Rumah Kita Yang Sebenarnya - bab III | Living Dhamma
- thavariya putta
- Sep 27, 2021
- 15 min read
Updated: Apr 1, 2023

Ceramah yang ditujukan kepada seorang murid awam yang sudah lanjut usia dan mendekati kematiannya.
Sekarang, tekadkan dalam pikiran anda untuk mendengarkan Dhamma dengan penuh hormat. Ketika saya sedang berbicara, perhatikanlah kata-kata saya dengan penuh perhatian seolah-olah Sang Buddha sendirilah yang duduk di hadapan anda. Pejamkan mata anda dan buatlah diri anda nyaman, tenangkan pikiran anda dan buatlah pikiran terpusat. Dengan rendah hati izinkanlah Tiga Mestika yaitu kebijaksanaan, kebenaran dan kemurnian untuk tinggal di dalam hati anda sebagai cara untuk menunjukkan rasa hormat kepada Yang Cerah Sempurna.
Hari ini saya tidak membawa benda materi apa pun untuk diberikan kepada anda, hanya Dhamma, ajaran Sang Buddha. Anda harus memahami bahwa bahkan Sang Buddha sendiri, dengan timbunan kebajikan yang luar biasa besar yang telah dikumpulkan, tidak bisa menghindari kematian fisik. Ketika Beliau mencapai usia tua Beliau menyerahkan tubuhnya dan melepaskan beban yang berat. Sekarang anda juga harus belajar untuk merasa puas dengan bertahun-tahun yang telah anda lalui dengan bergantung pada tubuh. Anda harus merasa bahwa itu sudah cukup.
Seperti peralatan rumah tangga yang sudah lama anda miliki – cangkir, alas cangkir, piring, dan sebagainya – ketika anda pertama kali memilikinya, mereka bersih dan bersinar, tetapi sekarang setelah memakainya begitu lama, mereka mulai usang. Beberapa sudah rusak, beberapa sudah hilang, dan yang tersisa pun sudah mulai usang, mereka tidak mempunyai bentuk yang stabil. Dan memang demikianlah sifat mereka. Tubuh anda juga sama; terus-menerus berubah dari sejak anda lahir, melalui masa kecil dan masa remaja, sampai sekarang mencapai usia tua. Anda harus menerima ini. Sang Buddha berkata bahwa kondisi, apakah kondisi mental, kondisi jasmaniah atau
kondisi eksternal, adalah tiada-diri (anattā), sifatnya adalah berubah. Renungkanlah kebenaran ini dengan jelas. Gumpalan daging ini yang terbaring di sini yang sedang merosot adalah kenyataan (saccadhamma). Fakta-fakta tentang tubuh ini adalah kenyataan, mereka adalah ajaran abadi dari Sang Buddha. Sang Buddha mengajarkan kita untuk merenungkan hal ini dan menerima sifatnya. Kita harus bisa berdamai dengan tubuh, tidak peduli tubuh berada dalam keadaan apa. Sang Buddha mengajarkan bahwa kita harus memastikan hanya tubuh saja yang terkurung di dalam penjara dan pikiran tidak ikut terpenjara bersamanya. Sekarang seiring tubuh anda mulai melemah dan melapuk karena usia, jangan melawan, tetapi jangan pula membiarkan pikiran anda ikut merosot bersamanya. Jagalah pikiran tetap terpisah. Berikan energi kepada pikiran dengan menyadari kebenaran tentang bagaimana hal-hal adanya. Sang Buddha mengajarkan bahwa ini adalah sifat tubuh, tidak ada jalan lain lagi. Setelah dilahirkan, ia menjadi tua dan sakit kemudian ia mati. Ini adalah kebenaran agung yang sedang anda saksikan saat ini. Lihatlah tubuh dengan kebijaksanaan dan sadarilah hal ini. Jika rumah anda kebanjiran atau terbakar habis, apa pun ancamannya, biarkan hal itu hanya menyangkut rumah saja. Jika ada banjir, jangan biarkan hal itu membanjiri pikiran anda. Jika ada kebakaran, jangan biarkan hal itu membakar hati anda. Biarkanlah hanya rumah, apa yang berada di luar anda, yang kebanjiran atau terbakar. Sekarang adalah saatnya untuk membiarkan pikiran untuk melepaskan kemelekatan. Anda sudah hidup cukup lama sekarang. Mata anda telah melihat berbagai macam bentuk dan warna, telinga anda telah mendengar begitu banyak suara, anda telah merasakan begitu banyak pengalaman. Dan begitu sajalah mereka – pengalaman. Anda telah menyantap makanan-makanan lezat, dan semua cita rasa yang enak itu hanyalah cita rasa yang enak, tidak lebih. Rasa yang tidak enak hanyalah rasa yang tidak enak, itu saja. Jika mata melihat sebuah bentuk yang indah, begitu sajalah ia – sebuah bentuk yang indah. Bentuk yang jelek hanyalah bentuk yang jelek. Telinga mendengar suara yang merdu dan memikat dan ia tidak lebih dari itu. Suara yang sumbang dan ribut juga hanya begitu saja. Sang Buddha berkata bahwa kaya atau miskin, muda atau tua, manusia atau binatang, tidak ada makhluk di dunia ini yang bisa mempertahankan dirinya dalam satu keadaan untuk waktu yang lama. Segala sesuatu mengalami perubahan dan kehilangan. Ini adalah kenyataan hidup dan tidak ada yang bisa kita lakukan untuk memperbaikinya. Tetapi Sang Buddha mengatakan bahwa apa yang bisa kita lakukan adalah merenungkan tubuh dan pikiran untuk melihat ketiadaan-dirinya, bahwa keduanya bukanlah “aku” atau “milikku.” Mereka hanya mempunyai kenyataan sementara. Seperti rumah ini, rumah ini hanya milik anda sebatas nama saja. Anda tidak bisa membawanya bersama anda ke mana pun. Hal yang sama berlaku untuk kekayaan anda, harta anda dan keluarga anda – mereka milik anda hanya dalam nama saja. Mereka tidak benar-benar milik anda, mereka milik alam. Sekarang, kebenaran ini tidak hanya berlaku untuk anda seorang, semua orang berada dalam perahu yang sama – bahkan Sang Buddha dan murid-muridnya yang telah tercerahkan. Mereka berbeda dari kita hanya dalam satu hal, dan itu adalah penerimaan mereka terhadap hal-hal sebagaimana adanya. Mereka melihat bahwa tidak ada cara yang lain. Oleh karena itu Sang Buddha mengajarkan kita untuk menyelidiki dan memeriksa tubuh, dari telapak kaki naik sampai ke puncak kepala, kemudian turun lagi ke kaki. Lihatlah tubuh. Hal-hal apa saja yang anda lihat? Adakah sesuatu yang pada dasarnya bersih di sana? Bisakah anda menemukan esensi yang abadi? Seluruh tubuh ini terus-menerus mengalami kemerosotan. Sang Buddha mengajarkan kita untuk melihat bahwa tubuh ini bukanlah milik kita. Merupakan hal yang alami bagi tubuh untuk menjadi seperti ini, karena semua fenomena yang berkondisi tunduk pada perubahan. Bagaimana lagi anda menginginkannya? Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan jalannya tubuh ini. Bukan tubuh yang menyebabkan penderitaan, melainkan cara berpikir yang salah. Ketika anda melihat hal-hal dengan cara yang salah, pasti akan ada kebingungan. Seperti air sungai. Air secara alami mengalir ke bawah, ia tak pernah mengalir ke atas. Itu adalah sifatnya. Jika seseorang pergi dan berdiri di tepi sungai dan menginginkan air mengalir kembali ke atas, dia adalah orang bodoh. Ke mana pun dia pergi, pemikiran bodohnya tidak akan memberinya ketenangan pikiran. Dia akan menderita karena pandangan salahnya, pemikirannya melawan arus. Jika dia mempunyai pandangan benar, dia akan paham bahwa air pasti mengalir ke bawah, dan sampai dia menyadari dan menerima kenyataan itu, dia akan tetap bingung dan frustrasi. Sungai yang harus mengalir menuruni lereng adalah seperti tubuh anda. Setelah menjadi muda, tubuh anda menjadi tua dan terseok-seok menuju kematiannya. Jangan berharap sebaliknya, ini bukanlah sesuatu yang bisa anda perbaiki. Sang Buddha mengatakan kepada kita untuk melihat hal-hal sebagaimana adanya kemudian melepaskan kemelekatan kita terhadap mereka. Ambillah perasaan melepaskan ini sebagai perlindungan anda. Teruslah bermeditasi meskipun anda merasa lelah dan kehabisan tenaga. Biarkan pikiran anda bersama napas. Ambillah beberapa napas yang dalam kemudian pusatkan perhatian pada napas, dengan menggunakan kata mantra Bud-dho. Lakukanlah latihan ini terus-menerus. Semakin anda merasa lelah semakin halus dan fokus konsentrasi anda pastinya, sehingga anda dapat mengatasi setiap rasa sakit yang timbul. Ketika anda mulai merasa letih maka hentikan semua pemikiran anda, biarkan pikiran mengumpulkan dirinya sendiri kemudian beralih ke menyadari napas. Cukup pertahankan pelafalan dalam batin, Bud-dho, Bud-dho. Lepaskan semua hal yang berada di luar. Jangan menggenggam pemikiran-pemikiran tentang anak-anak dan kerabat anda, jangan menggenggam apa pun. Lepaskanlah. Biarkan pikiran bersatu dalam satu titik dan biarkan pikiran yang tenang itu berdiam bersama napas. Biarkan napas menjadi objek tunggal pengetahuannya. Berkonsentrasilah sampai pikiran menjadi semakin halus, sampai perasaan menjadi tidak berarti dan terdapat kejernihan dan keterjagaan batin yang luar biasa. Kemudian, setiap rasa sakit yang timbul akan perlahan-lahan berakhir dengan sendirinya. Akhirnya, anda akan melihat napas seolah-olah itu adalah kerabat yang datang mengunjungi anda. Ketika kerabat anda pergi, anda mengikuti mereka keluar untuk mengantar mereka pergi. Anda melihat sampai mereka berjalan melewati jalan masuk dan menghilang dari pandangan, kemudian anda masuk kembali ke dalam rumah. Kita memperhatikan napas dengan cara yang sama. Jika napas kasar, kita tahu bahwa napas kasar, jika napas halus maka kita tahu bahwa napas halus. Saat napas menjadi semakin halus, kita terus mengikutinya, di saat yang sama membangungkan pikiran. Pada akhirnya napas menghilang sepenuhnya dan yang tersisa hanyalah perasaan kewaspadaan. Inilah yang disebut dengan bertemu Buddha. Kita memiliki kesadaran yang jernih dan terjaga yang disebut Bud-dho, yang mengetahui, yang terjaga, yang bercahaya. Ini adalah bertemu dan berdiam bersama Buddha, dengan pengetahuan dan kejernihan. Hanya Buddha masa lampau yang wafat. Buddha yang sejati, Buddha yang jernih dengan pengetahuan yang bercahaya, tetap bisa dialami dan dicapai hari ini. Dan jika kita mencapainya, hati menjadi satu. Jadi, lepaskanlah, letakkan semuanya, semuanya kecuali keadaan mengetahui. Jangan tertipu jika ada gambaran-gambaran atau suara-suara yang timbul di dalam pikiran anda selama meditasi. Letakkan mereka semua. Jangan memegang apa pun, tinggallah dengan kesadaran yang terpadu ini. Jangan mengkhawatirkan masa lalu atau masa depan, tetaplah tenang dan anda akan mencapai tempat di mana tidak ada kemajuan, tidak ada kemunduran dan tidak keberhentian, di mana tidak ada apa pun untuk digenggam atau dilekati. Kenapa? Karena tidak ada diri, tidak ada “aku” atau “milikku.” Semuanya hilang. Sang Buddha mengajarkan untuk mengosongkan diri anda dari segala sesuatu dengan cara ini, tidak membawa apa pun ke mana-mana; Beliau mengajarkan kita untuk mengetahui, dan setelah mengetahui, lepaskanlah. Menyadari Dhamma, jalan menuju kebebasan dari siklus kelahiran dan kematian, adalah tugas yang harus dilakukan sendiri oleh setiap orang. Maka, teruslah berusaha untuk melepaskan dan memahami ajaran-ajaran. Berusahalah dalam perenungan anda. Jangan khawatirkan keluarga anda. Saat ini mereka seperti apa adanya, di masa depan mereka akan menjadi seperti anda. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang bisa luput dari takdir ini. Sang Buddha mengajarkan untuk meletakkan hal-hal yang tidak memiliki esensi sejati yang kekal. Jika anda meletakkan semuanya anda akan melihat kebenaran yang sesungguhnya, jika tidak, anda tidak akan melihatnya. Begitulah adanya. Dan ini sama untuk semua orang di dunia. Jadi, jangan mengenggam apa pun. Meskipun anda menyadari diri anda sedang berpikir, itu juga tidak apa-apa, selama anda berpikir dengan bijak. Jangan berpikir secara bodoh. Jika anda memikirkan anak-anak anda, pikirkanlah mereka dengan kebijaksanaan, bukan dengan kebodohan. Apa pun yang dipikirkan oleh pikiran, pikirkanlah dengan kebijaksanaan, sadari sifatnya. Mengetahui sesuatu dengan kebijaksanaan berarti melepaskannya dan tidak menderita karenanya. Pikiran terang, penuh sukacita, dan damai. Pikiran berpaling dari kekacauan dan tidak terpecah belah. Saat ini, apa yang bisa anda cari sebagai bantuan dan dukungan adalah napas anda. Ini adalah pekerjaan anda sendiri, bukan orang lain. Biarkan orang lain melakukan pekerjaan mereka sendiri. Anda mempunyai tugas dan tanggung jawab anda sendiri, anda tidak perlu mengambil tugas dan tanggung jawab keluarga anda. Jangan mengambil apa pun, lepaskan semuanya. Pelepasan ini akan membuat pikiran anda tenang. Satu-satunya tanggung jawab anda saat ini adalah memusatkan pikiran anda dan membawanya ke ketenangan. Serahkan semuanya pada orang lain. Bentuk, suara, bau, rasa… serahkan mereka kepada orang lain untuk diurus. Tinggalkan semuanya di belakang anda dan lakukan pekerjaan anda sendiri, penuhi tanggung jawab anda sendiri. Apa pun yang timbul di dalam pikiran anda, apakah itu takut akan rasa sakit, takut akan kematian, kecemasan tentang orang lain atau apa pun, katakan padanya, “Jangan ganggu saya. Engkau bukan lagi urusan saya.” Ingatlah ini ketika anda melihat dhamma-dhamma itu timbul. Apakah yang dimaksud dengan kata dhamma? Segala sesuatu adalah dhamma, tidak ada apa pun yang bukan dhamma. Dan bagaimana dengan “dunia”? Dunia adalah kondisi mental yang menggelisahkan anda pada saat ini. “Apa yang akan mereka lakukan? Ketika saya tiada, siapa yang akan merawat mereka? Bagaimana mereka akan bertahan hidup?” Ini semua hanyalah “dunia.” Bahkan timbulnya sebuah pemikiran yang takut akan kematian atau rasa sakit adalah dunia. Buang dunia jauh-jauh! Dunia adalah sebagaimana ia adanya. Jika anda membiarkannya menguasai pikiran anda, maka pikiran menjadi kabur dan tidak dapat melihat dirinya sendiri. Jadi, apa pun yang timbul di dalam pikiran, katakan saja, “Ini bukan urusan saya. Ini tidak kekal, tidak memuaskan dan tiada-diri.”
Berpikiran anda ingin terus hidup untuk waktu yang lama akan membuat anda menderita. Namun, berpikiran anda ingin langsung mati atau dengan sangat cepat juga tidak benar. Ini penderitaan, bukan? Kondisi bukanlah milik kita, mereka mengikuti hukum alam mereka sendiri. Anda tidak bisa melakukan apa pun tentang bagaimana jalannya tubuh ini. Anda bisa mempercantiknya sedikit, membuatnya menarik dan bersih untuk sementara waktu, seperti gadis muda yang mewarnai bibirnya dan membiarkan kukunya tumbuh panjang, tetapi ketika usia tua tiba, semua orang akan bernasib sama. Begitulah jalannya tubuh, anda tidak bisa mengubahnya. Apa yang bisa anda tingkatkan dan percantik adalah pikiran. Siapa saja bisa membangun rumah dari kayu dan batu bata, tetapi Sang Buddha mengajarkan bahwa rumah semacam itu bukanlah rumah kita yang sebenarnya, itu milik kita hanya sebatas nama saja. Itu adalah rumah di dunia dan ia mengikuti jalan dunia. Rumah kita yang sebenarnya adalah ketenangan batin. Rumah materiel yang berada di luar mungkin saja indah tetapi tidak begitu damai. Ada kekhawatiran ini dan itu, kecemasan ini dan itu. Jadi kita katakan itu bukanlah rumah kita yang sebenarnya, ia di luar kita. Cepat atau lambat kita harus melepaskannya. Itu bukanlah tempat di mana kita bisa tinggal selamanya karena ia tidak benar-benar milik kita, ia milik dunia. Tubuh kita juga sama. Kita menganggapnya sebagai diri, sebagai “aku” atau “milikku,” tetapi pada kenyataannya tidak demikian, ia adalah rumah duniawi lainnya. Tubuh anda sudah mengikuti jalan alaminya sejak lahir, dan sekarang ia sudah tua dan sakit, dan anda tidak bisa melarangnya. Begitulah adanya. Menginginkannya untuk menjadi berbeda akan sama bodohnya dengan menginginkan seekor bebek menjadi seperti seekor ayam. Ketika anda paham bahwa itu adalah hal yang mustahil - bahwa bebek harus menjadi bebek dan ayam harus menjadi ayam, dan bahwa tubuh harus menjadi tua dan mati – anda akan menemukan keberanian dan tenaga. Betapapun anda menginginkan tubuh untuk terus bertahan, ia tidak akan bisa melakukannya. Sang Buddha bersabda1, Aniccā vata saṅkhāra – Ketidakkekalan, sayangnya, adalah semua kondisi Uppāda-vaya-dhammino – Bersifat timbul dan berlalu Uppajjitvā nirujjhanti – Setelah muncul mereka semua harus berakhir Tesaṃ vūpasamo sukho – Ketenangan kondisi adalah kebahagiaan sejati
Kata “saṅkhāra” mengacu pada tubuh dan pikiran ini. Saṅkhāra tidak kekal dan tidak stabil. Setelah terbentuk mereka menghilang, setelah timbul mereka berlalu, namun semua orang menginginkannya menjadi kekal. Ini adalah kebodohan. Lihatlah napas. Setelah ia masuk ke dalam, ia pun keluar, itulah sifatnya, begitulah seharusnya. Napas masuk dan napas keluar harus saling bergantian, harus ada perubahan. Kondisi ada karena perubahan, anda tidak bisa mencegahnya. Coba pikirkan, bisakah anda menghembuskan napas tanpa menarik napas? Akankah itu terasa nyaman? Atau bisakah anda hanya menarik napas saja? Kita menginginkan hal-hal menjadi kekal tetapi mereka tidak bisa, itu tidak mungkin. Setelah napas masuk ke dalam, ia harus keluar. Ketika sudah keluar, ia kembali masuk ke dalam lagi, dan itu adalah hal yang alami, bukan? Setelah dilahirkan, kita menua kemudian mati, dan itu sepenuhnya alami dan wajar. Karena kondisi sudah melakukan tugas mereka, karena napas masuk dan napas keluar sudah saling bergantian seperti ini, sehingga umat manusia masih ada sini hari ini.
Begitu kita dilahirkan kita sudah mati. Kelahiran kita dan kematian kita adalah satu hal. Seperti sebatang pohon: ketika ada akar pasti ada cabang, ketika ada cabang pasti ada akar. Anda tidak bisa memiliki satu tanpa yang lainnya. Sedikit lucu melihat bagaimana saat kematian, orang-orang begitu berduka dan terganggu dan saat kelahiran begitu bahagia dan gembira. Ini adalah kekelirutahuan, tidak ada yang pernah melihat hal ini dengan jelas. Menurut saya, jika anda benar-benar ingin menangis akan lebih baik untuk melakukannya ketika seseorang dilahirkan. Kelahiran adalah kematian, kematian adalah kelahiran; cabang adalah akar, akar adalah cabang. Jika anda harus menangis, menangislah pada akar, menangislah pada kelahiran. Lihatlah dengan saksama: jika tidak ada kelahiran maka tidak akan ada kematian. Bisakah anda memahami ini?
Jangan khawatirkan hal-hal terlalu banyak, pikirkan saja “beginilah hal-hal adanya.” Ini adalah pekerjaan anda, tugas anda. Saat ini tidak ada yang bisa membantu anda, tidak ada apa pun yang bisa dilakukan oleh keluarga maupun harta-harta anda untuk anda. Yang bisa membantu anda sekarang hanya kesadaran yang jernih.
Jadi jangan bimbang. Lepaskan. Buanglah semuanya.
Meskipun anda tidak melepaskan, segala sesuatu mulai meninggalkan anda bagaimanapun juga. Bisakah anda lihat bagaimana semua bagian-bagian tubuh anda mencoba untuk pergi? Ambil contoh rambut anda; ketika anda masih muda, rambut anda tebal dan hitam. Sekarang rambut anda mulai rontok. Ia pergi. Mata anda dulunya baik dan tajam tetapi sekarang mereka lemah, penglihatan anda tidak jelas. Ketika organ-organ anda sudah merasa cukup, mereka pergi, ini bukanlah rumah mereka. Ketika anda masih kecil, gigi anda sehat dan kuat, sekarang mereka goyang, atau anda sudah punya gigi palsu. Mata, telinga, hidung, lidah anda – semuanya mencoba untuk pergi karena ini bukanlah rumah mereka. Anda tidak bisa membuat rumah permanen di dalam kondisi, anda hanya bisa tinggal untuk sementara waktu lalu anda harus pergi. Seperti seorang penyewa yang mengawasi rumah kecilnya dengan matanya yang mulai lemah. Giginya tidak begitu kuat, matanya tidak begitu baik, tubuhnya tidak begitu sehat, semuanya pergi.
Jadi anda tidak perlu khawatir tentang apa pun karena ini bukanlah rumah anda yang sebenarnya, ini hanyalah tempat berlindung sementara. Setelah datang ke dalam dunia ini anda harus merenungkan sifatnya. Segala sesuatu yang ada sedang bersiap-siap untuk menghilang. Lihatlah tubuh anda. Apa ada sesuatu di sana yang masih dalam bentuk aslinya? Apakah kulit anda sama seperti dulu? Apakah rambut anda? Mereka tidak sama, bukan? Ke mana semuanya pergi? Ini adalah alam, sebagaimana adanya. Ketika waktu mereka habis, kondisi pergi sesuai jalannya. Di dalam dunia ini tidak ada yang bisa diandalkan – ini adalah sebuah siklus kekacauan dan masalah, kesenangan dan kesakitan yang tak berakhir. Tidak ada ketenangan.
Ketika kita tidak memiliki rumah yang sebenarnya, kita seperti pengembara tanpa tujuan di jalan, pergi ke sana kemari, berhenti sejenak kemudian berangkat lagi. Sebelum kita kembali ke rumah kita yang sebenarnya, kita merasa gelisah, sama seperti seorang penduduk desa yang meninggalkan desanya. Hanya saat dia tiba di rumah barulah dia bisa benar-benar santai dan merasa tenang.
Tidak di manapun di dunia ada ketenangan sejati yang bisa ditemukan. Yang miskin tidak memiliki ketenangan dan begitu pula yang kaya; orang dewasa tidak memiliki ketenangan dan begitu juga yang berpendidikan tinggi. Tidak ada ketenangan di manapun, itulah sifat dunia. Mereka yang punya sedikit harta menderita, dan begitu juga mereka yang punya banyak. Anak-anak, orang dewasa, tua dan muda... semua orang menderita. Penderitaan menjadi tua, penderitaan menjadi muda, penderitaan menjadi kaya dan penderitaan menjadi miskin – semuanya hanya penderitaan.
Ketika anda telah merenungkan hal-hal dengan cara ini, anda akan melihat aniccaṃ, ketidakkekalan, dan dukkhaṃ, ketakpuasan. Kenapa hal-hal tidak kekal dan tidak memuaskan? Karena mereka adalah anattā, tiada-diri.
Baik tubuh anda yang terbaring sakit dan dalam kesakitan, maupun pikiran yang sadar dengan penyakit dan kesakitannya, disebut dhamma. Apa yang tidak berbentuk, pikiran, perasaan dan persepsi, disebut nāma-dhamma. Apa yang tersiksa dengan nyeri dan rasa sakit disebut rūpa-dhamma. Yang berbentuk adalah dhamma dan yang tidak berbentuk adalah dhamma. Jadi kita hidup bersama dhamma, di dalam dhamma, dan kita adalah dhamma. Sesungguhnya tidak ada diri yang bisa ditemukan, yang ada hanyalah dhamma yang terus-menerus timbul dan berlalu sebagaimana sifatnya. Setiap saat kita menjalani kelahiran dan kematian. Beginilah hal-hal adanya.
Ketika kita memikirkan Sang Buddha, betapa benarnya Beliau berbicara, kita merasa betapa pantasnya Beliau untuk dipuja dan dihormati. Setiap kali kita melihat kebenaran suatu hal, kita melihat ajarannya, meskipun kita tidak pernah benar-benar mempraktikkan Dhamma. Tetapi, walaupun kita mempunyai pengetahuan tentang ajarannya, telah mempelajari dan mempraktikkannya, selama kita masih belum melihat kebenaran kita masih tanpa rumah.
Maka pahamilah hal ini. Semua orang, semua makhluk, sedang bersiap untuk pergi. Ketika makhluk telah hidup sesuai dengan waktunya, ia harus pergi sesuai jalannya. Kaya, miskin, muda dan tua, semuanya harus mengalami perubahan ini.
Ketika anda menyadari bahwa begitulah jalannya dunia anda akan merasa bahwa dunia adalah tempat yang melelahkan. Ketika anda melihat bahwa tidak ada yang nyata atau substansial yang bisa anda andalkan, anda akan merasa lelah dan kecewa. Menjadi kecewa bukan berarti anda benci, melainkan pikiran jernih. Pikiran melihat bahwa tidak ada yang bisa dilakukan untuk memperbaiki keadaan ini, memang beginilah jalannya dunia. Mengetahui dengan cara ini, anda bisa melepaskan kemelekatan; anda bisa melepaskan dengan pikiran yang bukan bahagia ataupun sedih, tetapi damai dengan kondisi melalui melihat sifatnya yang berubah-ubah dengan kebijaksanaan. Aniccā vata saṅkhāra – Semua kondisi tidak kekal.
Sederhananya, ketidakkekalan adalah Buddha. Jika kita benar-benar melihat kondisi yang tidak kekal, kita akan melihat bahwa ia kekal. Ia kekal dalam arti bahwa ketundukkannya terhadap perubahan tidak berubah. Inilah kekekalan yang dimiliki makhluk hidup. Ada perubahaan yang terus-menerus, dari masa kanak-kanak hingga usia tua, dan ketidakkekalan itu, kecenderungan untuk berubah itu, adalah kekal dan tetap. Jika anda melihatnya seperti ini, hati anda akan merasa tenang. Bukan hanya anda yang harus melalui ini, tetapi semua orang.
Ketika anda mempertimbangkan hal-hal dengan cara ini, anda akan melihat mereka sebagai sesuatu yang melelahkan, dan kekecewaan akan timbul. Kegemaran anda pada dunia kenikmatan indra akan hilang. Anda akan melihat bahwa jika anda mempunyai banyak harta, anda harus meninggalkan banyak harta. Jika anda mempunyai sedikit, anda meninggalkan sedikit. Kekayaan hanyalah kekayaan, umur panjang hanyalah umur panjang; mereka bukanlah hal yang istimewa.
Apa yang penting adalah kita harus melakukan apa yang Sang Buddha ajarkan dan membangun rumah kita sendiri, membangunnya dengan metode yang telah saya jelaskan kepada anda. Bangun rumah anda sendiri. Lepaskanlah. Lepaskan sampai pikiran mencapai ketenangan yang bebas dari kemajuan, bebas dari kemunduran dan bebas dari keberhentian. Kesenangan bukanlah rumah anda, rasa sakit bukanlah rumah anda. Kesenangan dan rasa sakit keduanya merosot dan berlalu.
Guru agung melihat bahwa semua kondisi adalah tidak kekal, oleh karena itu Beliau mengajarkan kita untuk melepaskan kemelekatan kita terhadap mereka. Ketika kita mencapai akhir hidup kita, kita tidak akan mempunyai pilihan lain bagaimanapun juga, kita tidak akan bisa mengambil apa pun bersama kita. Jadi bukankah lebih baik untuk meletakkan hal-hal sebelum saat itu tiba? Mereka hanyalah beban yang berat untuk dibawa kemana-mana, mengapa tidak membuang beban itu sekarang? Mengapa repot-repot menyeret hal-hal ini kemana-mana? Lepaskan, santai, dan biarkan keluarga anda menjaga anda.
Mereka yang merawat orang sakit akan tumbuh dalam kebaikan dan kebajikan. Pasien yang memberikan orang lain kesempatan itu tidak seharusnya mempersulit mereka. Jika ada rasa sakit atau masalah atau lainnya, beri tahukanlah kepada mereka dan jaga pikiran dalam keadaan sehat. Orang yang merawat orang tua harus memenuhi pikirannya dengan kehangatan dan kebaikan serta tidak terjebak dalam kebencian. Ini adalah satu-satunya kesempatan kalian bisa membayar hutang budi kalian kepada mereka. Sejak kelahiran kalian sampai masa kanak-kanak kalian, saat kalian tumbuh dewasa, kalian telah bergantung kepada orang tua kalian. Bahwa kalian berada di sini hari ini adalah karena ibu dan ayah kalian sudah membantu kalian dalam banyak hal. Kalian berhutang kepada mereka sebuah hutang budi yang luar biasa besar.
Jadi pada hari ini, kalian semua anak-anak dan kerabat yang berkumpul bersama di sini, perhatikanlah bagaimana ibu kalian telah menjadi anak kalian. Sebelumnya kalian adalah anak-anaknya, sekarang dia sudah menjadi anak kalian. Dia telah menjadi semakin tua dan semakin tua hingga dia menjadi seorang anak kecil lagi. Ingatannya melemah, matanya tidak bisa melihat dengan jelas dan telinganya tidak begitu baik. Kadang-kadang dia mengacaukan kata-katanya. Jangan biarkan hal itu membuat kalian kesal. Kalian yang merawat yang sakit juga harus tahu bagaimana cara melepaskan. Jangan memegang apa pun, biarkan saja dia sesuai keinginannya. Ketika seorang anak kecil membandel, kadang-kadang orang tuanya membiarkannya melakukan apa yang diinginkannya hanya untuk menjaga kedamaian, hanya untuk membuatnya bahagia. Sekarang, ibu kalian sama seperti anak kecil itu. Ingatan dan persepsinya kacau. Terkadang dia salah menyebut nama kalian, atau meminta kalian membawakan cangkir padahal dia menginginkan sebuah piring. Ini adalah hal yang wajar, jangan kesal karena hal itu.
Biarkan pasien mengingat di dalam pikirannya kebaikan orang-orang yang merawatnya dan dengan sabar menahan perasaan yang menyakitkan. Kuatkanlah diri kalian secara mental, jangan biarkan pikiran menjadi terpencar dan kacau, dan jangan mempersulit mereka yang merawat anda. Biarkan mereka yang merawat memenuhi pikiran mereka dengan kebajikan dan kebaikan. Jangan menghindari sisi pekerjaan yang tidak menarik, membersihkan lendir dan dahak, air seni dan kotoran. Berusahalah yang terbaik. Semua anggota keluarga saling bahu-membahu.
Dia adalah satu-satunya ibu yang kalian miliki. Dia memberikan kalian kehidupan, dia telah menjadi guru kalian, dokter kalian, dan perawat kalian – dia telah menjadi segalanya bagi kalian. Bahwa dia telah membesarkan kalian, membagikan kekayaannya dengan kalian dan menjadikan kalian sebagai pewarisnya merupakan kebaikan orang tua yang luar biasa. Itulah sebabnya Sang Buddha mengajarkan kebajikan kataññū dan katavedī, mengetahui hutang budi kita dan berusaha untuk membalasnya. Kedua dhamma ini saling melengkapi. Apabila orang tua kita sedang membutuhkan bantuan, tidak sehat atau berada dalam kesulitan, maka kita melakukan yang terbaik untuk membantu mereka. Inilah kataññū-katavedī, kebajikan yang menopang dunia. Kebajikan ini mencegah keluarga dari perpecahan, dan membuat mereka stabil dan harmonis.
Hari ini saya telah membawakan kalian hadiah Dhamma di masa sakit ini. Saya tidak mempunyai benda-benda materi untuk diberikan kepada kalian, kelihatannya sudah ada banyak di rumah ini. Oleh karena itu saya berikan kalian Dhamma, sesuatu yang bernilai abadi, sesuatu yang tidak akan pernah bisa kalian habiskan. Setelah menerimanya kalian bisa menyebarkannya kepada orang lain sebanyak yang kalian inginkan dan ini tidak akan pernah habis. Itulah sifat dari Kebenaran. Saya bahagia sudah bisa memberikan kalian hadiah Dhamma ini dan berharap hal ini akan memberikan kalian kekuatan untuk menghadapi rasa sakit kalian.

Diterjemahkan oleh: Jayananda Gotama 1 Sebuah paritta yang secara tradisional dibacakan pada upacara pemakaman.
Comments