan salah. Itu adalah ajaran semua Buddha. Inilah inti dari ajaran Buddha. Tetapi orang-orang terus melompatinya, mereka tidak menginginkan yang satu ini. Meninggalkan segala perbuatan salah, besar dan kecil, dari jasmani, ucapan dan pikiran – inilah ajaran para Buddha. Jika kita akan mewarnai sehelai kain, kita harus mencucinya terlebih dahulu. Tetapi kebanyakan orang tidak melakukan itu. Tanpa melihat kainnya, mereka langsung mencelupkannya ke dalam pewarna. Jika kainnya kotor, mewarnainya akan membuatnya menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Pikirkanlah. Mewarnai sehelai kain kotor, akankah itu terlihat bagus? Anda lihat? Beginilah ajaran Buddha, tetapi kebanyakan orang hanya melewatinya begitu saja. Mereka hanya ingin melakukan perbuatan yang baik, tetapi mereka tidak mau meninggalkan perbuatan salah. Ini seperti mengatakan “lubangnya terlalu dalam”. Semua orang mengatakan lubangnya terlalu dalam, tidak ada yang mengatakan lengan mereka terlalu pendek. Kita harus kembali kepada diri kita sendiri. Dengan ajaran ini, anda harus mundur selangkah dan melihat diri anda sendiri. Terkadang mereka pergi mencari jasa kebajikan dengan bus yang penuh. Mungkin mereka bahkan bertengkar di dalam bus, atau mereka mabuk. Tanya mereka ke mana mereka pergi dan mereka bilang mereka mencari jasa kebajikan. Mereka menginginkan jasa kebajikan tetapi mereka tidak meninggalkan perbuatan buruk. Mereka tidak akan pernah menemukan jasa kebajikan dengan cara seperti itu. Begitulah manusia. Anda harus melihat dengan cermat, lihatlah diri anda sendiri. Sang Buddha mengajarkan tentang memiliki ingatan dan kesadaran diri (sati dan sampajañña) dalam segala situasi. Perbuatan salah timbul dari tindakan jasmani, ucapan dan pikiran. Sumber dari segala kebaikan, kejahatan, kesejahteraan dan kemalangan terletak pada perbuatan, ucapan, dan pikiran. Apakah anda membawa perbuatan, ucapan, dan pikiran anda bersama anda hari ini? Ataukah anda tinggalkan mereka di rumah? Di sinilah di mana anda harus melihat, tepat di sini. Anda tidak perlu melihat terlalu jauh. Lihatlah perbuatan, ucapan dan pikiran anda. Lihatlah untuk mengetahui jika tingkah laku anda salah atau tidak. Orang-orang tidak benar-benar memperhatikan hal ini. Seperti ibu rumah tangga yang sedang mencuci piring dengan muka cemberut di wajahnya. Dia begitu berniat membersihkan piring-piring, dia tidak menyadari pikirannya sendiri kotor! Pernahkah kalian melihat ini? Dia hanya melihat piring-piringnya saja. Dia melihat terlalu jauh, bukan? Beberapa di antara kalian mungkin pernah mengalami hal ini, saya rasa. Di sinilah di mana kalian harus melihat. Orang-orang berkonsentrasi untuk membersihkan piring-piring tetapi mereka membiarkan pikiran mereka menjadi kotor. Ini tidak baik, mereka melupakan diri mereka sendiri. Karena mereka tidak melihat diri mereka sendiri, orang bisa melakukan segala macam perbuatan buruk. Mereka tidak melihat pikiran mereka sendiri. Ketika orang akan melakukan sesuatu yang buruk, mereka harus melihat ke sekeliling terlebih dahulu untuk melihat apakah ada orang yang melihat. “Akankah ibuku melihatku?” “Akankah suamiku melihatku?” “Akankah anak-anakku melihatku?” “Akankah istriku melihatku?” Jika tidak ada orang yang melihat maka mereka langsung melakukannya. Ini menghina diri mereka sendiri. Mereka bilang tidak ada orang yang melihat, jadi mereka cepat-cepat menyelesaikan perbuatannya sebelum ada yang melihat. Dan bagaimana dengan diri mereka sendiri? Bukankah mereka adalah “orang”? Anda lihat? Karena mereka mengabaikan diri mereka sendiri seperti ini, orang-orang tidak pernah menemukan apa yang benar-benar bernilai, mereka tidak menemukan Dhamma. Jika anda melihat diri anda sendiri, anda akan mengetahui diri anda sendiri. Setiap kali anda akan melakukan sesuatu yang buruk, jika anda melihat diri anda sendiri pada saat itu anda bisa berhenti. Jika anda ingin melakukan sesuatu yang berharga, lihatlah pikiran anda. Jika anda tahu bagaimana cara melihat diri anda sendiri maka anda akan tahu tentang benar dan salah, bahaya dan manfaat, kejahatan dan kebajikan. Inilah hal-hal yang harus kita ketahui.


Jika saya tidak membicarakan hal-hal ini, kalian tidak akan mengetahuinya. Kalian mempunyai keserakahan dan kekelirutahuan di dalam pikiran tetapi tidak mengetahuinya. Kalian tidak akan tahu apa-apa jika kalian selalu melihat ke luar. Inilah masalah dengan orang-orang yang tidak melihat ke diri mereka sendiri. Melihat ke dalam, anda akan melihat kebaikan dan kejahatan. Melihat kebaikan, kita bisa mendalaminya dan menerapkannya dengan sesuai. Meninggalkan yang buruk, melakukan yang baik; ini adalah inti sari dari ajaran Buddha. Sabba-pāpassa akaraṇaṃ: tidak melakukan segala perbuatan salah, baik melalui tubuh, ucapan maupun pikiran. Itulah praktik yang benar, ajaran dari para Buddha. Sekarang “kain kita” sudah bersih. Kemudian kita punya kusalassūpasampadā – membuat pikiran menjadi bajik dan terampil. Jika pikiran bajik dan terampil, kita tidak perlu naik bus ke seluruh pedesaan untuk mencari jasa kebajikan. Bahkan duduk di rumah pun kita bisa mencapai kebajikan. Tapi kebanyakan orang hanya pergi mencari jasa kebajikan ke seluruh pedesaan tanpa meninggalkan perbuatan buruk mereka. Ketika mereka pulang ke rumah dengan tangan kosong, kembali ke wajah biasa mereka yang masam2. Di sana mereka mencuci piring dengan wajah masam, begitu berniat membersihkan piring. Di sinilah orang tidak perhatikan, mereka jauh dari kebajikan. Kita mungkin tahu tentang hal-hal ini, tetapi kita tidak benar-benar tahu jika kita tidak tahu di dalam pikiran kita sendiri. Ajaran Buddha tidak masuk ke dalam hati kita. Jika pikiran kita baik dan bajik, maka pikiran kita bahagia. Ada senyuman di hati kita. Tetapi kebanyakan dari kita hampir tidak punya waktu untuk tersenyum, bukan? Kita hanya bisa tersenyum ketika hal-hal berjalan sesuai keinginan kita. Kebahagiaan kebanyakan orang bergantung pada hal-hal berjalan sesuai dengan keinginan mereka. Mereka harus membuat semua orang di dunia hanya mengatakan hal-hal yang menyenangkan. Begitukah cara anda menemukan kebahagiaan? Apakah mungkin untuk membuat semua orang di dunia hanya mengatakan hal-hal yang menyenangkan? Jika begitu caranya, kapan anda akan menemukan kebahagiaan?


Kita harus menggunakan Dhamma untuk menemukan kebahagiaan. Apa pun itu, apakah benar atau salah, jangan membuta melekat pada hal tersebut. Cukup diperhatikan saja kemudian letakkan. Ketika pikiran tenang maka anda bisa tersenyum. Begitu anda membenci sesuatu, pikiran menjadi buruk. Maka tidak ada yang baik sama sekali. Sacittapariyodapanaṃ: Setelah membersihkan kekotoran-kekotoran batin, pikiran bebas dari kekhawatiran; pikiran menjadi tenang, baik dan luhur. Ketika pikiran bercahaya dan telah meninggalkan kejahatan, ada ketenangan di setiap saat. Pikiran yang tenteram dan tenang adalah lambang sejati pencapaian manusia. Ketika orang lain mengatakan sesuatu yang kita sukai, kita tersenyum. Jika mereka mengatakan hal yang tidak menyenangkan kita, kita cemberut. Bagaimana bisa kita membuat orang lain untuk mengatakan hanya hal-hal yang kita sukai setiap hari? Apakah itu mungkin? Bahkan anak-anak anda sendiri, pernahkah mereka mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan anda? Pernahkah anda membuat orang tua anda kesal? Bukan hanya orang lain, bahkan pikiran kita sendiri pun bisa membuat kita kesal. Terkadang hal yang kita sendiri pikirkan pun tidak menyenangkan. Apa yang bisa anda lakukan? Anda mungkin sedang berjalan dan tiba-tiba tersepak sebuah tunggul pohon... Thud!... “Aduh!”... Di mana permasalahannya? Siapa yang menendang siapa sebenarnya? Siapa yang akan anda salahkan? Itu adalah salah anda sendiri. Bahkan pikiran kita sendiri bisa tidak menyenangkan bagi kita. Jika anda memikirkannya, anda akan melihat bahwa ini benar. Kadang kita melakukan hal-hal yang bahkan kita sendiri pun tidak sukai. Yang bisa anda katakan hanyalah “Sialan!”, Tidak ada siapa pun yang bisa disalahkan. Memperoleh jasa kebajikan, atau berkat, dalam ajaran Buddha adalah meninggalkan apa yang salah. Saat kita meninggalkan kesalahan, maka kita tidak lagi salah. Ketika tidak ada tekanan di sana ada ketenangan. Pikiran yang tenang adalah pikiran yang bersih, pikiran yang tidak menyimpan pikiran-pikiran marah, pikiran yang jernih. Bagaimana anda bisa membuat pikiran jernih? Hanya dengan mengetahuinya. Sebagai contoh, anda mungkin berpikir, “Hari ini suasana


hatiku buruk sekali, semua yang kulihat menyinggungku, bahkan piring-piring di dalam lemari pun menyinggungku”. Anda mungkin merasa ingin membantingnya, setiap piring-piring itu semua. Apa pun yang anda lihat terlihat buruk – ayam, bebek, kucing, dan anjing… anda membenci semuanya. Semua yang dikatakan suami anda terasa menyinggung perasaan. Bahkan melihat ke dalam pikiran anda sendiri pun anda tidak puas. Apa yang bisa anda lakukan dalam situasi seperti ini? Dari mana datangnya penderitaan ini? Inilah yang disebut “tidak mempunyai kebajikan.” Akhir-akhir ini di Thailand mereka memiliki pepatah yang mengatakan bahwa ketika seseorang meninggal maka jasa kebajikannya juga selesai. Tetapi tidak demikian. Ada banyak orang yang masih hidup yang sudah selesai dengan kebajikannya; mereka adalah orang-orang yang tidak tahu kebajikan. Pikiran yang buruk hanya mengumpulkan keburukan lagi dan semakin banyak lagi. Bepergian dengan tur-membuat-jasa-kebajikan ini seperti membangun sebuah rumah indah tanpa mempersiapkan areanya terlebih dahulu. Dalam waktu yang tak lama rumahnya akan runtuh, bukan? Rancangannya tidak bagus. Sekarang anda harus mencoba lagi, mencoba cara yang berbeda. Anda harus melihat ke dalam diri anda sendiri, melihat pada kesalahan-kesalahan dalam perbuatan, ucapan, dan pikiran anda. Di mana lagi anda akan berlatih selain di dalam perbuatan, ucapan dan pikiran anda? Orang-orang tersesat. Mereka ingin pergi dan mempraktikkan Dhamma di mana tempatnya benar-benar tenang, di hutan atau di Wat Pah Pong. Apakah Wat Pah Pong tenang? Tidak, tidak benar-benar tenang. Tempat yang benar-benar tenang adalah di rumah anda sendiri. Jika anda mempunyai kebijaksanaan, ke mana pun anda pergi anda akan merasa riang. Seluruh dunia sudah bagus sebagaimana adanya. Semua pohon di hutan sudah bagus sebagaimana mereka adanya: ada yang tinggi, ada yang pendek, ada yang berlubang… segala macam. Mereka hanya sebagaimana mereka adanya. Melalui ketaktahuan terhadap sifat asli mereka kita memaksakan pendapat kita kepada mereka. “Wah, pohon ini terlalu pendek! Pohon itu berlubang!” Pohon-pohon itu hanyalah pohon, mereka lebih baik daripada kita3.


Itulah sebabnya saya membuat puisi-puisi kecil ini dituliskan di pohon-pohon di sini. Biarkan pohon-pohon mengajarkan anda. Sudahkah kalian belajar sesuatu dari mereka? Kalian harus mencoba untuk belajar setidaknya satu hal dari mereka. Ada begitu banyak pohon, semuanya mempunyai sesuatu untuk diajarkan kepada anda. Dhamma ada di mana-mana, Dhamma ada di dalam segala sesuatu di alam. Anda harus memahami hal ini. Jangan menyalahkan lubangnya yang terlalu dalam; berbaliklah dan lihat lengan anda sendiri! Jika anda bisa melihat ini anda akan bahagia. Jika anda melakukan kebajikan atau perbuatan luhur, simpanlah dalam pikiran anda. Itu adalah tempat terbaik untuk menyimpannya. Melakukan kebajikan seperti yang sudah anda lakukan hari ini adalah baik, tapi bukanlah cara yang terbaik. Membangun bangunan itu baik, tapi itu bukanlah hal yang terbaik. Membangun pikiran anda sendiri menjadi sesuatu yang baik adalah cara yang terbaik. Dengan cara ini anda akan menemukan kebaikan, baik anda datang ke sini ataupun tinggal di rumah. Temukan keunggulan ini di dalam pikiran anda. Struktur luar seperti aula ini di sini hanyalah seperti “kulit” dari “pohon”, mereka bukanlah “inti kayu”. Jika anda mempunyai kebijaksanaan, ke mana pun anda melihat di sana akan ada Dhamma. Jika anda kekurangan kebijaksanaan, maka bahkan hal-hal yang baik pun menjadi buruk. Dari manakah datangnya keburukan ini? Dari pikiran kita sendiri, di situlah sumbernya. Lihatlah bagaimana pikiran ini berubah-ubah. Segala sesuatu berubah-ubah. Suami istri yang biasanya rukun, mereka bisa saling berbincang-bincang dengan cukup bahagia. Tapi ada hari ketika suasana hati mereka menjadi buruk, apa pun yang dikatakan oleh pasangan terasa menyinggung. Pikiran telah menjadi buruk, pikiran berubah lagi. Beginilah adanya. Jadi, untuk meninggalkan kejahatan dan mengembangkan kebaikan, anda tidak perlu pergi mencari ke tempat lain. Jika pikiran anda telah menjadi buruk, jangan melihat ke orang ini dan orang itu. Cukup lihat pikiran anda sendiri dan cari tahu dari mana pemikiran-pemikiran ini berasal. Mengapa pikiran memikirkan hal-hal semacam itu? Pahamilah bahwa segala sesuatu bersifat sementara. Cinta bersifat sementara, benci bersifat sementara. Pernahkah anda mencintai anak-anak anda? Tentu saja anda pernah.


Pernahkah anda membenci mereka? Saya akan menjawabnya untuk anda juga… kadangkala iya, benar kan? Bisakah anda membuang mereka? Tidak, anda tidak bisa membuang mereka. Mengapa tidak? Anak-anak tidak seperti peluru4, bukan? Peluru ditembakkan ke luar, tetapi anak-anak ditembakkan kembali ke orang tua. Jika mereka buruk itu kembali ke orang tuanya. Anda bisa katakan bahwa anak-anak adalah kammaanda. Ada yang baik dan ada yang buruk. Baik dan buruk keduanya berada tepat di anak-anak anda. Tapi, bahkan yang buruk pun sangat berharga. Seorang anak mungkin terlahir sakit polio, lumpuh dan cacat, dan menjadi lebih berharga dibanding yang lain. Setiap kali anda meninggalkan rumah untuk sementara waktu anda harus meninggalkan pesan, “Jagalah si kecil, dia tidak begitu kuat.” Anda mencintainya bahkan lebih dari yang lain. Maka, anda harus mengatur pikiran anda dengan baik – setengah cinta, setengah benci. Jangan hanya mengambil salah satu, selalu miliki kedua sisi dalam pikiran. Anak-anak anda adalah kamma anda, mereka sesuai dengan pemiliknya. Mereka adalah kamma anda, jadi anda harus bertanggung jawab atas mereka. Jika mereka benar-benar memberi anda penderitaan, cukup ingatkan diri anda: “Ini adalah kamma saya.” Jika mereka menyenangkan anda, cukup ingatkan diri anda, “Ini adalah kamma saya.” Terkadang situasi di rumah menjadi begitu frustrasi anda hanya ingin melarikan diri. Situasinya menjadi begitu buruk beberapa orang bahkan mempertimbangkan untuk gantung diri! Ini adalah kamma. Kita harus menerima kenyataan. Hindari perbuatan buruk, maka anda akan bisa melihat diri anda lebih jelas. Inilah kenapa merenungkan hal-hal sangat penting. Biasanya ketika orang berlatih meditasi mereka menggunakan objek meditasi, seperti Bud-dho, Dham-mo, atau Saṅ-gho. Tapi anda bisa membuatnya menjadi lebih singkat dari ini. Setiap kali anda merasa kesal, setiap kali pikiran anda menjadi buruk, katakan saja “nah!” Ketika anda merasa lebih baik, katakan saja “nah! ini bukanlah hal yang pasti.” Jika anda mencintai seseorang, katakan saja “nah!” Ketika anda merasa anda sedang marah, katakan saja “nah!” Apakah anda mengerti? Anda tidak perlu pergi mencari di dalam Tipiṭaka. Hanya “nah!” Ini berarti “itu bersifat sementara.” Cinta bersifat sementara, benci bersifat sementara, baik bersifat sementara, jahat bersifat sementara. Bagaimana mereka bisa kekal? Di mana ada kekekalan pada hal-hal tersebut?


Anda bisa katakan bahwa mereka kekal dalam ketidakkekalannya. Mereka pasti dalam hal ini, mereka tidak pernah menjadi sebaliknya. Satu menit ada cinta, berikutnya benci. Begitulah adanya. Dalam pengertian ini mereka permanen. Karena itulah saya katakan setiap kali cinta timbul, katakan padanya “nah!” Ini menghemat banyak waktu. Anda tidak perlu mengatakan “Aniccaṃ, dukkhaṃ, anattā” Jika anda tidak menginginkan tema meditasi yang panjang, cukup gunakan saja kata yang sederhana ini. Jika cinta timbul, sebelum anda benar-benar tersesat di dalamnya, cukup katakan pada diri anda “nah!” Ini sudah cukup.


Segala sesuatu bersifat sementara, dan ini kekal dan selalu seperti itu. Hanya dengan melihat sebanyak ini saja sama dengan melihat inti Dhamma, Dhamma sejati.


Sekarang, jika semua orang lebih sering mengatakan “nah!” dan menerapkan diri mereka untuk berlatih seperti ini, kemelekatan akan semakin berkurang. Orang-orang tidak akan begitu terjebak pada cinta dan benci. Mereka tidak akan melekat pada hal-hal. Mereka akan menaruh kepercayaan mereka pada kebenaran, bukan pada hal lain. Hanya dengan mengetahui sebanyak ini saja sudah cukup, apa lagi yang perlu anda ketahui?


Setelah mendengarkan ajaran ini, anda juga harus mencoba untuk mengingatnya. Apa yang harus anda ingat? Meditasi… Anda mengerti? Jika anda mengerti, Dhamma menyatu dengan anda, pikiran akan berhenti. Jika ada kemarahan di dalam pikiran, hanya “nah!” itu sudah cukup, kemarahan langsung berhenti seketika. Jika anda masih belum mengerti, lihatlah lebih dalam ke dalam permasalahannya. Jika ada pemahaman, ketika kemarahan timbul di dalam pikiran, anda dapat memadamkannya dengan “nah! ini tidak kekal!”


Hari ini kalian memiliki kesempatan untuk merekam Dhamma baik secara dalam maupun luar. Secara dalam, suara masuk melalui telinga untuk direkam di dalam pikiran. Jika anda tidak dapat melakukan ini, ini tidak begitu baik, waktu anda di Wat Pah Pong akan terbuang sia-sia. Rekamlah secara eksternal, dan rekamlah secara internal. Tape rekorder ini di sini tidak begitu penting. Hal yang benar-benar penting adalah “perekam” di dalam pikiran. Tape rekorder bisa rusak, tetapi jika Dhamma benar-benar mencapai pikiran, itu tidak akan rusak, Dhamma akan berada di sana selamanya. Dan anda tidak perlu menghabiskan uang untuk membeli baterai.

Diterjemahkan oleh: Jayananda Gotama

1. “Mencari jasa kebajikan” adalah ungkapan Thai yang umum digunakan. Ini merujuk pada kebiasaan di Thailand untuk pergi ke vihāra, atau “wat”, memberi hormat kepada guru-guru yang dihormati dan memberikan persembahan. 2. catatan penerjemah: ungkapan ini berarti bahwa terlepas dari upaya mereka untuk mengumpulkan jasa kebajikan, mereka tidak mendapat kemajuan dalam mengembangkan kebijaksanaan, dan mereka masih tidak bahagia dan tidak puas dengan kehidupan mereka sehingga mereka kembali ke wajah biasa mereka yang masam.

3. catatan penerjemah: ungkapan ini berarti bahwa pepohonan berada dalam keadaan yang lebih baik daripada manusia. Hal ini menunjukkan bahwa pohon sudah merasa puas dan bahagia dengan apa adanya dan tidak perlu mencari hal lain, tidak seperti manusia yang terus menderita karena kekhawatiran, keinginan dan kemelekatan mereka pada hal-hal.


4. Ada permainan kata di sini antara kata “look” dalam bahasa Thai yang berarti anak-anak, dan “look bpeun” yang secara harfiah artinya “senjata anak-anak”… yaitu, peluru.

bottom of page